Aku mengetuk pintu kamar Nur,
"Nur, jangan sedih nanti kubelikan kelinci" namun tidak ada jawaban.
"Nur, aku akan mengacak-acak kebunmu" tetap tidak ada jawaban.
"Aw, nur...nur... Kakiku digigit ular, sakit sekali"
Dia membuka pintunya dan keluar sambil menginjak kakiku.
"Aw aw...sakit Nur" aku meringis kesakitan.
"Cepat mandi, lalu ikut denganku untuk mengikuti wawaler" dia masih terlihat sedih.
"Siap komandan" aku meletakkan tangan didepan dahiku.
Setelah selesai mandi kami berkumpul didepan rumah pak RT, waktu kecil dulu hampir setiap tahun aku dibawa kedesa ibuku yaitu bondosewu.
Aku jadi rindu kampung halaman ibuku, sebelum melakukan bersih-bersih kampung pak RT setempat memberikan sedikit arahan, setelah arahan sudah disampaikan kami dan warga desa lainnya langsung memencar dan mengerjakan kegiatan dengan tenang sementara itu para ibu sedang memasak didapur buatan untuk makan siang bapak-bapak yang ikut kegiatan ini. Ya tidak membutuhkan waktu lama untuk mengakrabkan diri. Nur sedang membantu ibu-ibu memasak. Terik matahari semakin menyilaukan, keringatku sudah mulai bercucuran sebelumnya aku tidak pernah mengerjakan hal semacam ini, aku berisitirahat sejenak dibawah pohon besar yang rindang, Nur membawakanku segelas air minum lalu kembali kedapur.
Terkadang aku rindu ayah dan ibuku. Akupun tertidur, ya kata Nur aku tertidur sangat pulas, dan seorang kakek menghampiriku bermaksud untuk membangunkanku.
"Nak, nak bangun. Makan siang sudah siap," kata kakek-kakek itu sambil menggerak-gerakan bahuku.
"Iya kek, terimakasih sudah memberitahu" aku menguap sebentar lalu beranjak pergi makan siang dengan semua warga desa, sungguh aku menikmati suasana ini, mereka semua sangat ramah. Nasi dibiarkan diatas daun pisang, lalu aku berbisik pada Nur,
"Mengapa nasinya tidak ditaruh dipiring? Bisikku.
"Supaya tidak merepotkan, daun ini setelah pakai bisa langsung dibuang, kalau kamu ingin menggunakan piring lebih baik kamu pulang saja makan dirumah"
"Aku suka daun pisang" aku kembali melanjutkan santap siangku.
Setelah melaksanakan santap siang bersama-sama, lalu mereka mengajak untuk shalat berjama'ah dimasjid nurul taqwa, airnya sangat dingin karena langsung dari gunung.
"Nur setelah shalat apa kita bisa pulang?" tanyaku.
"Belum selesai, katanya kamu mau mengambil foto?"
"Kameraku tertinggal dikamar, lagipula mana bisa memegang kamera"
Kegiatan dilanjutkan dengan membersihkan jalanan dari daun yang gugur, aku sangat menyukai daun yang gugur, sembari menyapunya aku membentuk daun-daun itu menjadi beberapa bentuk kepala hewan.
Pluk, kepalaku dilempar botol plastik bekas. Saat aku menoleh tidak ada siapapun ternyata nur bersembunyi dibalik pohon besar. Iya dia yang melemparku dia memang senang mengerjaiku. Tapi aku mengabaikannya, aku terlalu malas untuk membalas perempuan.
Jarum jam sudah menujukkan pukul 14.56, kegiatan wawaler atau bersih-bersih desa sudah selesai, sangat melelahkan sekali, rasanya aku ingin cepat-cepat mandi dan tidur.
"Nur, ayo pulang, badanku sudah terasa gatal"
"Kamu duluan saja, aku mau menyusul ibu dikebun"
Aku bergegas untuk pulang, sesampainya dirumah aku langsung mandi dan shalat ashar karena sudah kelelahan aku memutuskan tidur.
Nur dan ibunya pulang pada waktu magribh, dan aku belum bangun dari tidurku kata Nur.
Aku terdengar mengigau, dan tubuhku demam. Ibu mengompresku dengan kain yang direndam air panas. Agar demamku turun, mungkin aku terlalu lelah.Tak terasa sudah menjelang pagi, dengan kain yang masih menempel didahiku dan ada bubur dimeja kamar, ternyata ibu sudah berangkat bekerja dan Nur juga sudah berangkat sekolah. Aku memakan buburnya dengan perlahan, karena badanku terasa sangat pegal-pegal sekali. Aku bergegas untuk mandi dan keluar rumah untuk berjalan-jalan sebentar mengelilingi desa, baru saja beberapa langkah keluar tiba-tiba ponselku berdering ternyata itu dari pengacaraku. Dia menanyakan kabarku selama disini, hanya seputar itu, dan dia bilang kasus orangtuaku sudah tuntas. Aku sudah tahu itu dan tidak ingin tahu lagi. aku menutup teleponnya, pada saat aku melewati beberapa rumah warga kulihat banyak anak laki-laki sebaya denganku sedang bermain bola sepak. Akupun ingin mencobanya, kutanya salah satu dari mereka.
Pertama kutanya namanya, dia menjawab Ajat. Ya namanya Ajat, tingginya sama denganku namun kulitnya sawo matang.
"Kamu warga baru ya disini?" tanyanya.
"Aku hanya sebentar tinggal disini, aku ingin bermain juga." aku tidak pandai bermain bola sepak, tapi aku beberapa kali menjuarai baseball. Tidak ada salahnya untuk mencoba sembari menunggu Nur pulang sekolah. Hari sudah mulai sore, matahari akan bersembunyi untuk kembali pada esok hari, langit memerah namun aku masih asyik dengan permainan ini, Nur mungkin saja sudah pulang. Aku segera berpamitan pada ajat dan teman-teman yang lain. Aku menyusuri persawahan dan setelah sampai dirumah aku masuk bermaksud ingin segera menyegarkan badan. Namun dari belakang Nur berteriak,
"ALIII!"
Aku menutup kedua telingaku.
"Apa?" Aku menoleh perlahan.
"Kamu habis tercebur dilumpur mana lagi?"
"Oh ini, aku habis bermain sepak bola tadi" Aku tersenyum.
"Mencuci itu melelahkan, apalagi dengan noda yang yang sangat kotor seperti itu" Nur menatapku jengkel.
"Iya aku minta maaf, nanti aku yang cuci sendiri" aku langsung masuk kamar mandi dan melepas baju kotorku diluar.
"Katanya mau dicuci sendiri tapi ditinggal diluar" Nur masih mengoceh.
"Besok aku cuci" ucapku sambil menutup pintu kamar mandi.
"Aliii, sebelum kamu kembali kesana apa kamu tidak ingin berjalan-jalan terlebih dulu?" Nur bertanya padaku saat aku sedang menggosok gigi.
Aku tidak menjawabnya karena akan percuma, tidak akan jelas perkataanku.
Nur tidak mengulangi pertanyaannya lagi, dia sudah tahu aku sedang asyik mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA DI TANAH JAWA [COMPLETED]
Random"Kau ini apasih? tiba-tiba datang membawa berita buruk, dan tiba-tiba juga ingin berada di sekitarku?"~Nur "Aku ini malaikat pelindungmu, aku diutus datang kesini oleh ayahmu"~Ali