Senja sampai di rumahnya, dia melanggar janjinya. Dia tidak bertemu Fajar di coffee shop.
Dia tidak mau membuat sahabatnya tambah marah. Akhirnya dia memilih pulang dan membiarkan Fajar.
Senja juga tau kalau Fajar ke sana bersama dengan Luna, jadi itu bisa menambah dekat hubungan Luna dan Fajar.
Lagipula Senja lebih suka berada di rumah dan rebahan. Namun acara rebahanmya terusik, tatkala terdengar suara ketukan pintu dari pintu kamarnya.
"Senja." suara seorang perempuan dari arah luar.
Senja langsung membuka pintu dan tersenyum gembira. "Kak Jena," Senja langsung memeluk kakak perempuannya.
Dia melepas rasa rindu dengan kakanya yang habis kuliah di kota lain. "Kok kakak udah pulang? Emangnya libur?" tanya Senja.
"He'eh, kangen sama adekku yang jelek." jawab Jena sembari menyentil dahi Senja.
"Aduh, sakit Kak." Senja mencebikkan bibirnya.
Jena beralih memluk Senja erat. "Dih sok, masa anak bapak gitu aja sakit." ledek Jena.
"Biarin, anak bapak juga perlu sok sakit biar dikira perempuan bukan laki-laki." jawab Senja.
Jena langsung tertawa kencang. "Ya Allah Nja, kamu masih bar-bar ya? Pasti masih jomblo nih?" tebak Jena yang tak henti-hentinya tertawa.
Senja menghela nafas kasar. "Kakak mah suka ngejek, sekarang udah ada kemajuan ya." ujar Senja.
"Aku yakin temanmu masih cowok semua." tebak Jena lagi dan itu benar.
Sejak kecil memang teman Senja mayoritas laki-laki, melakukan permainan yang memang sering dilakukan anak laki-laki. Maka dari itu sifat Senja jadi bar-bar.
Dan selain Fajar, Senja belum pernah menyukai seseorang. Karena ya dia terbiasa berteman dengan anak laki-laki jadi hatinya tertutup rapat.
"Ya iya lah Kak, temenan sama cowok tuh enak." ujar Senja, "Mereka tuh gak gengsian, receh, kang lawak, asik diajak main, bisa jadi tameng juga."
Jena mengangguk paham. "Dari dulu juga gitu, kalau ditanya masih temenan sama anak cowok jawabnya pasti itu. Ibu tau kalau temanmu cowok semua?" tanya Jena sedikit berbisik.
Senja menggeleng. "Gak tau Kak, aku gak berani bilang. Kalau Ibu tau pasti marah." jawab Senja.
Jena tersenyum misterius. Lalu menarik nafas dalam. "Ibu, Senja temannya masih cowok semua." Jena berteriak sembari berlari keluar.
Senja pun ikut berlari, ingin rasanya dia membungkam mulut ember kakaknya.
"Bu," panggil Jena menghampiri ibunya yang sedang menjahit.
"Apa Jen?" Lastri-ibu Senja dan Jena menghentikan kegiatannya.
"Temen Senja masih cowok semua." ujar Jena.
Lastri sedikit kaget dengan hal itu. "Senja!" Lastri berteriak memanggil Senja.
Jantung Senja jadi terpompa tidak karuan.
"Bener kata Kakak mu?" tanya Lastri.
Senja mengangguk, "Tapi Bu-" ucapan Senja terjeda.
"Sudah ibu bilang berapa kali? Kamu masih gak nurut. Ibu gak suka kalau kamu berteman dengan anak-anak cowok." bentak Lastri.
Bagi Senja ini hal biasa. Ibunya tidak suka dengan kelakuan Senja. "Tapi Bu, teman Senja baik kok." jawab Senja.
"Gak ada tapi-tapian, kelakuanmu begini kan karena kamu berteman dengan anak cowok." Lastri semakin marah dan sukses membuat Senja meneteskan air mata.
"Apa ta Bu? Senja salah apa lagi?" Bayu-bapak Senja dan Jena datang. "Setiap hari Senja kena marah, Senja rajin kena marah, Senja malas kena marah, Senja dapat nilai bagus kena marah, Senja dapat nilai jelek apalagi. Segitu gak sukanya kamu sama Senja?"
"Bapak tuh bela Senja terus, padahal udah tau kalau Senja salah." ujar Bu Lastri.
"Senja gak salah, Ibu yang salah. Senja itu pinter, baik, penurut tapi Ibu masih saja marah-marah." protes Pak Bayu.
Dan terjadilah cek-cok antara sepasang suami istri tersebut. Senja masih terdiam, mulutnya kaku untuk berucap. Jena pun sama, dia tidak menyangka akan terjadi masalah besar.
"Maaf, ini semua salah Senja." Senja lalu pergi dan masuk ke kamarnya.
Dia mengunci rapat pintu kamarnya. Sebenarnya dia marah, ibunya terus melarangnya untuk berteman.
Dan dia juga kecewa kepada kakaknya. Memang mulut kakaknya tidak bisa dijaga, Senja tau itu. Tapi tidak begini caranya.
Di kamar Senja menangis. Meskipun dia memiliki jiwa lelaki, tapi dia juga perempuan yang sensitif. Sesekali dia menghela nafas untuk mengatur emosinya. Karena Azka lah yang membuat Senja merasa benar-benar harus mengontrol emosi.
Ponsel Senja bergetar, dia tidak minat untuk mengambil ponselnya. Jadi dia membiarkannya.
Sejenak ponsel itu berhenti bergetar, tapi kini malah berdering. Ada sebuah panggilah masuk.
Kak Fajar is calling
Dalam hati Senja bimbang harus menjawab atau tidak. Senja yakin kalau kakak kelasnya itu hanya akan menanyakan alasan mengapa dia tidak datang.
"Assalamualaikum Dek." suara berat milik Fajar masuk ke indera pendengaran Senja.
"Wa'alaikumsalam." jawab Senja.
"Maaf Dek ganggu waktunya,"
"Iya Kak, gak apa-apa."
"Kamu tadi kemana ya Dek, saya tunggu kok tidak datang?"
Benar dugaan Senja, pasti Fajar akan menanyakan hal itu.
"Eh, maaf Kak saya lupa." bohong Senja, nada suaranya dia buat seolah sedang kaget.
"Oalah, gak apa-apa Dek. Lagian salah saya juga gak ngingetin lagi." terdengar suara tawa kecil dari Fajar.
Detak jantung Senja tidak karuan, ini pertama kalinya dia mengobrol dengan Fajar lewat telepon.
"Kalau gitu ya sudah Dek, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." jawab Senja lalu telepon ditutup oleh Fajar.
Suara ketukan pintu dan orang yang memanggilnya, tapi Senja enggan untuk bergerak dari posisi rebahannya.
"Senja." panggil Bayu, Senja sama sekali tidak menggubrisnya.
Katakan saja sedang tidak sopan, membiarkan ayahnya memanggil-manggil namanya.
"Senja, ayo mancing kemarin kata bapaknya Edo di sungai lagi banyak ikannya"
Dia masih tidak merespon, sangat enggan untuk pergi keluar. Apalagi nanti melihat ibunya.
"Ya sudah kalau gak mau." Pak Bayu.
Seja tetap mengurung dirinya di dalam kamar. Sebekum hatinya tenang, dia enggan untuk keluar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable You
Humor|| Teenfiction || Angkasa Series || Jika sudah tertarik pada seseorang, kamu akan terus menarik perhatiannya. Jangan tanyakan kenapa? Tidak akan ada yang tau, rasanya alami. Datang dari diri sendiri tanpa perlu dorongan.