Livia menghela napas berat dan mengembuskannya perlahan. Sekali lagi ia mengingat pesan yang masuk ke ponselnya beberapa saat yang lalu. Rangkaian kata berisi waktu dan tempat yang harus ia datangi tak kama lagi. Tentu saja, ada yang tengah menantinya saat itu. Seseorang yang sebenarnya tak ingin lagi ia temui dalam sosok berbeda.
"Inikah saatnya aku harus kembali melepasmu?" lirihnya seolah pada diri sendiri.
Sekelebat bayangan wajah lelakinya muncul begitu saja di pelupuk mata Livia, diikuti sebuah senyum yang dengan paksa ia ulas di bibirnya. Sekali lagi wanita itu menghela napas lalu bangkit. Meraih koper yang tergeletak di lantai, dan menaikkan ke pembaringan.
Tangan Livia mengeluarkan sebuah kotak yang sengaja ia bawa, meski keraaguan tersirat di wajah ayunya. Ada getar terlihat, ketika membuka benda itu perlahan.
Mata Livia memindai selembar dress selutut berwarna salem dengan motif bunga dengan saksama. Sementara, sebuah amplop tebal berwarna coklat tanah yang telah usang dimakan usia, tergeletak di atas lipatan dress itu.
Setelah mengenakan terusan itu, Livia berdiri di depan sebuah cermin. Matanya menatap lurus pantulan diri dan mendapati dirinya dalam bentuk sepuluh tahun yang lalu.
Livia memejam menahan dentaman dalam dada. Rasa sakit itu masih sama. Pun juga takut yang tak kalah mendekap batinnya saat ini. Sorot mata itu juga masih seperti dulu, memendam kerinduan dan berjuta tanya. Tentang kesalahan apa yang telah ia perbuat, hingga harus terasing, menanggung kesendirian dan kesepian panjang, hanya karena cinta.
Livia tersenyum dengan mata masih memandangi sosok dirinya. Jika ada yang berubah, itu adalah rasa cintanya yang justru semakin besar. Jika ada yang berubah, maka itu karena saat ini, ia lebih siap dengan apapun yang akan ia dengar, meski menyakiti.
Kali ini Livia telah benar-benar siap, jika harus melepaskan segalanya.
Wanita itu bukan sedang menyerah, bukan pula berhenti untuk memperjuangkan dirinya. Namun, ia sama sekali tak ingin, keberadaanya justru akan menjadi pemisah antara ibu dan anak.
Livia tidak ingin melakukan itu semua. Karena ia tau betapa semua itu sungguh sangat menyiksa. Terlahir tanpa mengetahui siapa kedua orang tua, dan tumbuh besar di sebuah panti asuhan, adakah yang mengerti artinya perpisahan selain dirinya?
Membayangkan itu akan terjadi pada Harsya dan sang ibunda, Livia tak tega.
Livia mematut diri sekali lagi, sebelum kemudian ia beranjak dari cermin besar itu. Melangkah keluar dengan mantap dan penuh keyakinan.
Entah berapa lama lagi waktu yang akan kau habiskan untuk meratap nantinya, tapi percayalah, kau bisa melaluinya Livia!
***
"Maaas!"
Lengkingan suara gadis yang masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu itu mengejutkan Harsya. Lalu menampakkan gadis cantik yang duduk di hadapan pria itu.
"Kamu? Kenapa di sini?"
"Makan yuuuk, laper!"
"Kalo laper itu makan, kenapa ke sini?" ulang Harsya lagi.
"Mau makan sama Mas Harsya!"
"Kan bisa telpon dulu?"
"Pasti Mas ngga mau kalo di telpon."
"Mas masih banyak kerjaan, Sheyna."
"Mas kan emang selalu banyak kerjaan?"
"Dek--"
"Ayoook!" Sheyna menarik-narik tangan sang kakak yang masih saja sibuk memeriksa lembaran-lembaran di hadapannya.
"Ngga bis--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You
RomanceAdult Romance 21+! Meski terpisah hampir sepuluh tahun lamanya, Harsya tetap berusaha menjaga hati dan cintanya untuk sang kekasih Livia. Perempuan yang tiba-tiba pergi dengan membawa seluruh hatinya. Livia menghilang begitu saja tanpa kabar, bagai...