3. Obrolan Menyakitkan

83 40 22
                                    

Kelas yang semula hening kini mulai ramai. Manusia-manusia yang semula diam kini mulai berbicara. Sebab guru yang mengajar hanya memberikan catatan dan pergi.

Senja yang masih fokus mencatat menjadi terganggu. Teman-temannya sudah berisik. Apalagi Septian dan Julian yang sudah menceloteh tidak jelas.

"Jul, tadi kamu dicari." ujar Septian. Percayalah bahwa tidak ada yang mencari Julian. Itu hanya bualan semata.

"Aku?" tanya Julian. "Iya kamu Jul." jawab Septian.

"Aku? Jadi duta sampo lain? Hahahaha, dulu pernah coba sampo lain tapi rambutku rontok lagi." ujar Julian. Memang seperti itu, dasar korban iklan!!

"Hilih, kamu ini. Besok bukan cuma rambutmu yang rontok, tapi kepalamu sekalian." ketus Septian.

"Eh iya Yan, aku ada kabar gembira untukmu." Julian kembali memulai obrolan. Senja sedikit penasaran apa kabar gembira yang akan Julian sampaikan.

"Apa Jul?" Septian dengan rasa penasaran yang sangat besar pun bertanya. "Kabar gembira untuk kita semua, kulit manggis kini ada ekstraknya." Julian bernyanyi seperti iklan ditelevisi. Benar-benar korban iklan.

Senja menghela nafas kasar. "Aku pikir tadi ada kabar gembira apa. Ternyata, dasar korban iklan!!" ujar Senja.

"Loh kamu tadi denger aku ngomong tho Nja? Aku kira gak." ujar Julian dengan polosnya.

"Kamu kira suara toamu ini aku gak dengar?" bentak Senja yang langsung mendapat perhatian dari teman-temannya.

"Apaan sih Nja? Kenapa teriak-teriak?" tanya Lelli.

"Loh kamu tadi dengar aku ngomong tho Lel? Aku kira gak." ujar Senja mengikuti logat Julian.

"Mana ada orang yang gak dengar suaramu itu." jawab Lelli.

"Heee!! Diam semuanya aku mau ngomong sesuatu." ujar Septian.

"Apa?" tanya Lelli dan Senja bersamaan.

"Yang ada dihatiku sesuatu, yang ada dihatimu sesuatu juga." Septian mulai menyanyi, dapat diakui suara Septian memang bagus.

"Gak lucu nyet." kata yang terlontar dari mulut Julian bersamaan dengan jitakan keras yang Septian rasakan.

"Sakit Jul, Bang Jul!" protes Septian.

"Berisik amat jadi bocah, aku bungkam nanti mulut kalian nanti pakai kaos kaki Roni." Luna yang sedari tadi diam kini sudah marah. Awalnya dia mencoba menahan tapi lama kelamaan tidak tahan.

"Diam-diam, Bu Luna sudah marah nanti kalian habis dimakan." Senja bergidik ngeri seperti bertemu singa.

"Ashiap." ujar Septian dan Julian bersaman. Memang mereka paling kompak kalau mengatakan itu.

Kemudian kelas menjadi hening kembali. Dua orang absurd itu sudah lelah. Mereka berdua kini tidur dengan tangan mereka yang menjadi bantal.

Senja juga heran kenapa mereka berdua cepat sekali tidur. Padahal belum lama tadi mereka sangat berisik. Apa mereka sebenarnya robot dan sekarang kehabisan baterai? Malah pikiran Senja yang menjadi aneh.

Karena suasana sudah menjadi sepi dan cacatan Senja juga sudah selesai, dia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Bukan hanya untuk membaca buku, tapi juga mencari Wi-Fi biasalah hemat kuota.

Perpustakaan jaraknya cukup jauh dari kelasnya. Senja berjalan dengan santai sampai sebuah pemandangan indah muncul di depan matanya.

Fajar bersama kedua temannya yang sebelas duabelas dengan kedua sahabat Senja, apakah mungkin mereka kakak beradik?

Fajar sedang duduk dibangku depan perpustakaan. Jika saat itu ada pemeriksaan detak jantung mungkin alat itu tak akan bisa mengukur detak jantung Senja.

"Dek!" yang jelas itu bukan Fajar, yang benar saja Fajar menyapa Senja. Itu adalah Radit, dia punya julukan di sekolah sebagai playboy cap badak. Bagaimana tidak, Radit selalu gonta-ganti pacar setiap bulan eh salah setiap minggu. Padahal mukanya pas-pasan.

Senja hanya tersenyum lalu menundukkan kepalanya. Membetulkan jilbabnya lalu berjalan masuk ke dalam perpustakaan.

"Aku tadi beli es buah, masa isinya buah sama air sirup gak ada esnya. Kata Bu Sum esnya abis, terus itu namanya jadi buah apa masih tetep es buah?" pertanyaan konyol dan aneh yang keluar dari mulut Aldi dapat Senja dengar dari dalam perpustakaan. Senja tertawa kecil mendengar lawakan receh dari Aldi.

"Kamu tanya sana sama tukang parkir." jawab Radit emosi.

"Memangnya dia tau? Bukannya tukang parkir sukanya minum es teh." ujar Aldi dengan polosnya.

"Darimana kamu tahu kalau tukang parkir suka minum es teh, tukang parkir suka minum oli." bantah Radit.

Fajar yang geram dengan obrolan aneh kedua sahabatnya ini memilih masuk ke dalam perpustakaan. Sudah jelas kedua sahabatnya tak akan menyusulnya ke dalam, katanya sih pantangan masuk ke perpustakaan kalau bukan karena tugas.

Senja yang awalnya duduk tenang sambil memegang novel menjadi gugup. Keringat dingin langsung membasai wajahnya.

"Perasaan disini dingin dek, kok keringetan?" tanya Fajar. Tidak tahu saja bahwa Senja merasa gerah saat dirinya mendekat.

"Dingin Kak sampai kringetan." ujar Senja ngawur. Duh ngomong apa aku ini? Malu aku, batin Senja.

"Haha, kamu lucu Dek. Dingin kok malah keringetan." Fajar tertawa, matanya sedikit menyipit.

Ya Allah jauhkanlah hambamu ini dari godaan setan, batin Senja yang sudah merapalkan doa doa agar tidak terlalu fokus pada kakak kelasnya yang satu ini.

"Hehe...." Senja meringis sambil memainkan ujung jilbabnya.

"Lagi gugup ya Dek?" tanya Fajar. Aneh kenapa Fajar haru menanyakan itu padanya, jelas-jelas dari raut wajah Senja memang dia sedang gugup.

"Sama, saya juga lagi gugup Dek. Bingung saya mau gimana." Fajar menghela napas panjang seperti ada hal yang membuat dadanya sesak.

"Memangnya Kak Fajar gugup karena apa?" tanya Senja, dia berusaha mengubur dalam-dalam kegugupannya.

"Rencananya saya mau menyatakan perasaan saya ke seseorang." ujar Fajar. Muncullah tanda tanya besar dibenak Senja.

Pasti Kak Husna, kan Kak Fajar sudah dekat lama dengannya. Batin Senja

Walaupun rasanya sakit, Senja tetap tersenyum. "Kak Fajar harus bisa, kalau perasaan terlalu lama dipendam nanti takutnya dia diambil orang." Senja memberikan saran sembari tersenyum lebar.

"Terimakasih atas sarannya Dek. Semoga saya diterima, oh iya Dek-" Fajar menjeda ucapannya. "Kalau saya mau kasih hadiah, baiknya saya kasih apa ya?" tanya Fajar semakin membuat retak hati Senja.

"Memangnya dia suka apa Kak? Kalau menurutku mending di belikan sesuatu yang sangat berkesan." ujar Senja.

"Contohnya?" Fajar menaikkan kedua alisnya penasaran. "Eemmm kalau dia suka baca, belikan novel Kak pasti dia bakalan suka. Kalau dia orangnya cuek atau menurut Kak Fajar sangat spesial lebih baik Kak Fajar buatkan sesuatu." saran Senja. Wajahnya masih tersenyum lebar menampakkan bahwa dia turut bahagia dengan apa yang akan Fajar lakukan.

"Kalau begitu aku buatkan cup cake gimana Dek? Soalnya dia suka sama cup cake." ujar Fajar dengan girang. Senja mengangguk sebagai tanda setuju.

"Terimakasih Dek, lain kali kita ketemu lagi." Fajar berdiri pergi meninggalkan perpustakaan. Suasana seketika berubah, senyum yang nampak diwajah Senja kian hilang digantikan dengan setetes air mata yang mulai mengalir.

Adorable YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang