23. Too Afraid To Love You

4.2K 487 131
                                    

Chelsea meneguk segelas air dingin setelah bergelut dengan pekerjaan rumahnya pagi ini. Sarapan sudah siap tersedia di atas meja, dan dapur sudah bersih dari peralatan kotor bekas masak. Tugas terakhirnya adalah memanggil Jerome untuk mengajak suaminya itu sarapan bersama. Dan karena itu, Chelsea membutuhkan persiapan mental serta memikirkan bagaimana kata terbaik untuk mengajaknya sarapan.

"Hai, Jer?"

Chelsea bermonolog sendiri di depan kulkas, ㅡseolah-olah menganggap bahwa barang elektronik itu adalah Jerome.

"Pagi, Jer. Sarapan yuk?"

Lagi-lagi Chelsea menghela napasnya panjang. Merasa aneh dan sangat canggung.

"Sarapannya udah siap. Turun sekarang." Chelsea menepuk dahinya, Jerome bisa tambah galak jika ia berkata seperti itu.

Diacaknya rambutnya karena frustasi. Demi Tuhan, sejak kejadian tadi malam, ia takut untuk berhadapan dengan Jerome. Namun, Chelsea ingin sekali untuk menjelaskan secara detil bagaimana dirinya dengan Bara bertemu di cafe. Tidak ada janji, dan Chelsea pun juga tidak tahu kenapa Bara bisa tiba-tiba datang menemuinya. Semua kesalahpahaman ini harus diluruskan agar semuanya jelas. Chelsea harus berusaha menjelaskan semuanya, entah nanti reaksi Jerome seperti apa, yang penting ia harus menjelaskannya terlebih dahulu.

Dan semua niat itu tiba-tiba kandas begitu saja ketika Chelsea mendapati kamar Jerome sudah kosong. Bahkan Chelsea sudah mencari suaminya itu di kamar mandi atau pun di setiap sudut apartemen, tapi tidak terlihat tanda-tanda Jerome masih berada di apartemen mewah itu.

Chelsea menghela napasnya lemah. Merasa sangat kecewa karena Jerome benar-benar tak memberinya kesempatan untuk menjelaskan kejadian tadi malam. Bahkan ia pun tidak tahu kapan Jerome pergi meninggalkan apartemennya.

Sesaat Chelsea hanya bisa duduk di sofa dengan lemas, merenungi semua hal yang mengisi kepalanya. Sesekali ia mengelus perutnya yang sudah membesar dalam lamunan. Kemudian ia mulai merogoh saku celananya untuk mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Chelsea masih berharap Jerome mengiriminya pesan, meskipun itu sepertinya tidaklah mungkin.

Ditatapnya layar ponsel itu dalam diam. Beberapa pemberitahuan grub dan juga pesan dari Bunga ia abaikan begitu saja. Dan selama beberapa menit ia hanya menatap ruang pesannya bersama Jerome. Terakhir Jerome mengiriminya pesan adalah kemarin, di mana lelaki itu menanyakan keberadaan Chelsea beberapa kali, tepat pada saat ia berada di cafe bersama Bara.

Lagi-lagi Chelsea hanya bisa menghela napas berat. Ia merasa seolah kesalahannya begitu besar hingga Jerome sangat marah kepadanya. Bahkan seharian Jerome sama sekali tidak memberinya kabar. Sampai malam menjelang, Jerome belum juga pulang.

Chelsea yang hari ini sengaja tidak pergi kemana pun, menjadi khawatir ketika menunggu Jerome yang tak pulang-pulang. Sambil memegangi ponselnya dan berulang kali melihat pemberitahuan, ia mondar-mandir seraya melirik jam dinding.

Ini sudah lebih dari jam 7 malam. Seharusnya Jerome sudah pulang. Pada akhirnya Chelsea memberanikan diri untuk melakukan panggilan di nomor Jerome. Tapi sayang sekali, tidak ada jawaban dari Jerome. Hingga akhirnya suara ponselnya berdering nyaring, membuat Chelsea tersentak dan buru-buru mengangkatnya.

"Halo?"

"Chel."

Bukan, ini bukan suara Jerome, melainkan suara Edo.

"Iya, Do?"

"Lo baik-baik aja kan?"

"Iya. Kenapa?" jawab Chelsea bohong.

"Jerome lagi ada kerjaan ke luar kota tiga hari sama Julian."

Chelsea terdiam. Ada perasaan lega bahwa Jerome baik-baik saja, tapi setengahnya ia sangat merasa kecewa karena bukanlah dari Jerome sendiri ia mendapat kabar ini.

Perfect Strangers (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang