Bab 6, part 2

18 1 0
                                    

Setelah esnya sudah siap, kami langsung menyantapnya di tengah terik seperti ini, cuaca begitu cerah, langit seolah tersenyum maksudku langitnya sangat biru.

"kak, nanti kita makan ya perutku udah nyanyi dari tadi"

"habiskan dulu yang ada didepan matamu" aku menjawabnya dengan nada yang datar.

"gimana kalo kita makan sego tempong?" tanya Nur.

Sego tempong adalah makanan khas Banyuwangi yang disajikan dengan beragam sayur-sayuran, seperti daun singkong, ketimun, kacang panjang, terong, dll. Dengan lauk tahu, tempe goreng, ikan asin dan perkedel jagung, nasi hangat serta sambal khas membuat kita berselera makan.

Namanya, Sego Tempong terdiri dari 2 kata yaitu Sego yang artinya nasi dan Tempong berarti tempeleng. bisa diartikan menu ini bisa membuat kamu merasa ditempeleng setelah melahapnya karena sambal yang disajikan super pedas. pertama kali aku mendengarnya memang gak percaya kalo makan itu bikin kita ngerasa di tampar.

Tapi setelah kami membayar es kelapanya, dan Nur mengajak kami ke kedai yang menjual sego tempong, aku pun penasaran dengan rasanya. Baru saja pertama melahap, lidahku terasa sangat panas dan memang langsung menyegarkan otakku.

"waaah daebak...inisih bukan kayak ditampar lagi" belum apa-apa aku sudah berkeringat dan sudah habis dua gelas air putih.

"ini pedes banget mbak" Anggun meminta Nur untuk menuangkan air kedalam gelasnya.

"ah masa sih? punyaku biasa aja" jawab nur dengan santai.

Aku dan anggun sudah menyerah menghabiskannya, air minum pun sudah habis beberapa gelas.

"muka kalian merah banget, diem ya, mau aku foto" Nur mengeluarkan ponselnya untuk memotret kami.

Setelah kami merasa kenyang, kami mencari penginapan didekat pantai. Kami memesan dua kamar, Nur dan Anggun tidur berdua. Dan seperti biasa aku tidur sendiri. kata Anggun, Chiko sudah lama hilang, ada kucing perempuan didekat rumah Nur, sepertinya Chiko sangat menyukainya, dan dia tidak pulang kerumah, mungkin dia harus menikah. Makanya sekarang dia tidak ikut.

Masing-masing dari kami membawa ransel yang berisi baju ganti, barang selain itu kami menyimpannya dibagasi mobil.
Siang itu aku ingin tidur dan meminta kepada mereka untuk membangunkanku kalau sunset sudah sebentar lagi.
Pukul 17.26 terdengar suara ketukan pintu yang sangat keras sekali sehingga membangunkanku, setelah kubuka ternyata nur yang sedari tadi mengetuk pintu kamarku.

"katanya suruh dibangunin? tuh udah sore mau liat matahari ngumpet gak?"

"iya mau, tunggu aku mau cuci muka. Anggun sudah duluan?"

"iya dia sudah duluan"

Aku mencuci muka ku, supaya terlihat sudah mandi, memakai pomade rambut andalanku, dan memakai kaos putih polos dipadukan dengan celana pendek berwarna coklat muda.

Aku dan Nur berjalan menyusuri pantai untuk mencari tempat yang pas agar dapat menikmati sunset dengan indah, tak lupa aku juga membawa kameraku, sepertinya Anggun sedang bermain di pantai yang lain, biarkan saja, semoga dengan begini dia dapat mengingat sesuatu. Aku melihat langit sudah berwarna kemerahan.

"Nur, sudah lama aku ingin bertanya"

"mau tanya apa?"

"langit sore yang berwarna kemerahan itu apa namanya?"

"senja"

"aku sudah mengetahuinya, tapi aku ingin kamu yang menjawab pertanyaanku"

"Al, selama ini senjaku tidak pernah berakhir baik, jadi aku mengubah pernyataanku kalo senja itu tidak indah, aku mengalami hal-hal yang sulit selama ini, aku harus kehilangan kedua orangtuaku, disaat aku berhasil membangun usahaku, dan aku punya uang untuk membahagiakan mereka, mereka sudah pergi, senja pertama yang membuatku sedih ialah senja pada saat aku membuat ibuku menangis karena aku tidak mau sekolah, maksudku aku tidak ingin membebaninya, untuk makan saja, dulu kami sangat sulit. Dan dulu kamu datang, senja berikutnya juga membuatku sedih, disaat kamu memberitahu kabar tentang ayah, apalagi setelah kamu menjelaskan apa yang terjadi, senja berikutnya setelah kamu pulang, ibu mengalami sakit parah, tapi aku tidak punya uang untuk membawanya berobat, aku berjualan kue untuk membawa ibu kerumah sakit. Tapi itu tidak bertahan lama, pada senja juga ibu menghembuskan napas terakhirnya, sebelum dia pergi dia meminta maaf padaku, dia bilang maaf nur ibu gak bisa nemenin kamu, maaf ibu merepotkan kamu, jangan gunakan uang dari ali untuk berobat ibu, kamu pakai saja untuk sekolah. Sekolah yang tinggi supaya hidup kamu gak susah kaya ibu" kalimat terakhir yang sungguh menyayat hati.

"Nur jadi ibu kamu meninggal karena sakit? bukan karena..."

"longsor di desa ku waktu itu? nggak. Ibu sudah meninggal pada saat kejadian, dan aku juga sudah pindah dari desa" Nur memotong pembicaraanku.

"tapi dulu aku sempat liat daftar nama yang meninggal saat kejadian itu, dan aku lihat ada nama bu Aminah disitu, aku juga memastikannya dan bertanya pada warga yang selamat, aku bertanya dimana keberadaan kamu, tapi tidak ada satupun yang tahu"

"iya aku juga sedih mendengar bencana itu, tapi ibuku sudah meninggal dua tahun yang lalu"

"Nur, jadi kamu benci senja?"

"aku tidak benci, hanya takut, takut ada sesuatu yang membuatku sedih lagi"

"aku salah ya ajak kamu kesini?"

"gak kok, entah kenapa sekarang aku gak ngerasa takut sama sekali"

"mungkin karena ada aku"

"memangnya kamu bisa apa?"

"aku kan dulu pernah janji buat jagain kamu"

"sekarang aku percaya kamu bisa jagain aku, dulu kan tinggi kamu aja sama, terus badan kamu kecil, tapi sekarang sudah berubah"

Aku tertawa sedikit lalu memandangnya dengan lama.

"kamu hebat bisa jadi dokter" dia bicara tanpa melihat ke arahku.

"semua orang bisa jadi dokter kok" aku juga menjawabnya tanpa melihat ke arahnya, kami sama-sama sedang memandang matahari yang akan terbenam.

"waktu kamu pergi, aku gak berani menghubungi kamu dan nyeritain masalahku, jadi aku membalas suratmu seolah terlihat bahagia"

"maafin aku Nur, aku gak bisa bela ayah kamu di persidangan, aku juga gak tau kalo ibu kamu sakit parah, aku sedang menempuh pendidikan, jadi aku baru sempat kembali kesini, aku khawatir waktu kamu gak balas suratku, dan pada akhirnya kita dipertemukan dengan cara seperti ini, tapi kamu berubah sekarang kamu cantik, berwibawa dan juga lemah lembut"

"bukan salah kamu Al, ini memang sudah menjadi jalan hidupku, jadi dulu aku gak cantik? memangnya dulu aku kasar ya?"

"bukannya gak cantik, tapi kurang enak dipandang. Rambut kamu selalu berantakan, baju kamu selalu terlihat kotor, muka kamu sangat kusam dan dulu juga kamu galak"

"dulu kan aku gak punya uang buat rapihin rambut ke salon, gak bisa beli baju bagus, dan sering panas-panasan. Lagi pula buat apa aku melakukan semua itu, buat makan siang aja kami bingung"

"tapi sekarang kamu sudah berubah, setelah 7 tahun gak ketemu"

"aku gak berubah kok, aku masih galak"

"iya keliatan kok"

"keliatan darimananya? kata kamu aku gak galak lagi ?" tanya Nur.

"garis tangan kamu" jawabku.

"sok tau!" Dia memukul pundakku.

"aww... sakit, tuhkan masih aja keliatan kayak harimau"

"harimau? awas ya kamu"

Aku langsung berdiri dan lari sekencang mungkin dari kejarannya, tapi dulu juga pas aku ngejar dia, malah aku yang capek, dan akhirnya baju belakangku ditariknya, dia terus memukulku, aku tertawa melihat wajah kesalnya.

SENJA DI TANAH JAWA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang