✓Keinginan Anissa (1)✓

15.9K 1K 7
                                    

Ayah,aku merindukan bunda. Aku juga ingin seperti teman-temanku yang selalu menceritakan kegiatannya bersama bunda mereka.

Anissa Salma Darmawan

****

Sekembalinya dari Grand Indonesia, saat ini Adam sudah menuju perjalanan ke rumah kedua orang tuanya, Adam memang kembali tinggal bersama kedua orang tuanya setelah bercerai.

Itu keputusan yang diambilnya mengingat harus ada yang menjaga Anissa, selagi ia pergi untuk bekerja.

Anissa tertidur pulas di bangku penumpang, kebahagiaan Adam sederhana. Yaitu hanya dengan melihat Anissa bahagia dia juga akan bahagia. Pernah sekali Anissa menanyakan perihal Ibunya, namun Adam memilih untuk tetap  bungkam.

Dia tidak ingin Anissa mengetahui bahwa ibu kandungnya memilih untuk pergi meninggalkan dia saat masih berumur 6 bulan.

Mobil Audi hitam milik Adam memasuki gerbang rumah kedua orang tuanya, dia berlari memutari mobil. Dengan sigap ia membuka pintu, langsung menggendong Anissa dengan penuh kasih sayang.
Dibawanya  Anissa menuju kamar tidurnya.

Seorang wanita paruh baya datang mendekati Adam saat dia akan melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.

"Anissa tidur?" tanyanya semakin dekat.

Adam menoleh."Ya bu dia kelelahan."Menjawab pertanyaan ibunya.

Dia adalah Ardina Darmawan wanita yang selalu ada untuk Adam, wanita yang selalu membantunya mengurus dirinya dan Anissa tanpa meminta imbalan.

"Anissa sudah makan? Kenapa pulangnya terlambat? Kamu pasti habis keluyuran lagi sama Anissa kan, belum waktunya pulang kerja sudah keluyuran!" Omelan ibunya sudah seperti kereta api, tanpa jeda memberikan Adam pertanyaan belum dijawab sudah bertanya lagi, membuat Adam jengah memutar bola matanya.

"Bu, bisa kan satu-satu kalau bertanya," protes Adam pada ibunya. "Aku mau ngantar Anissa ke atas dulu, untuk pertanyaan ibu nanti aku jawab. Dan juga ada kabar baik buat ibu, aku keatas dulu."

Ibu Adam mengangguk, Adam melangkahkan kaki meninggalkan ibunya yang masih terlihat kesal kepadanya.

***
Setelah menidurkan Anissa dikamar, Adam bergegas membersihkan dirinya yang sudah lengket karena keringat.

Berganti pakaian bersih, berjalan menuju taman belakang tempat biasa ibunya menghabiskan waktu dengan membuat rajutan.

Di gazebo belakang rumah Adam melihat ibunya masih sibuk membuat rajutan, ditemani dengan kacamata andalannya ibunya terlihat sangat asyik dengan pekerjaannya, tidak menyadari sedari tadi Adam melihatnya.

Berjalan mendekati ibunya, memeluk lalu mencium pipi ibunya membuat si empunya tersenyum lalu mencubit perut Adam. Adam yang biasa terlihat dewasa, tegas, kaku, akan berubah drastis jika sudah dalam pelukan ibunya dia akan menjadi sangat manja.

"Kelihatan bahagia sekalia kamu dam ada apa?" Mengelus pucuk rambut Adam yang berbaring di pangkuan ibunya, terkadang Ardina sangat miris melihat nasib pernikahan putra semata wayangnya ini berakhir begitu saja.

Dia adalah saksi bagaimana Adam merawat Anissa ketika masih bayi hingga sekarang ini. Dia selalu berdoa semoga Adam diberikan jodoh yang bisa mengerti akan keadaan dirinya.

Adam memjamkan mata menikmati perlakuan lembut ibunya. "Adam bahagia hari ini karena Anissa juga bahagia," Adam terkekeh mendengar dengusan ibunya.

Masih mengelus kepala Adam. "Memangnya kenapa Anissa? Katanya kamu mau kasih kabar bahagia? Apa kamu punya pacar?" Pertanyaan yang keluar dari Ardina memang tidak bisa di rem, Adam menutup mata sembari mendengarkan cerewet ibunya.

"Pertama Anissa punya teman baru, kedua aku tadi bertemu putri kesayangan ibu, dan ketiga Adam tidak punya itu," jawaban dari Adam membuat ibunya reflek berteriak gembira seperti orang yang baru saja mendapatkan lotre.

"Zara? Azara Putri Haydar? Benarkah Adam?". Dengan sedikit teriakan histeris Adam hanya menganggukkan kepala menanggapi pertanyaan ibunya.

Ardina mencubit lengan Adam."Kenapa kamu nggak ajak main kesini sih Adam?" nadanya kesal.

Adam menggosok lengannya, "Sakit bu, lagipula dia masih sibuk, nanti kalau udah selesai urusannya pasti dia main kok kesini."

Adam menceritakan seluruh kejadian hingga ia bisa bertemu kembali dengan Zara pada ibunya, termasuk saat Zara dengan telaten membantu Anissa.

"Sebenarnya, ibu itu pengen Zara jadi menantu ibu dari dulu. Tapi kamu sudah memilih pilihanmu, dan menikah diusia muda. Hingga akhirnya...." Ardina tak mampu menyelesaikan perkataannya, dia sudah menangis meratapi nasib pernikahan anak kesayangannya.

Adam bangkit dari tidurnya, memeluk ibunya yang sudah terisak.
"Maafkan Adam bu, aku membuat ibu sedih," Ardina mengangguk depelukan anak semata wayangnya.

Isak tangisannya sudah mulai mereda, Adam melepas pelukan pada ibunya, Ardina menggenggam kedua tangan Adam dan menatap lekat manik matanya. Dia memberikan petuah-petuah pada Adam.

"Ibu harap kamu tidak pernah menyesal mengambil keputusan itu di masa lalu."

Adam masih bingung mencerna perkataan ibunya, hanya diam dan terus menatap mata ibunya.

"Jika kamu menyesal itu, sama saja dengan kamu menyesal telah melahirkan Anissa ke dunia ini nak," Adam mulai memahami arah pembicaraan ibunya, dia mencium kedua tangan ibunya.

"Ibu jangan khawatir, aku nggak pernah berpikir seperti itu. Aku menjadikan semua ini sebagai pengalaman dan pelajaran hidup untuk aku, aku berpikir mungkin semua ini adalah teguran dari Allah untukku selama ini. Adam sedang diberi cobaan dan tugas ibu hanya perlu berdoa untuk Adam."

Tangis Ardina kembali pecah mendengar keluh kesah anak tunggalnya, berapa lama Adam sanggup menahan dan memendam semua sendirian.

"Pasti doa ibu selalu untuk kamu nak, pasti!" Ardina Memeluk Adam sekali lagi memeluk dalam kasih sayangnya.

****

Doa ibu akan selalu menyertai sepanjang jalan yang kita lewati.

Percayalah jika ada suatu hal yang kamu capai pasti itu adalah salah satu doa ibumu yang diijabahi oleh Allah SWT.

Bunda Untuk Anissa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang