Irene lagi, Irene lagi...
Jungkook menggeram kesal saat melihat Irene lagi-lagi muncul di kelasnya. Tidak perlu ditebak untuk siapa gadis rese itu datang. Sekali lirik saja, ia tahu gadis itu pasti menempel pada Taehyung. Menyebalkan!
“Ckckck... pagi-pagi kenapa mukamu bete begitu, Kook?” Tanya Bambam begitu meletakkan tas di meja.
“Siapa yang bete? Biasa saja!”
Bambam tersenyum mengerti. “Pasti gara-gara Irene.”
“Siapa bilang?”
“Wajahmu menunjukkan semuanya, kook.”
“Sembarangan!”
“Omong-omong kenapa kau jadi kesal lagi sama Taehyung? Bukannya saat pulang dari puncak, kau bilang bahwa dia sebenarnya baik?”
Jungkook melirik Bambam. Dalam hati Jungkook tahu benar kenapa ia kembali kesal pada Taehyung, tapi bagaimana mungkin menyampaikan alasan tersebut ke Bambam? Sahabatnya itu bisa salah sangka dan berpikir macam-macam.
Sebenarnya Jungkook bukannya tidak mau berbaikan dengan Taehyung. Apalagi namja itu jelas-jelas telah menolongnya. Tapi saat melihat Irene terus menempel pada Taehyung, entah kenapa Jungkook kembali menjadi kesal pada Taehyung.
Akibatnya saat berpapasan dengan Taehyung, ia langsung sinis. Taehyung sepertinya terpancing kesinisan Jungkook. Kurang dari sehari, hubungan damai mereka berakhir.
“Ah sudahlah, tak perlu membahas tentang Taehyung lagi. Lebih baik bahas hal lain saja,” kilah Jungkook.
Bambam terlihat penasaran, tapi melihat wajah Jungkook yang semakin kesal, ia pun hanya bisa mengangguk setuju. Dalam hitungan menit mereka berdua sudah terlibat pembicaraan yang sama sekali tidak menyinggung Taehyung.
.
.
.
Ada yang salah dengan otak Jungkook!
Namja manis itu menggeleng sebal, mencoba mengusir bayangan Taehyung yang terus menerus mengganggu pikirannya. Sekalipun enggan mengakui, ia tidak bisa pura-pura tidak peduli melihat keakraban Taehyung dan Irene. Saking akrabnya kedua orang itu, Taehyung sampai lupa mencari gara-gara dengannya!
“Memangnya apa bagusnya Irene? Cuma modal tampang saja. Kurus kering begitu, apa menariknya? Atau memang aku yang terlihat terlalu gendut?” omel Jungkook manyun di depan cermin kamar.
“Taehyung juga aneh. Masa sukanya sama yeoja seperti itu? Tidak ada yang lebih keren apa? Atau jangan-jangan biar tambah populer saja? Ketua tim basket pacaran dengan ketua tim cheer gitu? Ih, biasa saja.”
“Kook, kau kenapa? Kau baik-baik saja kan?” tanya Bambam yang tiba-tiba berdiri di belakang Jungkook.
Jungkook tersentak kaget dan otomatis menoleh ke belakang.
“Yak! Dasar, untung aku tidak jantungan. Kau kenapa mendadak muncul dikamarku? Tidak mengetuk pintu tapi main masuk saja.” Omel Jungkook malu.
“Biasanya juga begitu kan? Lagipula pintumu terbuka lebar. Apa yang mau diketuk?” kilah Bambam sambil santai rebah di kamar Jungkook.
“Ya ampun, Bam-ie, minggir sana! Seragammu kan kotor. Kenapa malah ke ranjangku?”
Bambam tersenyum lebar. “Tenang saja aku tidak bawa virus atau penyakit kok. Aman. Ah sudahlah, tidak perlu membahas ini. Tadi kau bicara apa? Tentang Taehyung dan Karina, ya? Kenapa dengan mereka?”
Jungkook langsung merasa wajahnya memanas. Sial... jangan sampai Bambam mendengar apa yang dikatakannya tadi. Bisa-bisa dia berpikir macam-macam.
“Tidak! aku tidak bicara apa-apa.” Bantah Jungkook cepat.
“Bohong! Kau pikir aku tuli? Aku tidak mungkin salah dengar. Kau bicara tentang Taehyung dan Irene, kan? Memang mereka kenapa? Pacaran? Kalau iya, bukankah mereka cocok? Yang satu tampan dan yang satunya lagi cantik.”
Jungkook langsung mencibir mendengar pendapat Bambam. Irene cantik? Yang benar saja!
“Memangnya apa hubungannya denganmu, kook? Mereka yang jadian, kenapa kau yang sewot?”
“Enak saja! Siapa yang sewot? Aku Cuma kesal melihat gaya pacaran mereka di dalam kelas. Norak!”
Kedua alis Bambam bertaut. “Norak? Maksudmu?”
Jungkook terdiam. Bingung juga harus menjawab apa. Karena jujur saja, mungkin cuma dirinya yang menganggap gaya pacaran Taehyung norak.
“Ah, sudahlah. Kau kenapa muncul di rumahku siang bolong begini?”
Bambam memandang Jungkook dengan tatapan curiga.
“Kau aneh, Kook. Jangan-jangan kau suka sama Taehyung, ya?”
“Ih amit-amit. Jangan bicara sembarangan, Bam!”
“Tapi kenapa kau jadi sewot sekali Taehyung dekat dengan Irene?”
“Aku tidak sewot. Kau saja yang sensi. Lagipula sebenarnya kau mau apa kemari?”
“Aku Cuma mau mengajakmu ke mal. Ada buku baru yang ingin kubeli.”
“Kenapa tidak bilang daritadi? Yasudah, tunggu sebentar, aku ganti baju dulu. Kau kalau mau pinjam bajuku ambil saja langsung dilemari.”
Jungkook bangkit dari kursi, mengambil baju pertama yang dilihatnya, lalu masuk ke kamar mandi.
Aku tidak peduli denganmu, Taehyung terserah kau mau dengan siapa, aku tidak peduli! Kata Jungkook pada bayangannya di cermin sebelum keluar dari kamar mandi dan pergi bersama Bambam.
.
.
.
Sejak kemarin Jungkook berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengurusi Taehyung. Capek rasanya kalau harus didera perasaan aneh dan kesal seperti kemarin. Ia pun berusaha tidak memedulikan Irene, yang tetap rajin mengunjungi Taehyung, agar emosinya tidak naik seperti sebelumnya. Agak sulit, tapi ia harus melakukannya jika tidak mau terus-terusan tersiksa oleh rasa jengkel.
Seharian Jungkook berusaha mati-matian tak menoleh ke arah Taehyung. Dan ternyata itu sangat sulit. Sejak pulang dari puncak, ia selalu terdorong untuk mengamati Taehyung yang duduknya hanya selisih tiga bangku darinya. Makanya saat jam sekolah berakhir Jungkook menggembuskan napas lega. Satu hari telah berlalu...
“Gendut, tunggu sebentar!”
Jungkook yang baru keluar dari pintu kelas begitu bel pulang berbunyi, menoleh. Terlihat Taehyung bergerak cepat ke arahnya.
“Siapa yang kau panggil?” tanya Jungkook ketus.
“Tentu saja kau. Memangnya siapa lagi yang punya nama itu?” jawab Taehyung santai.
“Itu bukan namaku!”
“Kalau begitu, kenapa kau menoleh?”
Jungkook menggeram, merasa kalah. Dengan kesal ia berbalik, berniat meninggalkan Tarhyung. Namun belum sempat ia melakukan itu, Taehyung sudah menahan lengannya.
“Apa lagi?” tegur Jungkook, berusaha menepis tangan Taehyung.
“Ambil ini. Baca di rumah dan putuskan. Kalau merasakan hal yang sama, datang ke taman dekat kompleks rumahmu tanggal 14 februari nanti!” sahut Taehyung sambil menyodorkan amplop putih ke tangan Jungkook yang sempat dipegangnya.
