A'SD71

132 17 3
                                    

ALICE

Apakah kau bersedia mengakhiri semuanya malam itu?

Jax membelakangiku. Ia berusaha menyembunyikanku dengan tubuhnya. bus ini penuh dengan teriakan. Semua orang gugup. Semua orang menangis, berdoa, dan juga berusaha memohon pada laki-laki bersenjata yang sedang berdiri di depan kami semua.

Mereka semua...

Ya. Itu mereka. jiwa yang hilang. dan aku adalah salah satunya.

"Sembunyi saja, Alice." Ucap Jax serius. Ia sangat waspada dan serius menatap ke depan. Dan salah satu tangannya memegang tanganku dengan erat. Bahkan sangat erat.

Aku tidak bisa membiarkannya seperti ini. Dan lagi-lagi air mataku jatuh ketika menatap tangan Jax yang menggenggam tanganku dengan erat, ibu jarinya mengelus punggung tanganku dengan begitu lembut. Ia berusaha menenangkanku.

Aku berharap kita bisa berpegangan tangan lebih lama lagi. Bukan hanya saat ini. Bukan hanya hari ini. Kuharap aku bisa memeluknya bukan hanya sekali.

Aku menyeka air mataku. Aku tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi lagi. Aku tidak akan membiarkannya menghancurkan nasib yang diberikan padaku.

Apakah kau ingin menyelamatkannya, Alice?

"Diam, jika kalian tidak ingin mati mengenaskan di bus ini!" seorang pria berteriak di depan sana. Ia menembakkan pistol ke atap bus.

"Kami akan memberimu uang kami, perhiasan, dan semuanya! Tolong biarkan kami turun." Ucap seorang penumpang.

"DIAM!" Perampok itu kembali menembakkan pistol ke atap bus.

Salah satu perampok berjalan ke arah belakang. Jax menggenggam tanganku lebih erat dari sebelumnya. Seketika wajahku berubah menjadi pucat, setelah seseorang yang ada di depan kami...

telah ditembak.

sial.

"DIAM!" teriak seorang lelaki seraya menembak penumpang lain. Bus ini penuh dengan teriakan histeris dari para penumpang! Air mataku menetes ketika aku melihat anak-anak yang ada di bus. Tangisan mereka adalah salah satu dari sekian tangisan yang terdengar. sial. Masa depan mereka masih panjang.

Tanganku gemetaran. Aku merasakan sekujur tubuhku terasa dingin karena rasa takut yang menyelimutiku. Aku sungguh tidak tahu harus berbuat apa.

Suara tembakan semakin nyaring terdengar di telingaku. Darah menyebar kemana-mana.

"Duduk, jika kau tidak ingin terluka!" seru salah seorang pria. "DUDUK!"

Jax menggenggam tanganku dengan erat, ketika para perampok mendekati kami. Salah satu dari mereka menuju ke arah belakang bus.

Dan aku tahu apa yang akan dia lakukan. Pemandangan ini masih akrab. Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia akan menembak anak yang ada di barisan paling belakang dan orang tua anak itu akan marah.

Jax juga akan tertembak. Dan jika itu terjadi, kesalahan tiga tahun yang lalu tidak akan berubah. Aku akan gagal.

Aku harus mengubahnya.

"Sssh, diam sayang, Shhh, om itu lagi syuting, mereka hanya aktor." Ucap salah seorang ibu pada anaknya yang sejak tadi terus menangis.

Aku melihat salah satu perampok yang membawa pistol ditangannya, mendekat ke arah ibu dan anak itu. Jax yang ada disampingku menghela nafas berat. Ia memegang tanganku erat-erat.

"Jax..."

"Ini terulang lagi." Bisiknya. "Kita hanya harus melakukan seperti kejadian tiga tahun yang lalu, kan?"

ALICE'S DAIRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang