Bara langsung masuk ke tempat Tata sedang terbaring. Perutnya masih dikompres menggunakan botol yang berisi air hangat, tapi ditutup menggunakan selimut. Lagipula tidak usah khawatir, Bara tidak akan tergoda. Seleranya ada di atas rata-rata, jauh melampaui Tata. Dia hanya berdiri di samping Tata yang sedang terlelap, memandangi wajahnya yang terlihat begitu damai.
Jujur saja, Bara merasa sangat bersalah atas kejadian yang menimpa Tata. Satu sekolah pasti tahu apa yang membuat Friska begitu kejam, pasti Bara jawabannya. Karena kejadian semacam ini bukan hal baru untuk para siswa SMA Pertiwi. Usaha Friska untuk mendapatkan hati Bara bukan hanya bersikap sok manis di depan pria itu, tapi juga menyingkirkan saingannya menggunakan cara barbar yang kampungan. Tapi kali ini, gadis itu salah sasaran. Tidak ada apa-apa antara Bara dan juga Tata. Kenyataan yang tidak akan mudah dipercaya, Tata tidak tertarik akan pesona yang dimiliki oleh Bara.
Mata elang Bara menatap tajam kepada dua anggota PMR yang saling dorong untuk mendekatinya. Ketika mata mereka bertemu, keduanya tampak malu-malu. Bara tahu apa maksudnya kelakuan mereka ini. "Dia bukan cewek gue. Puas?" Bara memutar bola matanya malas ketika mendengar pekikan senang dari dua orang itu. Mereka ini gila atau bagaimana? Dengan kondisi Tata yang sekarang masih bisa mau menanyakan apakah dia pacar Bara atau bukan.
Bara memutuskan untuk tidak kembali ke kelas meski bel pertanda kegiatan belajar mengajar akan kembali dimulai. Dia ingin di sana, menemani Tata. Hanya ingin, tidak ada alasan yang lainnya. Dan jangan tanya dia, karena Bara sendiri tidak tahu. Atau mungkin dia hanya bertanggung jawab? Meskipun ini semua karena ulahnya Friska, tapi Bara merasa ikut andil menyeret Tata dalam masalah ini.
Bel pertanda jam pelajaran ketujuh berbunyi, Tata membuka matanya. Berulang kali kembali terpejam karena sedikit terganggu dengan sinar lampu. Keningnya berkerut ketika mendapati Bara sedang duduk di sampingnya. "Kakak ngapain di sini?"
"Pengen aja," singkat Bara acuh tak acuh. Dia bernafas lega ketika Tata tidak menanyakan alasan lebih dalam mengapa dia tetap ada di sana. "Perut lo udah enakan?"
Tata mengangguk. Dia berusaha untuk duduk, tapi tidak bisa karena sikutnya terluka. Kemudian Tata melirik Bara yang sedang menaikkan alisnya tinggi-tinggi. Pasti pria itu tahu bahwa Tata sedang butuh bantuan, memilih diam karena ingin mendengar Tata meminta tolong secara langsung. "Boleh bantu aku buat duduk?"
Saat itu juga, Bara langsung berdiri dan membantu Tata untuk duduk. Tidak hanya itu, tapi Bara juga memposisikan bantal supaya tepat di punggung Tata. Menepuk-nepuknya beberapa kali, kemudian membantu Tata untuk bersandar ke bantal itu. "Jadi, sekarang udah pakai aku, nggak saya lagi?" Bara tersenyum miring ketika melihat ekspresi Tata sekarang. Jelas sekali terlihat bahwa gadis itu menyesal tidak menggunakan bahasa baku nya lagi. "Dari kemarin kek lo ngomong kayak gitu. Biar kesannya tuh akrab."
"Perasaan, kita nggak pernah akrab deh," jawab Tata sekenanya. "Terima kasih, karena udah nolong aku tadi."
Bara terdiam, memandangi Tata secara terang-terangan dengan mulut yang terkunci rapat. Gadis itu sama sekali tidak menyalahkannya dengan kejadian yang tadi. Malah berterima kasih karena menganggap Bara sebagai pahlawan kesiangan. Bayangkan jika yang ada di posisi Tata saat ini adalah gadis lain, mereka pasti akan bersama menangis, mengadu bagaimana kronologis pembullyan itu bisa berlangsung. Eh, tapi, Bara juga tidak pernah menolong gadis lain yang yang menjadi korban bully Friska sebelumnya. Tata merupakan yang pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Tentang Kamu [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Dihapus sebagian] Tirta Ayudisa. Seorang gadis 17 tahun yang gemar menyendiri. Tidak ada satupun teman yang dimilikinya. Gadis baik yang dianggap aneh semua orang karena sikap introvertnya. Karena kedua orang tuanya meninggal, Tata terpaksa harus p...