Chapter 5 - Try

3.5K 514 63
                                    

A-Yao sejak awal hanya kau yang ada di hatiku'

Kata-kata yang Lan Xichen ucapkan di saat mabuk terus terulang di kepala Jiang Cheng, seperti mantra kutukan melekat dan tidak bisa menghilang kecuali mati.

Dengan air mata yang berjatuhan Jiang Cheng memapah Lan Xichen ke kamar tidur serta melepaskan jas dan sepatunya.

'Ini sungguh menyakitkan' gumam Jiang Cheng sambil berjalan menuju ruang keluarga agar tangisnya tidak membangunkan Lan Xichen.

'Ku berharap ini akan berakhir' Jiang Cheng berlutut sambil mencengkram dadanya.

'Ku harap bisa kembali pada saat itu'

.
.
.

"A-Yin... A-Yin, coba kau panggil aku Huan-gege" Lan Xichen yang berumur 7 tahun menatap penuh harap kepada Jiang Cheng yang berumur 5 tahun.
Yang ditatap memasang wajah cemberut, lalu memalingkan wajah kesamping.

"Tidak mau"

"Kenapa?"

"Karena kita bukan saudara"

"Kalau begitu, aku akan jadi saudaramu" lagi, memasang wajah penuh harap.

"Tidak mau, aku sudah punya saudara. Kau juga punya saudara”
“Tapi Wangji tidak memanggilku gege” Lan Xichen memasang wajah suram, “Aku ingin ada yang memanggilku gege”. Jiang Cheng menghela napas kasar.
“Aku hanya akan memanggil gege pada suamiku saat besar nanti”

"Kalau begitu aku akan menjadi suami mu di masa depan"

"Huh?" Jiang Cheng kecil terteguh, “Aku tidak percaya kau pasti berbohong"

"Aku tidak berbohong"

"Kau bohong"

"Tidak" Lan Xichen kecil membantah perkataan Jiang Cheng, "Kalau begitu aku akan mengatakan pada semua orang kalau aku akan menikahi mu nanti saat dewasa" kata Lan Xichen seraya berlari menuju aula tempat pertemuan keluarga Jiang dan keluarga Lan.

"Hei, tunggu" Jiang Cheng kecil mengejar Lan Xichen yang lebih dulu berlari.
"Hosh" Lan Xichen sampai di depan meja ayahnya, Lan Qiren dan Jiang Fengmian.
"Ayah, paman, dan paman Jiang. Dengarkan, aku ingin mengatakan sesuatu! Jika aku besar nanti aku akan menikah dengan A-Yin!!"

"Eeh"

"...."

"Menikah itu apa?" Suara Wei Wuxian kecil yang sedang mengganggu Lan Wangji, memecah keheningan karena kaget mendengar pekikan orang dewasa disana.
"Kenapa kau ingin menikah dengan A-Yin?" Tanya Jiang Fengmian.
"Karena A-Yin manis dan aku menyukainya!" Jawab Lan Xichen kecil dengan mantap. Sedangkan Jiang Cheng yang mendengarnya hanya bisa memerah.

"Aku laki-laki! Aku tidak manis"

"Baiklah kalau begitu paman akan merestuimu"

"Benarkah?" Wajah Lan Xichen berbinar.
“Wah, kita akan berbesan Jiang Fengmian” Qingheng-jun, ayah dari Lan Xichen dan Lan Wangji tertawa.

"Ayah!!" Jiang cheng merenggut marah, namun semua yang ada di aula itu hanya tertawa menanggapi tingkah lucu Jiang Cheng.
“A-Yin, mulai sekarang kau harus memanggilku gege!”
.
.
.

"Ayah, kenapa aku harus masuk sekolah menengah Gusu?"

"Oh, bukankah A-Cheng yang ingin ke sekolah yang sama dengan Xichen?"

"Kapan aku berkata begitu?"

"A-Cheng tidak mengatakannya, tapi ayah tau" Jiang Fengmian mengoda Jiang Cheng yang pura-pura marah namun wajahnya memerah.

"Xichen juga berkata dia ingin A-Cheng selalu bersamanya"

"Ayah!!"
.
.
.

"A-Cheng, cepatlah sebentar lagi Xichen-ge akan berpidato sebagai Lulusan terbaik Gusu HS" kata Wei Wuxian sambil menyeret Jiang Cheng menuju aula sekolah.
“Wei Wuxian, tunggu sebentar!” Jiang Cheng menarik kuat tangan Wei Wuxian supaya berhenti menyeretnya. “Aku lupa membawa bunga untuk Huan-gege!"
“Aiyoo, A-Cheng! Benda penting seperti itu kau lupa membawanya?” Wei Wuxian berkacak pinggang. “Harusnya kau membawanya, supaya Xichen-ge semakin sayang padamu”
Wajah Jiang Cheng merah padam.
“Ayo kita membelinya dulu, Xichen-ge pasti bahagia mendapat bunga dari calon istrinya”
.
.
.
“Huan-ge, ini” Jiang Cheng menyerahkan sebuket bunga mawar kepada Lan Xichen, Lan Xichen menerimanya dengan senang hati. “ Selamat atas kelulusanmu”
“Terima Kasih, A-Yin” jawab Lan Xichen sambil tersenyum lebar. “Setelah ini kita akan berpisah sebentar, karena itu baik-baiklah disini dan belajar yang tekun”
“Umm” Jiang Cheng menggangguk pelan. “Aku akan menunggu Huan-ge”
“Tentu saja A-Cheng harus menunggu Xichen-ge, kalau tidak kau akan jadi perjaka tua kalau Xichen-ge tidak mau menikahimu. Benarkan Lan Zhan?” Lan Wangji mengangguk.
“WEI WUXIAN!”
.
.
.
"A-Yin, bangun A-Yin" Lan Xichen mencoba membangunkan Jiang Cheng yang tertidur disofa.

"Uum"

"Sayang mengapa kau tidur di sofa?" Kata Lan Xichen sambil mengusap kepala Jiang Cheng, "Apa terjadi sesuatu saat aku mabuk semalam?"

Jiang Cheng yang baru bangun dengan mata sembab dan bengkak sisa menangis semalam menatap Lan Xichen.
"Tidak terjadi apa-apa ge, aku hanya sedang membuat lagu dan lalu tertidur di sini"

"Kau harusnya tidak terlalu malam tidur, lihat wajahmu” Lan Xichen membelai pipi Jiang Cheng lalu mengusap bibirnya, “Mandilah dulu, biar hari ini aku yang memasak" Lan Xichen berjalan menuju dapur.

"Ya ge" jawab Jiang Cheng dengan senyuman. "Aku akan mencoba" gumam Jiang Cheng sambil mengepalkan tangan nya saat memandangi punggung Lan Xichen.

"Kau berkata sesuatu sayang?"

"Tidak ada ge"

Mereka sarapan dengan harmonis seperti tidak pernah terjadi apa pun. Jiang Cheng selalu menampilkan senyuman begitu pun Lan Xichen seperti biasa 'menjadi suami yang baik'.

"Huan-Ge, biasanya saat makan siang di kantor kau makan di kantin?"
"Ya, namun terkadang Wen Ning akan aku suruh pergi membelikan makan siang"
“Hoo” Jiang Cheng tampak memikirkan sesuatu, "Huan-ge, bagaimana kalau aku membawakan bekal makan siangmu?”
“Apa?” tanya Lan Xichen.
“Aku membawakan bekal makan siang, jadi kau tidak meminta Wen Ning lagi untuk membelikan makan siang Gege” Jiang Cheng menatap lekat kearah Lan Xichen sambil tersenyum. “Sekalian juga kita bisa makan bersama”
“Ah-“ Lan Xichen mengalihkan pandangannya, “Gege rasa itu tidak perlu A-Yin. Saat ini kau sedang sibuk kuliah, selain itu kau juga harus latihan band bersama adik Wei bukan?”
Jiang Cheng tertunduk lesu, Lan Xichen tersenyum miris.
“Gege menghargai setiap perhatian dari A-Yin, terima kasih” Lan Xichen kembali memakan sarapannya, Jiang Cheng masih tertunduk.

'Aku akan mencoba mengambil hati Huan-ge dengan membawakan makan siang untuknya' gumam Jiang Cheng di dalam hati.

"A-Yin, jangan melamun. Segera selesaikan sarapanmu, Gege akan mengantarmu"

"Tidak usah ge, aku akan pergi bersama Wuxian"

"Baiklah, sayang"

.
.
.

Siang itu Jiang Cheng tiba di depan kantor Lan Xichen dengan sekotak makan siang yang telah dia masak. Terlihat beberapa jemari Jiang Cheng yang tertutupi plester luka berwarna coklat.

Dengan mantap Jiang Cheng menuju kelantai atas beberapa karyawan memberi hormat dan menyapa pada Jiang Cheng. Semua karyawan sudah mengetahui tentang Jiang Cheng adalah Istri dari Presdir dikantor ini.

"Wen Ning, apa Huan-ge ada?" Tanya Jiang Cheng, sambil berdiri di depan meja Wen Ning yang tepat terletak didepan ruangan Lan Xichen. Wen Ning yang melihat kedatangan Jiang Cheng pun sedikit panik.

"Umm, tuan muda Jiang. Presdir ada di dalam, tapi sepertinya tidak bisa di ganggu" Wen Ning dengan gugup mencoba menahan Jiang Cheng.

"Kenapa?"

"Presdir sedang menemui seseorang"

"Siapa? Paman Qiren? Rekan bisnis?"

"Uumm, Aku tidak bisa mengatakannya"

"Oh baiklah, aku tidak akan menganggunya" jawab Jiang Cheng seraya meninggalkan meja Wen Ning.
Dia seolah-olah berlalu dan pergi namun dia bersembunyi. Saat Wen Ning meninggalkan mejanya karena jam makan siang, Jiang Cheng bergegas menuju ruangan Lan Xichen.

Jiang Cheng melihat pintu berwarna putih itu tidak tertutup rapat, yang berarti itu bukan rekan bisnis. “Mungkin paman Qiren” pikir Jiang Cheng.

Namun saat Jiang Cheng hendak mendorong knop pintu terdengar suara Lan Xichen dari dalam ruangan.

"A-Yao, makan siang yang kau buat sangat lezat aku merasa tidak cukup"

"Huan-ge, kau tidak boleh seperti itu kau membuatku malu" Jin Guangyao menutupi wajahnya yang memerah, Lan Xichen terkekeh geli dan menarik kedua tangan yang menutupi wajah Jin Guangyao. "Bukankah kau berkata istrimu juga sering memasak untukmu"

"Ya, Wanyin bisa memasak. namun tidak se-istimewa buatan A-Yao ku tersayang" kedua tangan Jin Guangyao dikecupnya pelan, lalu menangkupkannya di pipinya. “Aku bahagia, memakan masakan A-Yao setiap hari”

Jiang Cheng yang melihat semua adegan perselingkuhan itu berlari meninggalkan ruangan Lan Xichen.

Saat Jiang Cheng berlari dia berpapasan dengan Wen Ning yang baru saja keluar dari lift. Wen Ning terperanjat kaget melihat Jiang Cheng yang berlari sambil menangis.

"Tuan muda Jiang" Wen Ning mencoba memanggil Jiang Cheng, namun yang di panggil terus saja berlari. Beberapa karyawan yang melihat Jiang Cheng berlari hanya bisa memandang tanpa berani memanggil.

Jiang Cheng berlari menyebrang jalanan tanpa melihat sebuah mobil hitam melaju menuju kearahnya.





Bersambung...

Update cepat ini heheheheh semoga kalian tak bosan membaca ff absurd berdarah ini dan jgn lupa vote dan komen untuk memberi semangat kami karna dengan vote dan komen kalian kami akan terus menulis! Terimakasih sdh membaca! Kami sayang kalian!! Mwahhh

I'm Not the Only One [XiCheng]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang