Kelas yang ramai karena guru mata pelajaran tidak mengajar alias jam kosong. Biasanya hal ini membuat hati Fajar senang. Tapi tidak dengan saat ini.
Dia dan sahabatnya sedang tidak mengobrol. Rasanya sangat aneh setelah kejadian beberapa jam yang lalu.
Masih terbayang dipikiran Fajar, tangan Aldi yang membabi buta seorang adik kelas yang lemah. Wajah Alya yang terseyum puas melihat pacarnya memukuli orang. Serta Senja yang paling Fajar tidak menyangka.
Fajar tak terlalu tau seperti apa Senja,yang dia tau, Senja itu ramah dan suka membuat orang lain tertawa. Namun hari ini? Fajar tak menyangka Senja akan segitu marahanya.
Mungkin jika Fajar diposisi Senja, dia akan melakukan hal yang sama.
"Jar?" Aldi memanggilnya.
Lamunan Fajar buyar, "Apa Al?" tanya Fajar.
"Maaf ya." perkataan Aldi membuat Fajar malah marah.
"Kamu minta maaf sama orang yang salah Al." ujar Fajar.
Aldi menyirit bingung. "Aku harus minta maaf sama mereka?" tanyanya.
Fajar mengusap kasar wajahnya. "Terus? Kamu mau minta maaf ke siapa lagi."
"Buat apa aku minta maaf ke mereka yang gak bisa menghargai orang lain." Aldi masih kekeh bahwa adik kelasnya yang salah.
Dia tidak tau bagaimana kejadian sebelumnya.
"Kalau asumsimu itu salah kamu mau apa?" tanya Fajar.
"Apa aku tanya dulu sama Alya?" Aldi bertanya lagi.
Hal itu membuat Fajar semakin jengah. Jika cinta bisa membuatmu bodoh, maka jangan dulu jatuh cinta.
"Kamu percaya sama dia?" Fajar berbalik tanya.
"Aku percaya." jawab Aldi dengan percaya dirinya.
"Bodoh." tiba-tiba Radit berujar.
"Kalau kamu tanya sama pacarmu, dia bakalan bohong. Seandainya dia salah, dia bakal tutup rapat kesalahannya." Radit berujar dengan nada tinggi. "Kemungkinan terburuknya, dia akan membuatmu semakin marah ke mereka."
Aldi menjadi tercengan. Dia berpikir teman-temannya mengkhianatinya, tak ada yang membelanya.
"Kenapa kalian bela mereka?" tanyanya, emosi Aldi sudah tersulut.
"Selama hidup saya tidak akan membela orang yang yang salah." ujar Fajar lalu pergi keluar.
Disusul Radit yang berdiri dari duduknya. "Walaupun kamu temanku, salah tetaplah salah." ujar Radit.
Aldi menjadi emosi, dia menggebrak mejanya. Membuat orang di kelas itu langsung menoleh dan berbisik satu sama lain.
Kabar itu cepat sekali menyebar. Mungkin sebentar lagi Aldi akan dipanggil ke ruang BK.
Radit dan Fajar sudah berada di tangga dekat kelasnya. Tempat duduk paling nyaman menurut mereka.
"Aku kok nyesel ya Jar." ujar Radit. "Aku marah sama Aldi, kita berteman sudah hampir 3 tahun. Tapi gak bela dia sama sekali." lanjutnya.
Fajar mendesah pelan. "Biar dia berpikir Dit."
"Apa kita tanya sama mereka?" tanya Radit. Dia masih penasaran dengan apa yang terjadi.
"Jangan sekarang, kamu tau tadi Dik Senja marah?" ujar Fajar.
Radit langsung bergidik ngeri. "Iya Jar, gak berani aku."
"Minta saja pacarmu tanya ke mereka, kan dia juga teman baiknya." sebuah ide cemerlang datang ke kepalar Radit.
"Tumben pinter Dit." puji Fajar yang sebenarnya mengejek.
"Memang lah, cepet telepon pacarmu."
"Sabar." Fajar mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi Luna.
"Assalamualaikum Dik." ujar Fajar lembut.
"Bisa kamu tanya ke teman-temanmu apa yang terjadi tadi?" pinta Fajar.
"Iya Kak saya akan tanyakan." jawab Luna.
Dia menjeda panggilannya. Tak berselang lama panggilan itu kembali.
"Tadi Kak Alya ke kelas saya, terus mau minta maaf. Tapi Septian langsung marah terus dorong Kak Alya." ujarnya.Fajar benar-benar tak percaya. Kenapa bisa ceritanya seperti itu? Apa Luna berbohong padanya?
Yakin tidak yakin, Fajar tak langsung percaya 100%. Radit juga tidak percaya dan menelan ucapan itu bulat-bulat.
"Kayaknya bukan gini ceritanya." ujar Radit.
"Baru saja aku mau minta maaf, tapi gak jadi setelah mendengar itu." suara itu membuat Radit dan Fajar kaget.
Sejak kapan Aldi ada disana. "Jangan langsung percaya dulu Al." ujar Fajar.
Aldi sudah tidak tenang, emosinya masih berada di puncak kepala. "Itu kata pacarmu Jar, yang sudah pasti jawabannya itu."
"Mana mungkin Al, mana ada teman yang menceritakan hal semacam itu?" Fajar menjadi marah. Dia tidak menyangkan temannya punya pikiran sedangkal ini.
"Sudah, jangan buat aku marah. Aku gak akan ganggu mereka asal mereka gak ganggu Alya lagi." ujar Aldi.
"Dasar bucin!" gumam Radit.
Terdengan di telinga Aldi hanya seperti orang kumur-kumur. Jadi Aldi tak mempedulikan itu.
"Nanti kalau pacarmu salah, kamu jangan menyesal Al." nasihat Fajar.
Dia tidak akan suka hal ini berlarut-larut. "Gak usah dibahas lagi, toh sudah lewat." timpal Radit.
"Kita jalani saja hidup masing-masing seperti dulu." ujar Fajar.
Aldi mengangguk setuju. "Nah gini kan adem jadinya." ujar Aldi.
Mereka tertawa kembali. Amarah Aldi juga sudah berkurang. Namun tanda tanya dibenak Fajar dan Radit belum hilang.
Akan bertanya pada siapa? Bagaimana jalan cerita yang sebenarnya?
Dalam hati Fajar tidak sepenuhnya yakin, tidak mungkin adik kelasnya utu akan marah jika ada orang yang ingin meminta maaf.
Hal itu akan sangat aneh. Apa kesalahan mereka? Mungkin kejadian ini masih ada hubungannya dengan hari dimana Fajar meresmikan hubungan dengan Luna.
"Dit, bisa tolong aku gak?" tiba-tiba Fajar berujar ditengah keheningan.
"Apa Jar?" tanya Radit, Aldi yang tidak dipanggil pun ikut menoleh.
"Tolong kamu ke kantin, aku kehausan. Rasa dahaga ini sudah tidak lagi tertahan." ujar Fajar.
"Halah, kamu pikir aku pembantumu?"
Fajar memasang wajah memelas. "Ayo lah, aku sudah tidak punya tenaga untuk ke kantin."
"Gak mau Jar." Radit tetap kekeh menolak permintaan Fajar.
"Ayo ke kantin, aku trakir sebagai permintaan maaf." ujar Aldi.
Mata Fajar dan Radit langsung berbinar. Kaum suka ditrakir ya seperti itu.
"Kuylah." Fajar langsung berdiri dengan semangat.
"Gasken." Radit pun sama, semangatnya langsung muncul.
Mereka memutuskan untuk ke kantin. Sejenak dalam batin Fajar masih terdapat rasa binging.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable You
Humor|| Teenfiction || Angkasa Series || Jika sudah tertarik pada seseorang, kamu akan terus menarik perhatiannya. Jangan tanyakan kenapa? Tidak akan ada yang tau, rasanya alami. Datang dari diri sendiri tanpa perlu dorongan.