Panggil saja dia Senja, gadis berusia limabelas tahun yang duduk dibangku SMA. Hidupnya yang biasa saja jauh dari masalah. Namun seketika berubah ketika dia tidak sengaja menumpahkan satu mangkok soto panas ke tubuh kakak kelasnya.
"Maaf Kak, saya benar-benar tidak sengaja." pinta Senja sejak tadi. Namun tak ada jawaban dari sang kakak kelas.
Dia hanya menatap Senja, dan meringis karena air panas menembus baju seragam dan mengenai kulitnya. Tapi mau bagaimana lagi semuanya sudah terjadi, meminta maaf juga tidak dapat membalik keadaan.
Namanya Fajar Hardianto, panggil saja Fajar. Atlet tembak dan futsal serta ketua rohis di SMA Angkasa.
"Jar maafkan saja. Marah pun juga tidak ada gunanya." ucap Aldi sahabat karib Fajar.
"Iya Jar, biarkan saja kamu kan juga punya seragam lain." Radit juga ikut berkomentar.
Mereka tidak mau Fajar marah. Karena marahnya Fajar sangat berbahaya. Memang Fajar jarang marah, tapi kalian tahu bahwa marahnya orang humoris itu menyeramkan.
Fajar berdiri dari duduknya. Membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel pada baju seragamnya. Bibirnya tertarik membentuk lengkungan yang biasa disebut senyuman. Sangat manis senyum dari bibir Fajar membuat Senja sulit untuk menelan air liurnya sendiri.
"Gak papa Dek, lain kali hati-hati. Untung yang luka cuma kaki saya, coba kalau hati saya. Adik mau tanggungjawab?" ujar Fajar.
Entah kenapa dengan kata-kata Fajar membuat jantung Senja berdegup lebih kencang. Wajahnya memerah malu, rasanya Senja ingin kabur dari dunia ini.
"Saya minta maaf Kak, saya tidak sengaja." pinta Senja sekali lagi lalu pergi meninggalkan kantin.
Senja benar-benar tidak kuat berada di depan Fajar lama-lama. Bisa-bisa dia kena serangan jantung. Apalagi jika Fajar mengucapkan kata seperti tadi.
Dia berlari sampai masuk ke dalam kelasnya. Nafasnya terengah-engah seperti habis dikejar setan.
"Kenapa Nja? Seperti habis dikejar setan aja." tanya Luna.
Senja tidak mendengar pertanyaan Luna dia sibuk mengatur nafasnya. Tiba-tiba terbayang senyum Fajar yang begitu manis, serta ucapan Fajar yang membuat perasaannya sedikit aneh.
Senja tersenyum, Luna menjadi kaget dan takut. Apa benar Senja dikejar setan lalu sekarang kerasukan?
"Ijul!! Jul Ijul!!" Luna berteriak ketakutan. Dia panik dan berlari kearah Julian-biasa dipanggil Ijul.
"Apa sih Lun?" Ijul mulai bingung, teman sekelasnya pun sama dengan Ijul.
"Aneh sekali kamu ini Lun, kamu kerasukan?" tanya Septian.
"Bukan aku Yan, tapi itu si Senja. Baru datang ngos-ngosan, terus tiba-tiba senyum. Aku jadi takut lah." pekik Luna.
Senja sadar dari lamunannya yang sedang membayangkan Fajar. Dia kemudian tertawa, melihat Luna kini memeluk tangan Julian.
"Tuhkan Jul, aku takut Jul. Panggil Pak Imam aja." teriak Luna ketakutan.
"Heh! Seenaknya aja. Aku ini gak kerasukan." ujar Senja tidak terima.
"Loh aku kira kamu tadi kerasukan. Terus kenapa kamu tadi senyum-senyum gak jelas?" tanya Luna keheranan.
Senja mengangkat bahu acuh. Tidak mungkin jika dia menceritakan pengalamannya hari ini. Mungkin Senja akan memberitahu Luna kapan-kapan.
🌈🌈🌈
Fajar keluar dari kamar mandi. Di depannya kini sudah ada Aldi dan Radit yang sedang asyik mengobrol.
"Al kamu tahu gak?" tanya Radit.
"Ya gak tahu lah." jawab Aldi padahal Radit belum memulai ceritanya. "Diam dulu, aku baru mau cerita." ucap Radit.
"Jadi kemarin aku ketemu sama mbak-mbak di depan pasar." Radit mulai bercerita, Fajar yakin jika cerita Radit ini absurd dan tidak berfaedah.
"Ya iya lah, di depan pasar pasti isinya mbak-mbak, mbah-mbah, sama ibu-ibu." ucap Aldi lagi-lagi memotong cerita Radit.
"Diam lah, aku bungkam nanti mulutmu pakek kaos kaki Bambang." ancam Radit.
"Matilah aku, kasihan nanti Alya jadi jomblo." jawab Aldi.
"Kalau kamu mati nanti Alya sama aku aja, aku akan jaga Alya dengan sepenuh hati." menang banyak lah si Radit mendapatkan Alya.
"Enak aja, mau baku hantam sekarang." ucap Aldi emosi, Aldi menaikkan lengan bajunya bersiap menghajar Radit.
Radit juga menaikkan lengan bajunya. "Ayo maju, aku mundur." ucap Radit asal dengan cengegesan.
Pukulan keras mereka dapat. Fajar tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya terlihat.
"Geram aku sama kalian. Kalau bukan teman sudah aku ajak baku hantam sejak tahun kemarin." ucap Fajar emosi.
"Santuy dong Jar, kita kan suka bercanda." jawab Aldi santai.
"Udah-udah, aku mau lanjut cerita nih." Radit membungkam mulut kedua temannya. "Jadi mbak-mbak tadi mau nyebrang jalan. Nah disaat yang bersamaan ada semut lewat, terus keinjek. Mbak-mbaknya gak tahu, terus aku ambil semutnya. Sekarang belum sempat aku kubur jadi hari ini aku mau izin."
Benarkan memang ceritanya pasti sangat tidak jelas dan unfaedah. Dua jitakan keras melesat mulus di kepala Radit. Dari siapa lagi kalau bukan Aldi dan Fajar.
"Punya teman kok gila. Kalau kamu hari ini mau izin aku juga mau izin." ujar Aldi tak terima. "Kemarin kucingku lahiran terus aku belum jenguk." sama anehnya dengan Radit alasan izin yang tidak masuk akal.
"Aku juga mau izin lah kalau gitu. Kemarin aku jemur genting belum aku angkat, takut nanti hujan terus genting rumahku jadi basah." ucap Fajar yang sudah ketularan gila kedua sahabatnya.
"HEY! KALIAN CEPAT MASUK KELAS. NGAPAIN NGERUMPI DI DEPAN KAMAR MANDI?" suara dari guru killer di SMA Wijaya membuat ketiga orang itu langsung lari terbirit-birit ke kelas.
"Mati, Pak Udin apa masih ngejar?" tanya Radit dengan nafas yang sudah tidak beraturan.
"Gak mungkin dia masih ngejar. Dengan tubuhnya yang tidak langsing itu mana mungkin dia mampu mengejar kita." jawab Fajar sambil memegang lututnya karena kelelahan.
"Iya juga ya, terus kenapa kita harus lari dari lantai satu sampai lantai tiga?" Radit baru sadar kenapa mereka harus lari jika mereka tahu bahwa Pak Udin tidak mungkin mengejar mereka.
"Lah bodo, kenapa juga ya?" Aldi juga sama herannya.
"Supaya kita kelihatan takut sama Pak Udin." jawab Fajar yang memecahkan kasus aneh yang menghantui pikiran Aldi dan Radit.
Mereka berdua mengangguk-angguk. Dan berjalan masuk ke kelas mereka yang sudah ada guru yang mengajar.
Fajar menyalami guru yang kini sedang memanggil nama-nama siswa kelas XII MIPA 1. "Untung saya absen baru sampai namanya Bambang, jadi kalian masih belum di Alfa." ujar Bu Yatmi.
"Hehe, untung namaku Hendranta Aldirafa." ujar Aldi, dia itu punya banyak nama di sekolah. Guru-guru memanggilnya Hendra, kalau pacarnya memanggilnya Rafa, nah kalau sahabatnya memanggilnya Aldi.
"Apaan sih Al, gak jelas kamu tuh." ucap Fajar.
"Yang jelas hanya perasaanku pada Alya seorang." jawab Aldi ngawur di depan Bu Yatmi.
"Hendra! Cepat sana duduk malah mengobrol, mengganggu sekali." ujar Bu Yatmi yang sudah naik pitam. Akhirnya mereka berdua duduk dibangku mereka masing-masing
KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable You
Humor|| Teenfiction || Angkasa Series || Jika sudah tertarik pada seseorang, kamu akan terus menarik perhatiannya. Jangan tanyakan kenapa? Tidak akan ada yang tau, rasanya alami. Datang dari diri sendiri tanpa perlu dorongan.