16. Penawaran

13.2K 813 56
                                    

Sepanjang perjalanan menuju pulang, baik Tata ataupun Bara, keduanya tidak terlibat dalam perbincangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepanjang perjalanan menuju pulang, baik Tata ataupun Bara, keduanya tidak terlibat dalam perbincangan. Hanya suara deru kendaraan lain serta angin malam yang menemani perjalanan mereka. Bukan hanya jaket yang dipinjamkan untuk kedua kalinya, minuman panas dalam, tapi Bara juga sampai meminjam helm milik temannya untuk Tata. Ingin cuek, tidak menganggap semuanya sebagai kemanisan dari seorang Bara, tapi semakin Tata mencoba untuk tidak menghiraukan perbuatan pria itu malam ini, semakin semuanya membingungkan. Bersikap jantan, mungkin itu salah satu pesona mutlak yang dimiliki oleh seorang Bara. Tapi, apa harus bekerja juga untuk Tata?

Begitu sampai di depan rumah Oma Sekar, Bara juga ikut turun dari motornya. “Gue ikut masuk, mau jelasin sama Oma lo,” ucap Bara sambil menyisir rambutnya ke belakang.

Setelah terdiam beberapa saat, ketika Bara hendak melangkah mendekati pintu utama, Tata menahan pria itu dengan memegang ujung kaosnya. Bara mengangkat alisnya tinggi-tinggi, bertanya apa maksud dari perilaku Tata yang satu ini. “Boleh kita bicara dulu, sebelum ketemu Oma?”

Alis Bara tampak menyatu, jelas dia bingung. Sepanjang perjalanan saja mereka diam seribu bahasa, tapi ketika sudah sampai, Tata meminta waktu untuk mereka berbicara. Meski begitu, Bara mengangguk paham. Memposisikan tubuhnya untuk benar-benar memperhatikan Tata, melipat tangan didepan dada, ingin menunjukkan pesonanya yang tidak bisa terbantahkan meski langit sudah gelap. Arogan? Memang, itu adalah sifat paling unggul dari seorang Bara Hadrian. Tidak masalah, keadaan fisik, otak, serta materinya, mendukung Bara untuk menjadi pria yang arogan.

Tata menghela nafas panjang. Pegangannya mengerat di kresek hitam yang sedari tadi dia pegang. Kemudian, dia mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Bara ketika sudah benar-benar siap. “Aku nggak ada maksud untuk ikut campur sama urusan Kak Bara, karena aku nggak punya hak atas itu.” Ucapan Tata semakin membuat Bara bingung. Tapi dia lebih memilih untuk diam, setia mendengarkan apa saja yang akan gadis itu katakan. “Sejak kapan Kak Bara suka balapan kayak tadi?”

Entah kenapa, sudut bibir Bara tidak bisa untuk tidak tertarik. Ada sedikit perasaan aneh yang menggelitiki hatinya. Bara tampak berpikir, berusaha mengingat kapan spesifiknya dia terjun ke kehidupan dunia malam. “Lima tahun yang lalu? Gue nggak terlalu ingat, tapi sekitar segitu lah.”

“Lima tahun yang lalu?!” nada suara Tata sudah meninggi. “Itu artinya, Kak Bara balapan dari SMP?!” Dengan polosnya, Bara mengangguk. Karena memang begitu adanya, Bara sudah terjun ke dunia balapan liar saat dia masih menggunakan seragam putih biru. Sedangkan Tata, dia sudah menatap Bara dengan penuh ketidakpercayaan. Karena saat dia masih SMP, dia sibuk bergulat di dapur, belajar masakan ini dan itu dari ibunya.

Pada kenyataannya, Bara tidak sesempurna yang orang lain kira. Karena memang begitu, tidak ada manusia yang sempurna, bukan? Bara sangat berbangga diri dengan apa yang menempel pada dirinya. Tinggi diatas rata-rata, wajah rupawan yang mampu menghipnotis semua orang, kulit putih bersih, meski tidak seputih Rigel, tapi dia tidak sekucel Ares. Bara juga jenius, dia pintar tanpa harus belajar. Multitalenta, membuat lawan jenis tidak bisa bertahan lebih lama untuk jual mahal padanya. Suaranya yang berat, membuat Bara merangkap menjadi gitaris dan vokalis di band yang dibentuk. Jangan tanyakan lagi bagaimana lihainya Bara mengendalikan motor kesayangannya di jalanan. Dia juga bisa menjadi disc jokey, bisa beatbox, memasak pun bukan masalah untuk Bara.

Jurnal Tentang Kamu [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang