[Dihapus sebagian]
Tirta Ayudisa.
Seorang gadis 17 tahun yang gemar menyendiri. Tidak ada satupun teman yang dimilikinya. Gadis baik yang dianggap aneh semua orang karena sikap introvertnya. Karena kedua orang tuanya meninggal, Tata terpaksa harus p...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“BARA, SEMALEM LO NGE-DATE SAMA TATA, YAK?”
Baru juga satu langkah Bara masuk ke kelasnya, rasanya dia ingin kembali pulang ketika mendengar teriakan Ares yang sudah mirip terompet sangkakala. Kenapa mesti berteriak, Bara tidak punya gangguan pendengaran?! Dan lihatlah itu, Ares masih bisa memasang wajah polos di saat Bara sudah menatapnya tajam. Percuma saja, mau sampai mata bola mata Bara keluar dari sarangnya pun, Ares akan tetap berlagak bodoh. Dia hanya bisa menghembuskan nafas dan kembali melanjutkan langkahnya.
Tidak seperti bintang sekolah yang mungkin akan duduk paling depan, lurus dengan papan tulis, membuat semua murid berpusat pada dirinya, Bara lebih memilih untuk duduk paling belakang, paling pojok, tempat paling gelap di ruangan ini. “Nge-date pala lo bolong!” sinis Bara sambil mendaratkan bokongnya. Dari sudut matanya, dia bisa melihat semua orang yang memperhatikan mereka berdua.
“Gue liat kok, kalian lagi makan berdua di rumah makan Padang yang biasa. Gila lo, Bar, geraknya cepet banget sih? Kemarin aja galak-galakan, malamnya cinta-cintaan. Lo ini orang atau bunglon?” Ares masih saja mengoceh, tidak mempedulikan murid yang lain. Dia sama sekali tidak mau ambil pusing tentang banyak pasang mata yang memperhatikan mereka saat ini. “Tapi kalian cocok sih. Walaupun Tata nggak cantik-cantik amat, tapi gue yakin, dia yang bisa ngadepin gimana juteknya lo.”
Bara memutar bola matanya malas. Kalau sudah semangat bercerita seperti ini, tidak ada yang bisa menghentikan ocehan Ares. Termasuk jika Bara menggebrak meja sampai hancur sekalipun. Tapi satu hal yang tidak akan orang lain duga. Di balik bibir lemes dan senang bergosip seperti Ares, dari pria itu paling jago berkelahi. Bara ini masih saja tidak berani memancing emosi Ares untuk melayangkan tinjuan. Satu kali pukulan, cukup membuat Bara tidak sadarkan diri.
“Bukan nge-date, Res, kita cuma makan bareng. Lagian itu kebetulan ketemu kok, di halte dekat perpustakaan,” jawab Bara setelah sahabatnya benar-benar diam. “Satu lagi, kita sama sekali nggak ada cocok-cocoknya. Makin ngawur deh lo kalau ngomong.”
Ares menepuk bahu Bara. Wajahnya sudah benar-benar menyebalkan kalau sudah sok serius seperti sekarang. “Nggak usah gengsi kalau sama gue, terbuka aja. Pernah mandi bareng juga.”
“Bacot lo, Res.” Nada bicara rendah Bara menunjukkan bahwa dia tidak bisa diajak bercanda sekarang. Karena pria itu memang tidak pernah bisa diajak bercanda, berbeda dengan Rigel yang masih memiliki selera humor tinggi. Ares hanya bisa mundur perlahan sambil nyengir kuda. Mendaratkan bokongnya dengan sangat pelan di kursi miliknya, tepat di depan Bara.
Bersamaan dengan itu, muncul Rigel dengan wajah kesal. Bahkan dia sampai membanting tas ke atas meja kemudian menjambak rambut sendiri tanpa ampun. Bara hanya memerhatikan kelakuan sahabatnya sambil melipat tangan didepan dada, sedangkan Ares sudah siap membual lagi.
“Kenapa lo? Telat menstruasi?”
“Semua cewek di dunia ini kenapa anjing banget sih?!” Rigel tahu, ucapannya bisa menyakiti teman sekelasnya yang perempuan, tapi dia tidak peduli. Mereka tidak akan melakukan hal yang lebih dari sekedar menatapnya dengan penuh luka. “Nggak bakalan pernah deh gue pacarin si Dita itu!”