Bingung. Jungkook menerima amplop yang disodorkan Taehyung. Diperhatikannya sekilas amplop yang tidak bertuliskan apa-apa itu. Ia mendongak, bermaksud meminta penjelasan Taehyung tentang surat itu, namun namja itu sudah berjalan jauh di depan.
Penasaran, Jungkook berjalan kembali ke kelas. Dan duduk di bangku terdepan. Tangannya cepat membuka amplop dan menarik kertas krem. Setelah membalik lipatannya ia membaca isinya.
Jarak terjauh antara dua manusia adalah saat aku berada di dekatmu, tapi kamu tak tahu aku mencintaimu...
Terperangah sekaligus takut ada yang melihatnya, buru-buru Jungkook melipat kertas yang hanya berisikan sepenggal kalimat tersebut menjadi empat bagian. Sambil setengah melamun ia memasukkan kertas itu ke tas. Namun belum lima menit, namja manis itu mengambilnya kembali.
Untuk kesekian kalinya Jungkook membaca kalimat yang tertera di kertas krem. Tak perlu cerdas untuk memastikan pengirim surat itu menaruh hati pada Jungkook. Namun ia masih ragu. Kalau pengirimnya Eunwoo atau Mingyu, yang memang gencar mengejar dirinya, ia paham. Tapi Taehyung? Orang yang paling sering membuat masalah dengannya.
“Jeon Jungkook!”
Jungkook tersadar dari lamunan. Gelagapan ia menatap jengkel pada Bambam. “Apaan sih, Bam? Mengagetkan orang saja.” Omel Jungkook sambil tergesa-gesa melipat surat.
“Apaan? Kau tidak dengar aku memanggilmu berulang kali daritadi. Sampai capek, tahu!” balas Bambam tak mau kalah.
Jungkook menjulurkan lidah. “kenapa sih, mengganggu orang saja?”
“Mengganggu? Kau bilang ingin pulang denganku, sekarang malah ngelamun di kelas. Masih untung aku mau menjemputmu!”
“Ya ampun, aku sampai lupa mau pulang denganmu. Aku juga tadi sudah mau ke ruang musik, tapi lupa. Oh iya, urusanmu sudah selesai?”
“Sudah. Sebenarnya tadi apa yang kau pikirkan? Kelihatannya serius sekali.”
Dengan agak ragu dan malu Jungkook mengeluarkan surat yang baru dimasukkan ke tas. “Baca saja sendiri,” kata Jungkook nyaris berbisik.
Bambam mengambil kertas itu dengan penasaran. Tanpa membuang waktu ia membaca sebaris kalimat itu. “Ada yang aneh dengan surat ini?” Tanya Bambam heran.
“Yang aneh pengirimnya, Bam-ie. Ini dari Taehyung. Kim Taehyung!” jawab Jungkook ngegas.
Bambam menatap Jungkook tak percaya. Surat itu dari Taehyung? Taehyung menyatakan cinta pada Jungkook? “Ini beneran dari Taehyung, Kook?” tanya Bambam tak yakin.
“Benar, Bam-ie. Dia sendiri yang memberikannya padaku saat kelas bubar tadi. Makanya aku penasaran dan baca surat ini sampai lupa punya janji denganmu,” jawab Jungkook meyakinkan temannya. Atau justru meyakinkan dirinya sendiri?
“Ini nembak ya?” tanya Bambam sambil membaca kata-kata Taehyung berulang kali.
Jungkook makin manyun. “Perlu ditanyakan lagi? Taehyung bilang sendiri, kalau perasaanku sama, aku diminta datang ke taman dekat kompleks rumah pas 14 februari nanti. Saat hari valentine.”
“Ow.. lalu kau sendiri? Kau ada rasa padanya tidak?”
Jungkook termenung, memikirkan pertanyaan Bambam dengan sungguh-sungguh. Rasa? Mmm sepertinya tidak ada rasa seperti yang dimaksud Bambam. Kalaupun ada itu hanya perasaan kesal luar biasa karena Taehyung tak berhenti menganggunya. Yah, walau akhir-akhir ini ia kesal melihat keakraban Taehyung dan Irene, ia yakin itu bukan karena dirinya menyukai Taehyung.
“Sepertinya tidak, Bam-ie,” jawab Jungkook pelan.
“Kalau begitu, tolak saja!” saran Bambam tegas.
Iya, ya, kenapa itu sama sekali tidak terpikirkan oleh Jungkook? Padahal ini bukan kali pertama ia ditembak dan namja yang bersangkutan ditolaknya.
“Kadang-kadang kau pintar juga ya, Bambam.” Kata Jungkook, memasukkan surat ke tas sembari bangkit dari kursi.
Bambam nyengir lebar. “Mungkin bukan aku yang pintar. Tapi kau yang bodoh,” balas Bambam sambil berlari kecil meninggalkan kelas.
Jungkook menggeram kesal. Tak terima, ia langsung mengejar Bambam dan untuk sementara melupakan masalah Taehyung dan suratnya.
.
.
.
Selama SMA belum pernah Jungkook merasa sebingung ini menghadapi Taehyung. Bahkan sejak masih di rumah pun ia gelisah membayangkan ia akan bertemu dengan Taehyung sebentar lagi di sekolah. Ia menatap bayangannya di cermin kamar dengan berdebar.
Jungkook... apa yang kau lakukan? Kenapa bertingkah tidak jelas seperti ini? Ini kan Cuma Taehyung. Biasa sajalah! Batin Jungkook mengomel diri sendiri.
Jungkook mengangguk, lalu memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Nyaris semalaman ia tidak bisa tidur karena memikirkan hal itu. Ia sama sekali tidak menyangka Taehyung ternyata menyukainya.
Dan itu membuatnya bingung. Ia tidak mampu lagi bersikap biasa pada Taehyung.
Jungkook kembali membuka mata dan mengembuskan napas panjang. Agak lama baru ia beranjak, bergegas menuju sekolah.
.
.
.
“Kelinci Gendut!”
Jungkook baru saja tiba di sekolah, gundah berjalan di koridor menuju kelas saat suara itu terdengar. Seketika jantungnya berpacu cepat. Salah tingkah, ia menoleh ke kanan-kiri, mencari sumber suara. Ketika matanya menemukan sosok Taehyung, ia langsung berpaling, menghindari tatapan namja itu.
“Kau kenapa?” tanya Taehyung heran.
Jungkook buru-buru menggeleng. “Tidak pa-pa”.
“Gendut, hari ini Lay ssaem tidak masuk, tapi dia meninggalkan tugas untuk kita. Kau yang ambil tugasnya di ruang guru, ya. Soalnya aku masih ada urusan lain.”
Tanpa banyak protes Jungkook mengangguk. Agar Taehyung tidak membicarakan hal lain, ia bergegas melangkah menjauhinya.
Ternyata Jungkook berjalan sambil menyesali sikap salah tingkahnya barusan. Sekalipun ia mencoba bersikap biasa saja pada Taehyung, boleh dibilang usahanya gagal. Menatap mata Taehyung pun ia tak sanggup.
Dasar bodoh... Taehyung saja bisa bersikap biasa padamu, kenapa kau tidak bisa? Omel Jungkook dalam hati sambil mengetuk pelipis berulang kali. Sekarang Taehyung pasti berpikiran macam-macam tentangmu.
Jungkook berjalan sambil menyesali tingkahnya hingga tiba di ruang guru. Setelah mengambil tugas, ia masih menyesali kebodohannya. Saat hampir tiba di kelas dan berpapasan dengan Bambam, baru ia berhenti mengomel.
“Kau sedang apa, Kook? Kenapa komat-kamit sendiri?” tanya Bambam heran.
“Eh, kelihatan ya?” Kata Jungkook malu.
“Ya iyalah, semua juga bisa lihat. Kau sih aneh-aneh saja, baca mantra di sekolah.”
“Yak!”
Bambam terkekeh. “Eh, kau bawa apa?”
“Tugas dari Lay ssaem. Kata Taehyung beliau tidak bisa masuk hari ini.”
“Oh.. lalu kenapa kau yang mengambil tugasnya?”
“Disuruh Taehyung.”
“Jadi kau kalah lagi? Tegas sedikit lah, Kook. Tugasnya Taehyung, kenapa jadi kau yang ambil?”
Jungkook terdiam sejenak. “Sebenarnya Taehyung tidak memaksaku, Cuma aku saja yang mau mengambilnya.”
Alis Bambam langsung bertaut. “Tumben?”
Jungkook langsung salah tingkah. Jangankan Bambam, ia sendiri juga tidak tahu penjelasannya. Untung dia tidak perlu menjawab pertanyaan Bambam karena keburu sampai di kelas mereka yang bisingnya mengalahkan pasar. Mungkin mereka sudah tahu jam pertama kosong sehingga bisa bebas merdeka selama 1 jam ke depan.
Jungkook baru akan masuk ke kelas ketika tiba-tiba Taehyung muncul di hadapannya. “Sudah, Kook?” tanyanya cepat.
Rasa kaget membuat namja manis itu mundur selangkah.
“Kau kenapa?” tanya Taehyung heran.
Tanpa berkata-kata Jungkook menyodorkan tugas dari Lay ssaem, lalu melangkah ke tempat duduknya.
“Bodoh, bodoh, bodoh.. kenapa aku salting lagi?” gumam Jungkook begitu tiba di tempat duduk.
“Itu juga yang mau ku tanyakan, kook. Kenapa kau salting tadi?” tanya Bambam yang mendengar gumaman Jungkook.
Astaga, bukan hanya Taehyung yang melihat tingkahnya, Bamban juga.
“Kau jadi salting begini karena surat Taehyung kemarin, ya?” tebak Bambam.
Semburat pink langsung merambat di wajah Jungkook. Bambam tidak butuh kata-kata untuk mengetahui jawaban teman sebangkunya.
“Kenapa kau bisa sampai salting begitu, Kook? Biasa sajalah. Taehyung juga biasa saja,” Bambam menasihati.
“Tidak segampang itu, Bam!” Protes Jungkook. “Kau tidak tahu susahnya bersikap biasa saja padanya.”
“Kau menyukainya?”
Jungkook langsung membelalak. “Tidaklah!”
“Terus kenapa kau sampai salah tingkah begini? Biasanya kalau ditembak, kau biasa saja kan ke orang yang menembakmu? Kenapa sekarang beda?”
Jungkook terdiam. Iya ya, kenapa kasus Taehyung beda? Seperti yang Bambam bilang, ini bukan kali pertama Jungkook mendapatkan pernyataan cinta dari seseorang. Dan selama ini Jungkook mampu bersikap biasa saja ke semua namja yang pernah mengungkapkan cinta mereka. Tapi kenapa sikapnya ke Taehyung beda?
“Aku juga tidak tahu kenapa jadi salting begini. Tapi sumpah aku tidak menyukainya. Dan sekarang aku bingung harus jawab apa padanya.”
“Seperti yang ku bilang kemarin, kalau tidak suka, ya bilang saja tidak. Biasanya juga kau tidak bingung.”
Selama ini yang “nembak” Jungkook kan tidak pernah adu mulut tiap hari dengannya. Karena itu Taehyung beda.
“Kalau kau salting terus, bisa-bisa Taehyung pikir kau menyukainya. Jadi kalau tidak mau Taehyung salah sangka, mending kau mulai bersikap biasa saja padanya.”
Jungkook mengangguk lemas. “Kau benar, Bam. Aku harus mulai bersikap biasa saja padanya. Pasti ku coba. Aku tidak mau dia sampai berpikir macam-macam.”
.
.
.
TeBeCe
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You! Love You!
FanfictionSepanjang masa SMA, belum pernah Jungkook membenci seseorang seperti dia membenci Taehyung. Sejak awal pertemuan mereka, Taehyung tak henti-hentinya menganggu hidupnya. karena itu, Jungkook jadi bingung setengah mati saat tiba-tiba Taehyung mengungk...