11. Sisi Lain

14.4K 894 64
                                    

Tata segera bergegas menggunakan sepatu sekolahnya ketika mendapat notifikasi bahwa ojek online yang di-order-nya sudah ada di depan. Mencium punggung tangan Oma Sekar dan Bi Siti secara bergantian, kemudian berlari keluar. “Tata sekolah dulu, Oma, Bi. Assalamu'alaikum.”

Sudah berlari sampai ikat rambutnya sedikit melonggar, bahkan susu yang tadi dia minum masih sampai di kerongkongan, tapi ketika sampai, driver ojek online itu diusir oleh Bara. Tentu saja Tata bengong untuk beberapa detik, lalu mendelik tajam kepada Bara. Menyeberang jalan sambil berkacak pinggang. Untuk sekali ini saja, Tata ingin berlagak galak di depan raja ketus. Baru saja Tata hendak angkat suara, memprotes Bara yang sudah mengusir driver ojek online yang dipesannya, pria itu sudah mengucapkan kalimat yang membuat Tata tidak bisa berpikir.

“Lo berangkat bareng gue.”

Mata Tata di kerjapkan berkali-kali, rahangnya sudah jatuh dengan sempurna. Dia masih setia menatap punggung lebar Bara sedang menggunakan helm full face yang biasa dia pakai. Kemudian Tata berdehem. “Aku berangkat bareng Kak Bara?”

“Heem. Nih,” Bara menyerahkan satu helm full face lainnya kepada Tata. Meski tengah bingung, tapi gadis itu dengan sigap menerimanya. Karena terlambat saja satu detik saja, helm itu akan menimpa kakinya. Tapi tunggu, ini helm untuk pria, bukan untuk wanita. “Gue nggak punya helm lagi selain itu. Jadi pakai aja, jangan banyak protes.”

Demi kejudesan Bara yang tiada dua di muka bumi, Tata tidak protes. Dia hanya bingung dengan semua ini, karena ini sama sekali bukan gaya Bara. Terlalu jauh berbeda, bahkan sampai berbanding terbalik. Tapi mau tidak mau, Tata tetap memakai helm itu. Jika harus memesan ojek online lagi, pasti akan lebih lama. Yang ada, Tata akan terlambat datang ke sekolah. Karena 20 menit lagi, kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai.

Tata sudah mirip korek api. Kepalanya besar karena helm Bara yang dipakainya, sedangkan tubuhnya kurus dan pendek. Kalau saja Tata tidak berpegangan ke ujung jaket kulit Bara, pasti dia akan terjengkang. Sakitnya tidak akan seberapa, mungkin, tapi menanggung malu itu yang tidak akan sanggup Tata atasi. Belum lagi cemoohan dari Bara, pasti Tata tidak akan memiliki muka jika berhadapan dengan pria itu.

Begitu sampai di area parkir SMA Pertiwi, Tata bergegas turun dari motor sport Bara. “Aku pinjam helmnya ya, Kak? Mau aku bawa ke kelas, nanti aku balikin kok.”

Tata sudah berbalik, siap berlari menuju kelasnya. Karena semua pasang mata yang ada di sana, baik para siswa biasa ataupun anggota OSIS yang sedang berjaga di gerbang, semuanya memperhatikan Bara dan Tata saat ini. Kalau Bara sudah jelas, dari motornya saja, semua orang bisa mengenalinya. Tapi dengan Tata, dia masih menggunakan helm itu, menutup kaca hitamnya rapat-rapat supaya mereka tidak bisa melihat wajahnya. Untung juga pagi ini dia menggunakan jaket, sehingga tidak akan ada yang tahu namanya dari name tag yang ada di seragam.

“Mau lo apain helm gue, sampai dibawa ke kelas? Mau pamer ke semua orang kalau kita berangkat bareng? Gak usah, kampungan!” ucap Bara setengah berteriak, tepat sebelum Tata mengambil langkah untuk menjauh dari hadapannya. Tentu saja, hal itu semakin membuat semua orang memusatkan perhatiannya pada tempat mereka berdiri. “Balikin sini, buruan!”

Astaga naga, kumat lagi sakit jiwanya pria itu. Dia sendiri yang mengusir driver ojek online yang dipesan Tata tadi pagi, berkata bahwa mereka akan berangkat bersama, meminjamkan helm, bahkan menolak untuk menurunkan Tata beberapa meter sebelum area sekolah. Tapi sekarang, pria itu sudah berteriak mengatakan hal yang tidak-tidak. Kalau tidak ingat ini adalah area sekolah serta kebaikan Bu Lia, rasanya Tata ingin membalas ucapan pedas Bara barusan.

Jurnal Tentang Kamu [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang