Bab 4, part 13

21 0 0
                                    

Perempuan itu sulit untuk ditebak, besok aku dinas pagi, dan hari ini aku akan menghabiskannya dengan tidur, setelah sarapan aku langsung menghempaskan badanku kekasur, Chiko hanya menatapku, sepertinya dia marah karena aku tidak pernah mengajaknya bermain lagi.

Sepertinya besok aku harus mencari pengasuh untuk Chiko, kasihan kalo dia terus sendiri, lalu aku teringat dengan pasien yang menyebalkan semalam, iya Anggun pasti mau menerima Chiko.

Seperti biasa aku hanya bangun pada saat waktu makan dan solat, selepas itu aku kembali tidur lagi. Mataku sudah seperti mata panda yang menghitam.

Hari itu tidak ada yang aneh, karena aku hanya menghabiskan waktu libur hanya didalam apartemen, esoknya aku membawa sapu tangan dan payung dokter Diana, rupanya dia dinas sore, mungkin nanti kalau aku pulang dia baru datang.

Pagi-pagi itu waktunya aku memeriksa keadaan vital pasien vviv, dan kamar pertama yang harus aku masuki adalah kamar Anggun, wah sepertinya tidak beres kalau aku mulai dengan memeriksa dia, lalu aku memulainya dari yang paling ujung, suster yang ikut denganku kebingungan.

"kenapa gak dari kamar ini dok?"

"penghuninya menyebalkan, nanti saja itu yang terakhir" jawabku.

"oh baik dok"

Baru saja aku membuka pintu pasien kamar sebelahnya, dia sudah membuka pintu dari dalam dan langsung menghampiriku.

"dok, kenapa engga aku duluan? aku janji tidak akan menolak untuk diperiksa"

Waaah, gadis itu memang pandai merayuku.

"tapi jalan-jalannya nanti saja ya pas aku istirahat makan siang?"

"iya dokter yang cerewet" ucapnya sambil kembali ketempat tidurnya.

Setelah aku memeriksanya, keadaannya normal dan cedera dikepalanya semakin hari semakin membaik.

"nanti setelah istirahat dokter kesini ya, katanya janji mau ajak jalan-jalan?"

"gimana kalo setelah pulang saja? supaya lebih panjang waktunya"

"siap komandan" dia memberi hormat padaku.

Para suster tersenyum dengan melihat kedekatanku dengan pasien ini, aku hanya ingin punya adik dari dulu. Apalagi kalau perempuan.

Selepas dinas aku menemani anggun untuk berjalan-jalan di taman, dia hanya meminta eskrim saja, setelah itu dia malah diam tidak bicara sepatah kata pun. Tiba-tiba ponsel kuberbunyi, ya itu dari sari. Seperti biasa dia menanyakan kabarku hari ini.

"kenapa SMSku gak di bales-bales? kamu sibuk?"

"walaikumsalam. Kenapa kebiasaan gak ucap salam dulu?"

"assalamualaikum, maaf aku tuh kesel sama kamu, aku aja yang lagi kerja nyempetin buat sms kamu, tapi kamu mana? kamu sibuk sama perempuan lain?"

"siapa dok? Suaranya kencang sekali sampe kedengeran kesini" dengan polosnya Anggun berkata seperti itu.

"itu siapa ? kamu lagi jalan sama siapa ?" emosi Sari makin menjadi-jadi padahal aku dengannya tidak punya hubungan apa-apa. Tapi memang kita dekat, Sari yang kukenal pertama kali jadi jauh berbeda dengan dirinya sekarang.

"lagi pula kita ini memang punya hubungan apa sih? kenapa kamu selalu marah-marah?"

Hanya ada suara tangis disana, ah Aliiiii kamu malah membuatnya menangis.

"Sar maafpin aku? aku gak bermaksud buat bikin kamu nangis, tapi aku ini sedang ditaman bersama pasienku, dia itu masih kecil minta ditemani jalan-jalan"

Hanya ada bunyi tut tuuut tut disana, dan telponnya sudah dimatikan olehnya. Wah pilot cantik yang kukira lemah lembut itu ternyata berbanding terbalik, kesan pertama saat aku melihatnya main biola itu sangat berbeda dengan caranya bersikap sekarang.

Aku melamun sebentar lalu anggun si pasien jahil itu malah menepuk pundakku dengan keras.

"tadi itu pacar dokter ya? kenapa? dia marah gara-gara denger suaraku?"

"udah jangan dibahas, gimana? kamu ingat sesuatu gak? atau memang tempat ini belum pernah kamu kunjungi sebelumnya? tapi aku masih heran dengan orang yang membiayai perawatanmu dirumah sakit"

"aku gak inget apa-apa dok, aku juga gak tau tempat ini. Orang itu katanya yang menabrak mobil yang sedang kukendarai, itu adalah bentuk tanggung jawabnya, jadi biaya rumah sakitku di tanggung oleh dia, dia masih muda, dan dia sangat menyesal telah menghilangkan nyawa kedua orang tuaku, sepertinya nama Anggun adalah nama yang ada dibalik foto perempuan paruh baya. Sepertinya itu ibuku. Lalu perempuan itu membawaku dan menamaiku Anggun, aku tidak bisa marah padanya sebab aku gak inget apa-apa tentang hidupku sebelumnya"

"tapi orang itu masih sering mengunjungimu?" tanyaku penasaran.

"pertama kulihat setelah aku sadar itu minggu lalu, dia membawa buah-buahan dan tersenyum padaku, senyumnya begitu manis, tapi dia tidak terlalu cantik, sepertinya belum menikah dan wanita pekerja keras"

"masalahmu tidak dibawa ke kantor polisi?"

"tidak, aku rasa akan percuma. Aku tidak tau siapa aku dan juga keluargaku, lalu apa yang harus ku masalahkan ? dia menolongku dan membiayaiku saja aku sudah sangat ber-terimakasih"

"apa kamu gak kecewa sama orang yang udah bikin hidup kamu berantakan?"

"ini udah diatur sama yang diatas dok, mungkin sudah jalan hidupku seperti ini"

"kapan-kapan kalo orang itu datang dan mengunjungimu, kenalkan padaku ya?"

"iya kata suster selama aku koma dia sering mengunjungiku di ruang ICU dan dia sering terlihat menangis, tapi setelah aku sadar dia malah jarang menemaniku"

"kamu tau namanya?"

"aku lupa, padahal minggu lalu dia menyebutkan namanya"

"yaudah, kamu laper gak ? aku beliin burger ya?"

"dok, kenapa dokter begitu baik?"

"karna gak ada alasan buat jahatin kamu"

"tapi kenapa harus sebaik ini? aku merasa dokter adalah sosok kakak untukku"

"memangnya aku harus gimana? aku juga sama, kamu udah aku anggap adikku sendiri"

"dokter manusia bukan sih?"

"pertanyaan macam apa itu?"

"gak ada sayapnya tapi kaya malaikat"

"aku lagi digombalin?"

"beliin dua burger ya kak, aku laper"

Sikap menyebalkannya datang lagi.

"siap adikku yang cantik"

Aku membeli tiga burger, karena dia memesan dua porsi.

"memangnya perutmu yang kecil itu mampu menampung burger berukuran besar ini?"

"yang satu lagi bukan buat aku"

"yassalam, akukan beli lagi buat kumakan, terus buat siapa yang satunya?"

"buat nenek itu kak" dia menunjuk ke arah wanita tua yang sedang meminta-minta, nenek itu terlihat sangat lemas dan sepertinya belum makan.

"yasudah kamu kasih sana itu baru adikku"

Anggun berlari untuk menghampiri nenek itu, nenek itu terlihat senang menerima makanan dari Anggun. Aku melihatnya dari kejauhan, anggun kembali ke tempat duduk disebelahku.

"kak, dia seneng banget pas aku kasih burgernya"

"kamu kok bisa kepikiran buat ngasih nenek itu?"

"karena gak ada alasan buat ga menolong sesama" dia menjulurkan lidahnya mengejekku.

SENJA DI TANAH JAWA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang