Semakin dekat dengan target. Dia menarik kerah baju orang itu. Kemudian mengepalkan tangannya.
Siswi itu langsung memejamkan mata, seperti akan menerima pukulan itu dengan lapang dada.
Senja langsung berdecak. Tatapan meremehkan langsung muncul di wajahnya. "Anda perempuan? Gak usah sok berani sama saya."
Senja menurunkan cengkeraman pada kerah baju Dewi.
Setelah itu wajah Dewi kembali berani. "Berhijab tapi kelakuan kek setan." makinya.
Senja hanya memutar bola mata malas. "Berhijab tapi gak menjaga ucapan, gak lebih baik dari kelakuan saya."
"Sabar Nja, jangan terbawa emosi." Septian menarik Senja mundur.
"Jul ayo pergi."
Septian dan Julian membawa Senja keluar dari kelas. Mereka juga heran dengan temperamen Senja belakangan ini.
Sampailah mereka di kantin. Tidak terlalu ramai hanya ada beberapa anak kelas X disana.
"Duduk dulu Nja, aku pesankan minum."
Julian bergegas memesamkan Senja minuman. Tak mau jika emosi Senja semakin meluap.
Septian melepaskan ikatan jilbab Senja, lalu menurunkan lengan baju Senja.
"Jangan gitu dong Nja, kamu jadi lebih seram dari biasanya." ujar Septian sembari bergidik ngeri.
Senja tak menjawab apa pun. Dia masih diam dengan raut muka yang menyeramkan.
"Jangan jadi psycho Nja." Septian masih berusaha keras membujuk Senja.
Tetap saja, Senja sama sekali tak bergeming. Raut wajah itu tetap melekat pada Senja.
"Yan, saudara kembarku kenapa?" tanya seorang siswi dengan berbisik di sebelah Septian.
"Weh, Fatin. Buat kaget saja." Septian terlonjak kaget.
"Kenapa Yan?" Fatin mengulangi pertanyaannya.
"Lagi emosi, serem kan?" ujar Septian. Dan Fatin mengangguk setuju.
Ijul datang dengan minuman dingin ditangannya. Satu gelas es teh sudah berada di depan Senja.
"Minum Nja, jangan diam terus." ujar Ijul.
Senja mengambil minuman itu, masih diam. Tapi dia meminumnya dengan sekali teguk.
"Haus Nja?" tanya Septian dan Julian bersamaan.
Senja tetap saja diam. Rasanya bukan sedang bersama Senja, tapi bersama hantu.
"Eh Mbak Senja, kok gak sama Mas Azka?" Bu Sum datang menghampiri Senja.
Bu Sum sedikit tau masalah Senja, dia mendengar dari Julian yang tadi panik untuk membuat es teh dengan sangat cepat.
Kali ini Senja menjawab, walau hanya dengan gelengan kepala.
"Kok ini Mbak Senja beda ya?" tanya Bu Sum pada teman-teman Senja.
Mereka semua mengangguk. Bu Sum yang kurang kenal saja merasakan perbedaan, apalagi Septian, Julian dan juga Fatin-teman Senja berbeda kelas yang memiliki tanggal lahir sama.
"Biasanya receh Bu, apalagi kalau lagi ekstra rohis. Saya sebagai saudara kembarnya merasa heran." ujar Fatin.
"Loh kembar? Kok gak mirip?" ujar Bu Sum kaget.
Septian dan Julian langsung tertawa. "Kasian kamu Fat, gak ada yang setuju kalau kamu dan Senja kembar."
"Senja saja setuju kok. Kan kita lahir dihari, tanggal, bulan dan tahun yang sama walau orangtuanya beda." Fatin meringis lebar.
Mereka mengobrol seperti biasa, melupakan keberadaan Senja yang sudah seperti patung. Senja pun berdiri dan hendak pergi.
"Mau kemana kamu Nja? Duduk dulu." Septian menarik Senja duduk kembali.
"Dek Senja." ujar seorang siswa dengan suara lembut berdiri di depan Senja.
Senja mendongak, masih dengan raut menyeramkan.
Siswa itu adalah Azka. Dia mengulurkan tangannya. Senja menatap kosong tangan itu.
"Tanganmu." ujar Azka.
"Buat apa Kak?" bukan Senja yang menjawab melainkan Septian yang kepalanya sudah dipenuhi tanda tanya.
"Mau aku genggam." jawab Azka dengan senyum lembut.
Senja membalas uluran tangan Azka. Lalu Azka menarik Senja untuk berdiri.
"Pinjam Senja ya adik-adik." ujar Azka kemudian membawa Senja pergi.
Teman-teman Senja masih kaget dan terdiam. Mereka sama-sama menyimpan sebuah tanda tanya besar. Dan membiarkan Azka membawa Senja.
Bukan tempat yang indah tapi cukup menenangkan. Azka membawa Senja ke bawah pohon dekat gerbang belakang.
"Hirup oksigen Dek, terus senyum." ujar Azka.
Dia memberikan contoh kepada Senja. Azka menarik nafas lalu tersenyum baru dia menghembuskan nafasnya.
Senja mengikuti hal yang dilakukan Azka, bedanya dia tidak tersenyum sama sekali.
"Saya lagi sama Senja apa sama setan ya? Kok jadi merinding." ujar Azka.
Senja menghela nafas panjang. Lalu dia melakukan hal yang diminta Azka. Kali ini dia tersenyum. Tak selebar biasanya tapi tetap saja itu sebuah senyuman.
"Nah gitu Dek, kalau ini saya percaya lagi sama Senja." Azka tersenyum.
Tak ada jawaban dari Senja, hanya sebuah senyum tipis terpancar dari wajahnya.
"Main tebak-tebakan yuk Dek." ajak Azka dan mendapat anggukan dari Senja sebagai jawaban.
"Kenapa kalau orang mati pas dikubur merem?"
Senja berpikir sejenak, pertanyaan aneh dan unfaedah tapi Senja tetap ingin menjawabnya. "Kan udah mati jadinya merem."
Azka menggeleng dengan senyum lebar di wajahnya. "Salah, coba tebak lagi."
"Karena waktu ajalnya dijemput matanya ditutup, gitu ya? Gak tau lah Kak." Senja menjadi bingung sendiri.
"Nyerah nih Dek?" Azka menaikkan sebelah alisnya.
"Maunya sing enggak, tapi gak tau jawabannya. Yaudan nyerah aja," jawab Senja yang sudah tidak bisa menjawab lagi.
"Karena kalau matanya kebuka nanti kelilipan." ujar Azka dengan tertawa kencang.
Senja mengerjapkan matanya berkali-kali, bingung sekaligus herah. Ternyata ada orang yang selera humornya jauh lebih receh darinya.
"Gak lucu ya Dek?" tanya Azka kecewa, niatnya untuk menghibur Senja gagal karena guyonan garingnya.
"Lucu sih Kak, tapi saya lagi badmood jadi kurang lucu." jawab Senja disertai senyum manis.
"Saya tuh receh Dek, sampai temen-temen saya bilang kalau saya gak punya selera humor," keluh Azka. "Katanya lihat Joko bernapas saja sudah bisa buat saya ketawa. Tapi rmang bener sih Dek, soalnya Joko kalau bernapas hidungnya lebar banget. Kapan-kapan saya kenalkan kamu sama Joko."
Senja menjadi tertawa akan cerita Azka. "Saya juga gitu Kak, seringkali Ijul sama Asep buat saya ketawa terus. Beruntung saya punya teman seperti mereka." meningat kebaikan kedua sahabatnya membuat Senja tersenyum semakin lebar.
"Kamu sama Luna ada masalah ya Dek? Saya lihat kalian udah gak bateng-bareng lagi."
Senja mengangguk, "Ada sedikit masalah. Tapi gak papa kok Kak, toh semua juga salah saya." jawab Senja dengan wajah sudah pasrah.
Azka menepuk kepala Senja dan mengusapnya. "Kamu pasti bisa lewati masalahmu, asal emosimu itu dikontrol Dek."
"Terimakasih Kak, emm kalau begitu saya mau pergi dulu. Takutnya nanti teman-teman saya khawatir."
Senja pergi tak lupa dia melambaikan tangannya kepada Azka, dan refleks Azka membalas lambaian tangan Senja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable You
Humor|| Teenfiction || Angkasa Series || Jika sudah tertarik pada seseorang, kamu akan terus menarik perhatiannya. Jangan tanyakan kenapa? Tidak akan ada yang tau, rasanya alami. Datang dari diri sendiri tanpa perlu dorongan.