Part 2. Apa Tidurmu Nyenyak?

7.2K 336 17
                                    

"Apakah sesakit itu?" tanya Harsya lirih.

Lelaki itu berdiri tegak dan melayangkan pandangan jauh ke depan. Menyusuri hamparan perkotaan yang tampak maju pesat di bawah sana. Membentuk kotakan kecil jika di lihat dari tempatnya berdiri saat ini.

Baik Harsya ataupun Livia saat ini berada di sebuah kamar, terletak di lantai sembilan sebuah hotel tempat pria itu menginap hampir dua minggu lamanya.

Setelah adegan ciuman mereka beberapa saat lalu, Harsya segera menggandeng tangan Livia, dan membawa gadis yang ia kasihi itu ke lantai sembilan. Meredam desas-desus orang yang melihat aksi panas keduanya, meski sesungguhnya mereka tidak terlalu peduli.

Jika Harsya memilih tempat tepat di depan dinding kaca, maka saat ini Livia duduk di sudut pembaringan yang empuk. Wanita itu masih menundukkan wajah meskipun tak ada lagi genangan air mata dari kedua matanya.

"Apa selama ini Mas Harsya baik-baik saja ...?" tanya Livia dengan bibir bergetar. Ia masih tidak menyangka akan kembali menyebut nama itu.

"Sebelum hari ini, aku memiliki banyak pertanyaan untukmu, Livia. Tetapi setelah bertemu denganmu, jangankan untuk bertanya, menatapmu pun rasanya aku tidak lagi memiliki cukup keberanian."

"Mas ... aku tahu, aku berhutang banyak penjelasan untukmu, tapi--"

"Aku tidak bisa membayangkan betapa sakitnya dirimu selama ini, Livia. Bagaimana aku ... ah ... apa yang harus aku lakukan sekarang...?"

Lelaki itu masih mematung dalam tegap tubuhnya. Memasukkan kepalan tangan ke dalam saku celana hitam yang ia kenakan. Pandangannya pun masih lurus ke depan, seakan ingin melepas sesal yang menggunung dalam dada.

Mendengar kalimat Harsya yang terucap, Livia bangkit dari duduknya. Mengayun langkah pelan, menghampiri lelaki itu dengan ragu. Terpisah lama, mau tak mau membuat wanita itu terjebak dalam suasana canggung jika saja pertemuan mereka tidak dibuka adegan ciuman tadi.

Setelah membuat tubuhnya sejajar dengan Hasrya, Livia menghentikan langkah. Perlahan, ia mengulurkan tangan dan mendekap lelaki yang membelakanginya itu. Memejamkan matanya sesaat, menikmati wangi yang sedikit pun tidak pernah berubah sejak pertama kali.

"Aku hanya ingin kamu bertahan sedikit lebih lama, dan menggenggam tanganku," ungkap Harsya penuh penekanan dan rasa sesal. "Aku hanya ingin berjuang untukmu, Livia ... dan kamu malah memilih melepas tanganku lalu pergi."

"Jika aku melakukannya, maka tidak akan kudapati sosok Harsya yang sekarang." Livia masih memejam. Menyesap wangi itu memenuhi rongga dadanya.

"Maafkan aku ... karena terlambat menemuimu." Harsya berucap pelan seolah untuk dirinya meski Livia masih bisa mendengar kalimat itu.

Wanita itu mempererat dekapannya dengan mata masih terpejam, saat merasa Harsya membelai tangannya sang saling bertaut di perut pria itu. Perlahan mata yang terkatup itu membuka, saat merasa gerakan Harsya yang berbalik dan mendekap tubuhnya.

"Aku yang seharusnya minta maaf," jawab Livia sembari membenamkan wajah di dada bidang itu. Menyusupkan nyaman hingga jauh ke dalam hatinya

"Apakah kamu sungguh baik-baik saja selama ini?" Harsya mengusap punggung dalam dekapnya lembut. Mendaratkan kecupan di puncak kepala Livia entah berapa banyak.

Livia mengangguk sebagai jawaban. Wanita itu menarik kepalanya, lalu s sedikit menenghadah, menatap pemilik wajah yang sedang mendekapnya erat.

Seharusnya hari ini mereka berbahagia karena kembali dipertemukan setelah sekian lama terpisah tanpa kabar berita. Namun, itu justru membuat sesal semakin menyusup atas apa yang terjadi do masa lalu.

Only You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang