2. Patah

100 43 13
                                    

Masjid kini masih ramai dipenuhi siswa SMA Wijaya setelah melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Jujur sebelum diberikan sistem absensi untuk sholat dzuhur, jamaahnya tidak sebanyak ini.

Fajar juga heran dengan tingkat kesadaran teman-temannya yang masih kurang. Fajar juga tidak ingin memberikan sistem absensi ini, tapi bagaimana lagi. Jika tidak dilaksanakan majid bisa hanya berisi beberapa orang saja.

"Jar!!" panggil Aldi dengan suara emosi.

"Apa Al? Salah apa aku ini?" tanya Fajar keheranan.

"Sudah cukup kamu mainin rambutmu pakek tangan, itu lihat adik-adik kelasmu." Aldi menunjuk adik-adik kelasnya yang menatap Fajar dengan tatapan memuja.

Siapa sih yang gak akan suka sama Fajar? Sudah tinggi, putih, alim dan berpengaruh di sekolah. Author juga suka kalau ada mah🙊

"Suka-suka Fajar lah." jawab Fajar sambil menyisir rambutnya dengan tangan.

"Aku gundul juga lama-lama, gemes aku sama jambulmu." Aldi semakin gregetan dan menjambak rambut Fajar.

"Sakit Al," Fajar menarik kasar tangan Aldi. "Gila kamu, bisa-bisa kepalaku ikut copot."

"Dibilangin jangan benerin rambut disini." setelah mengatakan itu Aldi keluar masjid meninggalkan Fajar yang masih di dalam.

Fajar mengikuti Aldi yang sudah pergi meninggalkannya. Dengan tatapan kagum seorang gadis mendekatinya.

"Kak Fajar," suara lembut gadis itu masuk ke dalam indera pendengar Fajar. "Saya boleh minta tolong?" tanya adik kelasnya itu.

"Minta tolong untuk apa?" Fajar tersenyum ramah seperti biasa.

"Saya-," gadis itu menarik nafas panjang bersiap melanjutkan kata-katanya.

"LUNA-NA." merasa dipanggil sahabatnya Luna yang semula menatap Fajar kini berbalik menatap Senja yang ada dibelakangnya dengan muka cemas.

"Aku disini Nja." jawab Luna, tanpa basa-basi Senja berlari menghampiri Luna. Bahkan dia tidak sadar bahwa ada Fajar dihadapannya.

"Aku cari kamu tadi sampai ke lubang semut, ternyata ada disini tho." ucap Senja lega telah menemuka Luna.

"Jadi minta tolong dek?" tanya Fajar.

Senja langsung kaget, wajahnya di tutupi dengan ujung jilbabnya yang menjulur panjang. "Duh kenapa bisa gak sadar kalau disini ada Kak Fajar?" batin Senja.

"Gak Kak, maaf ya udah ganggu." ujar Luna, Fajar mengangguk mengerti kemudian pergi.

Senja menghela nafas lega. Melihat Fajar membuatnya teringat kejadian pagi tadi saat dikantin. Walaupun seragam Fajar sudah bersih tapi Senja yakin jika luka terkena soto panas milik Senja belum sembuh.

Senja masih terdiam, menatap Fajar yang berjalan sangat pelan. Terkadangan wajah Fajar terlihat kesakitan. Tak tega melihat hal itu, karena sakit Fajar disebabkan olehnya. Senja berinisiatif mengejar Fajar.

Tapi niatnya dia urungkan. Tak kala matanya melihat Husna-kakak kelasnya yang digosipkan dekat dengan Fajar mendekati Fajar. Mereka mengobrol dan terlihat wajah bahagia terpancar dari wajah Fajar.

Hati Senja sakit? Benar memang sakit. Senja memang bukan bagian penting dari hidup Fajar jadi tak seharusnya dia begini. Tapi Fajar adalah bagian penting dari hidup Senja.

"Nja? Kamu kenapa?" Luna khawatir terhadap Senja, wajah Senja yang semula ceria kini menatap sedih ke arah Husna dan Fajar.

"Kamu suka sama Kak Fajar?" tanya Luna. Tanpa sadar Senja mengangguk.

Luna merangkul pundak Senja dan membawanya pergi. "Aku mau kasih tahu," ujar Luna. Senja mulai tersadar dari lamunannya dan menatap Luna bingung. "Mencintai seseorang yang dicintai banyak orang itu susah. Kamu akan merasakan sakit hati yang lebih banyak." lanjutnya.

"Bukan aku mau menakutimu, aku juga gak bermaksud untuk membuatmu menjauhi Kak Fajar. Tapi aku kasih saran, kamu harus selalu sabar dan kuat." Luna menepuk bahu Senja memberikannya kekuatan.

Senja langsung memeluk erat Luna. Memang hanya Luna lah yang mengerti setiap keluh kesahnya.

"IJUL!! AKU TERHARU." Septian tiba-tiba berteriak. Luna dan Senja refleks melepas pelukan mereka.

"Kamu kenapa tho Yan? Sudah gila?" Julian heran dengan sahabatnya yang satu ini. Laki sih laki tapi hobinya teriak-teriak kaya perempuan saja.

"Tadi tuh Jul, Senja nangis terus tiba-tiba mereka pelukan. Aku kan jadi terharu." ucap Septian dengan polosnya.

Satu jitakan keras meluncur ke kepala Septian. "Biasa itu cewek memang suka gitu," ketus Julian. "Kamu cowok jangan gitu-gitu amat kenapa? Malu aku tuh."

"Ibumu dulu nyidam apa sih Yan? Kok anaknya gini amat." ejek Luna, Senja tertawa geli.

"Kata Mamak, dulu pingin punya anak perempuan tapi lahirnya aku yang terlalu tampan ini." jawab Septian dengan pedenya.

Bisa dikatakan Septian memang cukup tampan. Apalagi jika tersenyum, Septian bisa menjadi berkali-kali lipat lebih tampan. Berebeda dengan Julian, nama bule tapi wajah lokal banget. Kulitnya hitam gosong sebab keseringan main layangan waktu kecil. Makanya dia dipanggil Ijul.

"Yan kamu pacaran sama Vanny ya?" tanya Senja tiba-tiba.

Berita hangat diantara kelas X SMA Angkasa yaitu Septian berpacaran dengan Vanny. Teman seangkatannya yang berada di kelas X IPS 2.

"Ngawur," jawab Septian. "Aku sama Vanny cuma teman." Septian menunduk sembari tersenyum malu seperti anak perempuan.

"Ihhh banci, jangan deket-deket." pekik Julian tak kala melihat semburat merah terpancar di pipi Septian.

"Apa salah Septian Ya Allah kenapa Septian selalu ditindas." ujar Septian mendramatisir, dia menengadahkan tanganya seperti sedang berdoa.

"Salahmu banyak, kemarin kamu ke kantin beli gorengan lima kamu bilang cuma makan dua." ketus Julian membeberkan aib Septian.

"Gak kebalik ya Jul?" tanya Senja. Dia hafal kelakuan Julian yang memang sering mengutang.

"Ya tidak lah. Julian Widiansyah itu anak yang jujur, suka menolong, rajin menabung dan sayang anak." Julian mulai menyombongkan dirinya.

Senja, Luna, dan Septian membuat ekspresi seperti ingin mutah. "Jijiq, sayang anak macam penjual mainan aja." ejek Senja.

"Sayang anak sayang anak, sayang pacar sayang pacar." teriak Septian seperti penjual mainan anak-anak yang sering berkeliling.

"Yang penting jangan sampai sayang mantan." ujar Luna. Dan mereka tertawa kencang.

"Mantan? What it is?" tanya Septian. Dan berhasil membuatnya mendapat sebuah pukulan dari tangan Senja.

"Gayanya sok inggris nilainya aja masih remidi." ejek Senja.

"Biarkan remidi asalkan gak sendiri. Daripada temen sekelas remidi dia gak ikut sendiri." sindir Septian. Kepada siapa lagi kalau bukan Senja, karena memang Senja adalah siswi yang pintar sejak SMP. Apalagi dipelajaran matematika.

"Nyindir ya?" Senja merasa tersinggung. "Kesinggung ya?" Septian masih menganggap bercanda.

"Gak juga." jawab Senja ketus. "Maaf Nja, aku cuma bercanda." ujar Septian sadar bahwa Senja sudah menganggap serius candaannya.

"Santuy mas bro, canda doang." jawab Senja dengan tertawa ringan.

Mereka bercanda gurau, tak sadar bahwa bel masuk sudah berbunyi dan mereka masih di masjid. Bergegas mereka ke kelas, takut jika terlambat lalu dialfa.

Adorable YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang