09. Birthday Gift

3.7K 444 58
                                    

Meskipun ia sudah menyiapkan mental, dan juga mengetahui bahwa Pramana Effendi adalah rekan Papanya, Jerome tetaplah gugup saat bertemu dengan pria setengah baya yang masih terlihat gagah itu. Tatapannya tegas, dan seakan tajam menghujam Jerome dengan banyak pertanyaan yang akan diutarakannya.

"Apa kamu bilang barusan? Menikahi anak saya?"

Jerome mengangguk pelan seraya melirik Chelsea di sebelahnya yang daritadi hanya menunduk dengan wajah pucat.

"Iya om. Ijinkan saya menikahi Chelsea." Nyali Jerome sungguh besar.

Pramana terdiam cukup lama setelah mendengar jawaban Jerome. Sesekali ia membenarkan kaca mata baca yang masih bertengger di hidung, kemudian menatap kedua orang di depannya itu lagi.

"Chel, ada yang mau kamu katakan?"

Chelsea akhirnya memberanikan mengangkat kepalanya dan menghadap ke Pramana.

"Tolong restui kami, Yah." Hanya itu yang bisa Chelsea ucapkan. Ia terlalu takut.

Rasanya ruangan yang biasanya hangat ini mendadak dingin.

"Chelsea anak saya satu-satunya. Saya tidak bisa sembarangan menyerahkan anak yang sudah saya jaga kepada orang yang belum saya kenal. Saya tidak akan membiarkan anak saya jatuh ke orang yang tidak tepat dan tidak bisa membahagiakannya."

Suara Pramana Effendi terdengar tegas. Untuk perkataannya yang terakhir, Jerome tahu ia tidak bisa membuat janji untuk membahagiakan Chelsea. Toh pernikahannya dan Chelsea atas dasar keterpaksaan dan dari awal mereka tidak bahagia dengan rencana pernikahan ini.

"Kami saling mencintai, om"

Akhirnya kalimat kebohongan itu yang dapat keluar dari bibir tipis Jerome. Kemudian tiba-tiba tangannya mengambil tangan Chelsea dan menggenggamnya erat. "Tolong restui kami."

Rasanya seperti kejantanan Jerome dipertaruhkan jika ia tidak bisa meyakinkan ayah Chelsea. Ia harus mendapatkan restu dari Pramana malam ini juga. Meskipun ia harus berdosa mengucapkan berbagai macam kebohongan, seperti kata-kata 'cinta'.

Hening lagi beberapa saat. Kemudian Pramana berdehem keras sebelum berbicara lagi. Mimik wajahnya terlihat sangat serius. Bagaimana tidak? Anak tunggal kesayangannya tiba-tiba mengenalkan seorang lelaki kepadanya, dan bahkan mereka meminta restu untuk menikah. Sudah gila.

"Nama kamu siapa tadi? Saya kurang jelas dengar." Pramana menyuruh Jerome untuk menyebutkan namanya lagi, padahal dari awal Jerome sudah menyebutkan namanya dengan lantang agar nama besar Hadinata bisa meluluhkan hati Pramana. Tapi ternyata Ayah Chelsea itu malah tidak dengar dengan jelas.

"Jerome Hadinata."

Kini sepertinya Pramana dapat mendengarnya dengan jelas. Buktinya mimik wajah pria berkumis itu langsung berubah. Dapat Jerome lihat, Pramana kaget mendengar nama Hadinata.

"Siapa? Hadinata?" ulang Pramana lagi. Entah, antara pendengarannya yang sudah semakin buruk, atau ia terkejut dan tak percaya bahwa lelaki yang meminta restunya itu adalah putra dari keluarga Hadinata.

"Iya, om. Saya anak Thomas Hadinata dan Tamara Hadinata."

Detik berikutnya, mendadak Pramana tertawa keras setelah mendengarnya. Chelsea dibuat bingung, dan Jerome akhirnya bisa bernapas sedikit lega. Akhirnya nama besar Hadinata dapat membantunya untuk mendapatkan restu menikahi anak jendral. Hebat.

"Thomas sudah tahu?" tanya Pramana setelah tawanya berhenti.

"Sudah om."

Chelsea terlalu bingung dengan situasi ini. Ayahnya tiba-tiba saja melunak. Padahal belum ada pembahasan tentang klub bola antara Pramana dan Jerome. Tapi ia tetap diam dan hanya melihat sang ayah dan 'calon suaminya' itu.

Perfect Strangers (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang