Begitu ekstrakurikuler selesai, Jungkook langsung bangkit dan setengah berlari menuju ruang musik. Di depan pintu ia menjulurkan kepalanya, mencari Bambam.
“Bam-ie, kesini!” panggil Jungkook lantang begitu menemukan bambam.
Sapaan Jungkook kontan membuat beberapa kepala menoleh sekaligus. Sesaat ia malu. Ia lupa, bukan hanya Bambam yang mendengar teriakannya. Bambam menghentikan permainan pianonya untuk menemui Jungkook.
“Ngapain kau disini kook? Ekskulmu sudah selesai?” tanya Bambam bingung.
Jungkook cemberut. “udah, dah selesai. Kau masih lama? Pulang sama-sama ayo. Sekalian aku ingin curhat.”
Bambam melirik arloji. “mm.. sebenarnya sih kurang lima belas menit lagi, tapi tak apalah aku izin duluan. Aku juga bosan sore ini. Tunggu sebentar yaa. Aku izin dan ambil tas ku dulu”.
“Jangan lama-lama ya bamie”
“Iya, bawel! Tunggu sebentar.”
Jungkook menunggu sambil duduk di kursi di depan ruang musik. Tak lama kemudian Bambam kembali berada di hadapannya.
“Cepat sekali?” tanya Jungkook kaget.
Bambam melirik Jungkook gemas. “Bukannya kau yang menyuruhku jangan lama-lama? Sekarang kau malah bertanya yang tidak penting. Sudahlah, kenapa lagi hari ini? Kau terlihat kesal begitu? Bukannya tadi pagi kau masih semangat ngurusin anggota ekskulmu?”
“Aku kesal, gara-gara Taehyung!” jawab Jungkook manyun.
“Taehyung? Kenapa lagi dia?”
“Taehyung ikut ekstrakurikuler jurnalistik, bam. Menyebalkan!”
Bambam membelalak tidak percaya. “ah, masa sih kook? Yang benar saja!”
Jungkook menatap sahabatnya dengan sebal. Mana mungkin dia bohong tentang ini? Memangnya Bambam tidak melihat keruhnya muka Jungkook sore ini? “Untuk apa juga aku berbohong, bam!”
Bambam diam sejenak. Tak lama, ia melirik Jungkook dengan rasa penasaran. “Sebenarnya kau ada salah apa sih sama dia? Kok kayaknya dia nafsu sekali membuatmu merasa tidak tenang begitu?”
Jungkook melirik Bambam dengan tatapan kesal. “Memangnya aku punya tampang kriminal dan sejenisnya, ya? Kenapa kau bertanya seperti itu? Bahkan aku sendiri tidak tahu salahku apa. Kau tahu sendiri, sejak awal dia yang selalu cari gara-gara duluan denganku.”
“Coba kau baik-baikin dia, kook. Siapa tahu dia tak akan mengganggumu lagi?”
Jungkook membelalak tidak terima. “Aku harus baik-baikin dia? OGAH. Lagian dia yang stres, kenapa aku yang harus baik-baikin dia. Tidak mau”.
“Kalau begitu, kau jangan protes. Lagipula ekskul jurnalistik kan terbuka untuk umum. Setiap murid boleh ikut.”
Jungkook terlihat berpikir keras. “Mm.. apa sebaiknya aku adakan seleksi saja ya? Siapa yang tidak lolos seleksi harus keluar. Aku pastikan dia akan jadi orang pertama yang ku depak.”
“Jangan macem-macem deh, kook. Kau tahu sendiri peminat ekskul yang kau ketuai itu sudah tidak sebanyak dulu. Pakai acara mau seleksi segala.”
Jungkook langsung cemberut. Sekalipun enggan, ia harus mengakui omongan Bambam benar. Beberapa tahun terakhir ini peminat ekstrakurikuler jurnalistik memang menurun. Mana mungkin Jungkook boleh mengadakan seleksi? Tapi... ia tidak rela Taehyung merusak kegiatan yang paling diaukainya itu.
“Udahlah kook, kau kan sudah terbiasa bersama Taehyung. Jadi tak masalah kalau menambah dua jam ekstra bersamanya. Sabar saja, ya.”
Jungkook tak menjawab, tapi bibirnya menjadi lebih manyun.
“Lihat saja, aku pasti bisa membuatnya keluar dari ekskul jurnalistik. Apa pun caranya!” gumam Jungkook pada diri sendiri.
.
.
.
Flashback
Pagi itu, area depan papan pengumuman disesaki puluhan murid. Taehyung mengerang ketika melihat kerumunan murid yang harus dilewatinya hanya untuk melihat daftar temannya di kelas 11., kelas barunya setahun ke depan.
“Bagaimana kalau kau saja yang melihat Jim? Aku malas harus adu kekuatan sama mereka.” Kata Taehyung sambil menunjuk puluhan murid yang tampak sama-sama tak sabar.
Jimin, sahabat sekaligus tetangga seberang rumah Taehyung, langsung menolak mentah-mentah permintaan Taehyung. “Kalau aku sih tak masalah kalau tidak tahu siapa saja yang akan jadi teman sekelasku. Yang penting kan kau sudah tau kalau kau di kelas 11 IPA 1 dan aku IPA 3.”
Taehyung merengut, lalu maju mendekati papan pengumuman. Mau tak mau Jimin pun mengikutinya.
“Alah, tae, tae, bilang saja kau ingin tahu namja incaranmu itu ada di kelas berapa. Begitu saja pakai alasaan ingin tahu teman sekelas segala! Makanya, Tae, kalau kau mau tahu, seharusnya kemarin kau datang ke sekolah, lihat papan pengumuman ini, jadi kan tak perlu penasran begini,” sindir Jimin.
“Dasar. Kau tahu sendiri kan baru semalam aku pulang dari Daegu. Mana mungkin aku sempat ke sekolah? Ah, kalau kau tidak mau membantuku, minggir sana. Tak usah menambah saingan pengagum papan pengumuman hari ini!” balas Taehyung sewot.
Jimin tertawa kecil samvil menepuk bahu sahabatnya.
“Tenang ,Tae, aku teman yang setia kok. Aku akan membantumu mencarinya. Aku cari dari kelas 11 IPS sampai Bahasa. Dan kau cari di kelas 11 IPA saja.”
Taehyung mengangguk cepat sambil menerobos kerumunan. Begitu berada di depan pengumuman, matanya membaca cepat nama-nama yang terdaftar sebagai murid kelaa 11 IPA 1, kelasnya. Belum sampai lima menit, ia tersenyum lebar.
“sudah ketemu!” kata Taehyung sembaru nenepuk punggung Jimin.
Jimin menatap Taehyung dengan heran. Lebih heran lagi saat melihat wajah sumringah Taehyung. “namja itu sekelas denganmu ya?” tebaknya.
Senyum Taehyung semakin lebar.
Jimin tertawa tak percaya melihat senyum sahabatnya. “Gila beruntung kau, Tae. Setelah hampir setahun naksir, akhirnya kau punya kesempatan untuk sekelas dengan namja itu. Semoga setelah ini kau tidak seperti kemarin kemarin, hanya bisa menatapnya dari jauh tanpa melakukan apapun. Manfaatkan kesempatan emas ini untuk mendekatinya, Tae!"
“Iya, iya, aku tahu. Sudah ya, sekarang aku mau ke kelas baruku dulu. Sebentar lagi bel!” kata Taehyung bersemangat.
Jimin mencibir. “Dasar teman tak rau diuntung! Giliran mau ketemu gebetan aja, sohib langsung ditinggal. Rese lo, Tae!”
Taehyung menyengir lebar. Tanpa merasa bersalah. Ia berjalan cepat menuju kelasnya dan melambai santai ke arah Jimin. “Nanti akan ku ceritakan perkembangannya, Jim!”
Taehyung masih senyum-senyum ketika masuk ke kelas barunya. Ia langsung bergerilya mencari sosok itu. Hebatnya, ia tak butuh waktu lama untuk menemukan namja yang selama ini diam-diam diaukainya.
Namja itu tampak duduk manis dan mengobrol dengan teman sebangkunya, tepatnya di lima bangku dari belakang. Tanpa membuang waktu Taehyung melangkah cepat mendekati bangku di belakang namja itu, yang untungnya masih kosong. Untung ia cepat, karena hanya berselang beberapa menit kemudian, bangku sebelah dan sekitarnya terisi satu per satu.
Taehyung butuh waktu beberapa menit untuk menenangkan hati sebelum memutuskan menyapa namja itu. Begitu namja itu berhenti berbicara dengan teman sebangkunya, Taehyung memberanikan diri membuka suara.
“Hai, Jungkook,” sapa Taehyung.
Refleks Jungkook menoleh ke arah Taehyung. Saat melihat Taehyung, kebingungan tampak jelas di mata dan sikap namja itu.
Taehyung menelan ludah. Lupakah Jungkook padanya? “kau tidak mengingatku?”
Jungkook tersenyum mint maaf. “Kita pernah kenal ya sebelumnya? Maaf, ingatanku agak buruk soalnya.”
Jantung Taehyung mencelos. Jungkook benar-benar lupa padanya! Memang sih mereka hanya bertemu dan kenal pada hari pertama MOS. Setelah itu mereka nyaris tidak pernah bersinggungan karena berbeda kelas. Tapi keterlaluan kalau Jungkook sampai melupakannya. Ia tidak pernah melupakan Jungkook. Bahkan wajah Taehyung pun tidak dikenali Jungkook. Apalagi namanya!
Taehyung tidak tahu harus merespons apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You! Love You!
FanfictionSepanjang masa SMA, belum pernah Jungkook membenci seseorang seperti dia membenci Taehyung. Sejak awal pertemuan mereka, Taehyung tak henti-hentinya menganggu hidupnya. karena itu, Jungkook jadi bingung setengah mati saat tiba-tiba Taehyung mengungk...