Part 10. Cucu?

5.1K 289 10
                                    

Beberapa saat lamanya, hanya hening di atara ketiga orang itu. Tak ada kalimat apa pun yang terucap, baik Harsya, Livia ataupun Bu Mira.

Wanita pruh baya ituesenggukan dalam tangisnya. Sementara Harsya terhenyak  mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari ibu mertuanya.

Livia merendahkan tubuh dan bertumpu pada kaki yang terlipat menyentuh lantai. Istri Harsya itu mencoba membuat sang ibu mengangkat wajah untuknya. Akan tetapi, tetap saja wanita yang ia kasihi itu tetap dalam posisinya semula. Menunduk dalam. Seolah ingin membenamkan diri dalam tangis yang sedang terlantun bagai kidung sunyi, dari kerinduannya.

Menyadari bahwa ibu dan anak itu mungkin membutuhkan waktu untuk berdua, Harsya bangkit.  Meski berkecamuk segala hal dalam benaknya. Ada ketakutan yang tiba-tiba hadir begitu saja. Rasa takut kehilangan istri tercinta, yang gagal untuk ia tepis saat ini.

Apakah dulu, Livia juga merasakan hal yang sama?

Tidak. Apakah mungkin  dulu Livia merasakan ketakutan yang lebih besar?

Harsya berbalik dan melangkah, laalu berhenti saat Livia membuka suara. Ungkapan sedih jelas terdengar falam getar suara itu.

"Apa ... apa itu artinya Ibu ingin aku dan Mas Harsya berpisah?"

Harsya urung mengayun langkah. Pria itu menoleh ke belakang, menatap ke Livia yang masih berusaha berbicara pada ibunya.

'Ber-pi-sah?'

Bagai ada beban yang berat di dada pria itu, ketika mendengar Livia melontarkan kalimat tersebut.

Livia, tolong lihat aku! Lihat aku, Livia! Aku sedang menggeleng, aku sedang mencoba memberitahumu, agar kau tak menjadikan itu pilihan.

Kembali hati Harsya meneriakkan sesuatu, yang mungkin bisa terdengar oleh Livia. Namun, tak seperti itu. Sang istri sama sekali tidak melihat ke arahnya. Wanita itu tetap lekat menatap ke arah sang ibu yang menunduk dalam tangis.

Harsya menarik naoas dalam, lalu mengayun langkahnya dengan cepat. Menjauh. Tak ingin mendengar kenyataan yang mungkin akan menyakiti hatinya.

***

"Apakah mungkin ibu salah ...?" bisik wanita itu, ketika Livia berhasil menenangkannya.

Tersenyum, Livia menggeleng. Kedua tangannya masih menggenggam erat tangan ibunya.

"Ibu tidak melakukan kesalahan. Sama sekali tidak."

"Ibu ingin memiliki kesempatan sekali saja untuk melindungimu, juga memilikimu, Nak."

"Tentu saja, Bu ... apa Ibu tidak ingat, apa tujuanku kemari?"

"Livia ...."

"Aku tidak sedang berkunjung, Bu. Aku datang kareba benar-benar ingin kembali. Aku ingin menjadi anak Ibu ... anak Ibu yang sesungguhnya."

"Tapi--"

"Saat ini, tugas untuk melindungiku telah jatuh pada Mas Harsya, Bu. Dia yang berhak dan bertanggung jawab penuh atas diriku. Dia bahkan sudah bersumpah untuk itu saat menjabat tangan Bapak, bukan?"

"Ibu takut, Livia." Mata tua itu mengiba.

"Bu ... bukankah Ibu dan Bapak sudah merestui kami untuk bersama?"

"Pada akhirnya, rumah besar itu akan mengubahmu, seperti yang terjadi pada Rahayu, Livia. Ibu tidak mau itu terjadi, Nak. Ibu tidak mau kamu menghabiskan waktu sepanjang hidup dengan penuh tekanan. Ibubtidak rela, Livia."

"Apakah Ibu percaya padaku?"

Livia menatap mata bening yang masih menyisakan kaca-kaca, di hadapannya itu, lekat. Seolah ingin menyelami keyakinan di dalam sana.

Only You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang