Hari ini sangatlah kacau.
Jerome menghempaskan tubuhnya begitu saja di ranjang besarnya. Kedua bola matanya memandang kosong langit-langit kamar berwarna putih itu. Sudut bibirnya tampak masih lebam, dan kemejanya juga terlihat berantakan.
Beberapa saat waktu berlalu, Jerome masih pada posisinya. Kepalanya terasa sangat berat, hingga luka lebam di sudut bibirnya seolah tak ia rasakan.
Bayangan kejadian tadi sore terus menyerangnya. Bara, sudah mengetahui segalanya. Bukan takut akan gertakan Bara kepadanya, tapi ada sesuatu hal yang mengganjal di hati Jerome.
Seharusnya tidak begini. Seharusnya Jerome hanya perlu tidak memedulikan semua kekacauan tadi sore itu. Biarlah Bara tahu sekarang, toh cepat atau lembat semua orang juga pasti akan tahu alasan mengapa ia dan Chelsea menikah secepat itu. Iya, seharusnya begitu.
Tapi Jerome tetap tidak bisa tak memedulikannya. Ada sesuatu yang Jerome pun tidak tahu, kenapa rasanya ada yang mengganjal di hatinya. Hingga ia harus mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya saat ini.
Selang beberapa saat akhirnya lelaki itu pun bangkit. Sempat duduk di tepi ranjang sebentar, ia kemudian bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Begitu selesai, Jerome yang sudah berganti baju itu melangkah keluar kamar. Tenggorokannya terasa sangat kering, ia butuh air mineral di dapur.
Sesampainya Jerome di dapur, ia hampir membalikkan badan lagi. Ada Chelsea di sana, sepertinya habis meminum segelas susu.
"Jer."
Suara panggilan Chelsea menghentikan niat Jerome untuk memutar balik badannya. Namun Jerome tidak menjawabnya, dan hanya menatapnya dingin.
Chelsea terlihat menghela napas dahulu sebelum bersuara. "Mau gue obatin lukanya?"
Dengan segala gengsinya, tentu Jerome menolak. Lagipula, ia merasa sangat canggung berhadapan dengan istrinya itu. Emosinya juga masih belum stabil akibat kejadian tadi sore.
"Enggak perlu." Jawab Jerome seraya membuka kulkas dan mengambil sebotol air mineral di sana.
Saat Jerome sedang meneguk minumannya dengan sangat rakus, ia tahu Chelsea bergerak pergi meninggalkannya. Sambil masih meneguk minumannya, ujung matanya memantau pergerakan Chelsea di ruang tengah. Entah apa yang wanita itu cari di sana. Kemudian Jerome mengalihkan pandangannya lagi untuk mencoba mengabaikannya. Hingga saat Chelsea sudah naik ke lantai atas, Jerome keluar dari dapur dan segera melesat kembali ke kamarnya.
Begitu sampai di kamarnya, kedua matanya membelalak lebar melihat sekotak obat sudah berada di atas ranjangnya. Dan juga ada semangkuk es dan handuk kecil di atas nakas.
Tidak usah bertanya siapa yang menaruh ini semua di kamarnya, tentu saja Chelsea. Jerome hampir saja tersenyum, tetapi ia malah kesakitan karena ujung bibirnya belum terobati.
Tanpa menunggu lama, Jerome mengompres luka bekas tinjuan Bara dengan air es yang disiapkan Chelsea. Sedikit nyeri, hingga Jerome mengernyit menahan sakitnya. Dibukanya kotak obat dan mengambil salep yang tertempel sebuat notes tulisan tangan Chelsea.
'Pakai ini.'
Jerome melepas notes berwarna kuning itu, lalu dipandanginya beberapa saat sebelum kertas itu ia taruh di atas nakas.
Ia tahu bahwa Chelsea merasa bersalah terhadapnya. Gara-gara perbincangan Chelsea dengan Bunga, Bara menjadi tahu semuanya dan membuat Jerome harus merasakan tonjokan keras dari musuhnya itu. Tapi Jerome sama sekali tidak menyalahkan Chelsea dalam hal ini. Hanya saja, Jerome terus kepikiran dengan perkataan terakhir Bara kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Strangers (✔)
Hayran KurguJerome dan Chelsea, dua orang yang harus terjebak di dalam ikatan pernikahan dengan rasa keterpaksaan. Setelah mengalami kejadian terbodoh yang mereka lakukan pada malam itu, di Bali. ㅡ ( FF LOKAL - 97L ) ©adoravble