“Lo apa?!” Tanya bambam kaget.
Jungkook tersenyum senang, “Aku sengaja menyamakan jadwal latihan basket Taehyung dengan jadwal rapat jurnalistik. Ide ku brillian kan? Dia tak mungkin ngorbanin basketnya, jadi aku punya alasan kuat untuk mendepaknya. Aku sudah bilang ke Kim ssaem, pembina ekstrakurikuler, siapa pun yang tidak berpatisipasi aktif dalam lomba ini, yang berarti tidak ikut rapat, akan ku depak. Untung saja Kim ssaem setuju dengan keputusanku.”
Bambam menggeleng pelan, “Sampai segitunya usahamu untuk mengusir Taehyung dari ekskul, tapi Jungkook aku heran, kau tau darimana jadwalnya Taehyung? Kau tidak menguntitnya kan?”
“Ih, amit-amit! Tidaklah. Kau lupa kalau temanmu ini calon wartawan handal. Kalau cuma mencari info seperti itu sih mudah saja untukku. Taehyung baru tadi pagi mengumumkan jadwal latihannya, dan aku langsung tahu hanya selang setengah jam setelahnya, hebat kan?”
“Kita lihat saja besok, kook. Semoga kau benar-benar berhasil mengusir Taehyung, ya.”
Jungkook tersenyum lebar. Kalau tentang itu, ia sama sekali tidak khawatir. Besok Taehyung tidak mungkin ikut rapat. Dalam waktu seminggu dari sekarang, Taehyung akan menjadi mantan anggota ekskul jurnalistik periode ini!
.
.
.
Jujur saja, Jungkook sama sekali tidak pernah membayangkan Taehyung akan lebih memprioritaskan ekskul jurnalistik daripada latihan basket. Bahkan dalam mimpi pun tidak. Makanya saat melihat Taehyung masuk ke ruang rapat siang itu, konsentrasi Jungkook langsung buyar. Mood-nya berubah seketika.
“Bagaimana bisa kau disini sekarang? Bolos latihan, ya?” tanya Jungkook dongkol saat Taehyung mengambil tempat duduk tepat disampingnya.
Taehyung melirik Jungkook dengan tatapan mencemooh. “Orang hebat tidak perlu latihan”.
Jungkook mendengus kesal. Sial sial sial.. ternyata menyingkirkan Taehyung bukan perkara mudah! Ia terpaksa menelan kekalahan siang itu. Dengan usaha keras, ia berusaha mengembalikan konsentrasinya seperti sebelum kedatangan Taehyung. Dan itu susah. Ia benar-benar merasa kepayahan untuk menentukan tema dan hal-hal lain berkaitan dengan mading yang akan mereka buat.
Rapat baru berlangsung setengah jam saat tiba-tiba Taehyung berdehem,mencoba menarik perhatian Jungkook. Namun namja manis itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Yang berpaling ke Taehyung justru anak-anak lain, kecuali Jungkook.
Sekali lagi Taehyung mengulangi perbuatannya. Kali ini dengan suara yang lebih keras. Tapi lagi-lagi Jungkook terlalu larut dalam lamunannya.
Mulai jengkel, Taehyung pura-pura terbatuk keras. Kali ini usahanya berhasil. Dengan sebal Jungkook menoleh ke arah Taehyung.
“Kau TBC, ya?” tukas Jungkook gemas.
Taehyung merengut, tapi seketika berubah, memasang senyum lebarnya. “Aku sudah dapat orangnya!”
“Orang apa?”
“Orang yang tepat untuk jadi profil murid berprestasi untuk lomba mading kita”.
Kedua alis Jungkook terangkat tak percaya. Tumben otak Taehyung bisa di ajak bekerja sama. “Siapa?”
Taehyung tersenyum misterius. “Kau bilang, yang jadi profil sebisa mungkin harus enak dilihat dan prestasinya bisa dicontoh, kan? Otak ku yang cerdas berhasil menemukan orang yang cocok dengan harapanmu.”
“Oh ya? Siapa?”
“KIM TAEHYUNG”
Jungkook langsung mengernyit protes. Bisa-bisanya bocah ini menyarankan dirinya sendiri? Dasar sinting! GILA!
“Kau gi....”
Jungkook tak sempat menyelesaikan ucapannya karena pada saat yang sama hampir semua anak bergumam setuju.
“Sekalipun kau agak ge-er, Taehyung, tapi harus diakui, ucapanmu benar. Aku setuju dengan ide Taehyung”, tegas Yugyeom bersemangat.
“Iya, iya.. Taehyung benar. Selain ketua kelas, dia juga kapten tim basket sekolah. Masuk ranking sepuluh besar lagi. Ditambah lagi, face juga oke. Jadi pas. Sepertinya yang paling cocok jadi profil murid teladan memang Taehyung deh, kook,” sambung Eunji lega.
“Benar. Kalau diibaratkan barang. Taehyung itu sangat menjual. Kita pakai Taehyung saja, kook. Aku setuju dua ratus persen,” tambah Rose.
Jungkook sulit mempercayai pendengarannya. Dari lima belas orang yang hadir, kecuali dirinya, semua setuju memilih Taehyung.
Apa-apaan ini?
Jungkook melirik Taehyung geram. Yang dilirik sedang tersenyum lebar dengan dagu sedikit terangkat, seakan bangga dengan diri sendiri. Jungkook seketika mengalihkan pandangan ke tempat lain saking jengkelnya melihat polah Taehyung.
“Alternatif lainnya siapa?” Tanya Jungkook, tak peduli pada antusiasme teman-temannya.
“Kenapa harus ada alternatif, kook? Taehyung pilihan terbaik” kata Mark.
“Iya, kook. Jujur, mana ada lagi nilainya yang setinggi Taehyung. Oke, kita bicarain beberapa alternatif dari sudut pandang ku. Kita telaah satu-satu, ya. Kalau bicara prestasi akademis, menurutku, jelas tak ada yang bisa mengalahkan Namjoon, langganan juara umum sekolah. Tapi prestasi non akademik Namjoon parah, kook. Kalau bicara soal murid yang terkenal kita punya Jennie si beauty vlogger dan Kim Seokjin si foto model. Tapi kau tahu sendiri prestasi akademis mereka jeblok. Kalau prestasi non akademis kita punya beberapa pilihan, Min Yoongi pianis sekolah kita yang paling hebat, dan Jung Hoseok si langganan juara lomba atletik. Tapi, kook. Prestasi akademis mereka juga biasa saja. Dan ku yakin Min Yoongi akan lebih memilih tidur daripada melakukan wawancara dengan kita. Dan Jung Hoseok itu dia bahkan sering sekali bolos sekolah. Kalau dipikir-pikir, memang yang paling oke ya Taehyung.” Papar Seohyun antusias.
Jungkook cemberut mendengar pendapat teman-temannya. Dalam hati ia mengakui kebenaran kata-kata Taehyung dan teman-temannya, tapi membayangkan harus menampilkan Taehyung sebagai murid teladan membuatnya bergidik.
“Kau sendiri, kook, memangnya kenapa kau tidak setuju? Sepertinya hanya kau yang tidak setuju.” Tanya Yugyeom heran.
“Iya, kook. Jangan bilang kau tidak setuju karena kalian sering berantem, ya. Ini kan untuk lomba nasional. Kita harus bersatu dong!” timpal Rose tak mau kalah.
Jungkook semakin cemberut mendengar celotehan Rose. Sial, sial, sial! Taehyung sih pakai acara mengajukan diri sendiri begini. Sekarang mana mungkin Jungkook tidak mengikuti pendapat teman-temannya? Apalagi itu pendapat yang masuk akal.
“Oke, oke. Karena kalian semua setuju, kita pakai Taehyung sebagai profil anak teladan di mading kita.” Putus Jungkook setengah hati.
“Lalu, siapa yang akan mewawancarai Taehyung dan membuat profilnya untuk mading?” lanjut Jungkook tak bersemangat.
Sontak, empat belas pasang mata menatap Jungkook dengan heran.
“Kenapa lagi?” tanya Jungkook tak sabar.
“Kook, kau kan paling jago nulis feature. Perlu ya, ditanyain lagi siapa yang harus nulis profilnya Taehyung?” Seru Mark heran.
Jungkook langsung membelalak mendengar perkataan Mark. “Maksud kalian aku yang harus mewawancarainya? Aku yang harus mengerjakan ini?”
“Yah, siapa lagi? Kita kan punya keahlian sendiri-sendiri. Profil ini akan bagus kalau diserahkan ke ahlinya.” Dukung Yugyeom.
Tanpa sadar Jungkook melirik Taehyung, dan mendapati Taehyung juga sedang menatapnya sambil tersenyum puas. Seakan-akan Taehyung telah mengatur segalanya!
“Sudahlah, kook, yang ini sudah pasti kau yang akan mengerjakannya. Lebih baik sekarang kita bahas yang lain, kan waktunya tinggal sedikit.” Lanjut eunji.
Itu berarti Jungkook tidak diberi kesempatan menolak. Dalam waktu sekian detik, semua anggota selain Jungkook, asyik membahas hal apa saja yang sebaiknya mereka masukkan ke mading yang akan dilombakan. Jungkook terpaksa tidak memprotes dan mulai mengikuti teman-temannya membahas hal yang jauh lebih penting.
.
.
.
“Sumpah kau benar-benar rese, Tae! Kalau ku tahu jadi begini, lebih baik kau tidak usah datang tadi!” Omel Jungkook kesal.
Taehyung melirik Jungkook sejenak, lalu tertawa kecil.
“Kan kau sendiri yang memaksaku untuk datang. Kalau sekarang kau menyesal, itu masalahmu. Dan satu lagi, rese itu nama tengahku! Kau baru sadar, ya? Lagi pula, bukankah seharusnya kau berterima kasih padaku untuk ide brillianku waktu rapat tadi?”
Jungkook tambah manyun. “Ide brillian? Itu ide paling mengerikan yang pernah ku dengar, tahu! Anak-anak saja yang otaknya korslet. Bisa-bisanya mereka memilihmu untuk profil murid teladan.”
Lagi-lagi Taehyung hanya tertawa. “Faktanya empat belas banding satu, dan kau bilang empat belas yang korslet? Wow... hebat, luar biasa” sindir Taehyung.
“Okelah, anggap saja ide ku mengerikan, lalu menurutmu siapa orang yang tepat untuk dijadikan profil?”
Jungkook terdiam. Ia tak punya jawaban untuk jawaban Taehyung.
“Kau bahkan tidak bisa menjawabnya, kook. Berarti untung kan ada ide bagus dariku? Kalau tidak, mungkin sekarang kita pun masih rapat.”
Jungkook semakin mengatupkan bibir, tak tahu harus membalas apa ke Taehyung. Kali ini Taehyung menang!
“Oke, jadi kapan aku bisa mewawancaraimu? Sekarang?" Tanya Jungkook terpaksa.
“Wawancara? Owwhh.... aku lihat jadwal ku dula yaa,” jawab Taehyung enteng.
“Dih, jangan belagu ya! Sok penting sekali sih, dasar!”
“Jadi begitu caramu minta izin untuk wawancara, kook?”
“Jangan rese, Tae. Kalau bukan karena lomba ini, aku tak akan sudi mewawancaraimu!”
“Yah, itu masalahmu. Lagipula aku tak diwawancara juga tak masalah. Terserahmu saja.”
“Ck. Cerewet! Kapan kau mau di wawancara?”
Taehyung menghentikan langkahnya. Otomatis Jungkook yang berjalan di sebelahnya juga ikut berhenti.
“Nanti kuberitahu kapan kau bisa mewawancaraiku. Sementara ini, kau tunggu saja.” Kata Taehyung sebelum kembali melangkah meninggalkan Jungkook yang setengah bengong setengah kesal.
Dasar Taehyung, reseee...! Desis Jungkook memandang punggung Taehyung yang menjauh.
.
.
.
Kim Taehyung
Grrrr.... Jungkook benar-benar kesal mengingat nama itu. Entah kenapa, Taehyung selalu saja berhasil memancing emosinya. Dalam rapat kemarin, misalnya. Apa yang direncanakan Jungkook bukan Cuma gagal berantakan, tapi malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Juga akhirnya ia kebagian tugas mewawancarai Taehyung! Gila, kan? Apa yang bisa ia lakukan selain menerima semua itu? Sekarang Taehyung pasti tambah besar kepala.
Dan yang lebih menyebalkan, entah rayuan atau perkataan apa yang dikatakan namja itu ke Kim ssaem, yang jelas ujung-ujungnya Taehyung malah dapat dispensasi dari Kim ssaem untuk absen dari rapat jurnalistik selanjutnya. Sial, kan?
Belum lagi ditambah dengan kenyataan bahwa Jungkook masih harus berdekatan dengan Taehyung di luar urusan ekstrakurikuler. Kerja kelompok karya tulis essay.
“Kalau aku tahu Lisa tidak bisa kerja kelompok hari ini, lebih baik kita kerjakan di sekolah saja.” Omel Jungkook sambil setengah melempar ponsel ke meja.
Jungkook menatap garang pada laptop yang sudah disiapkannya di meja ruang tamu rumahnya. Lisa benar-benar menyebalkan! Bisa-bisanya dia membatalkan kerja kelompok saat makhluk yang bernama Taehyung sudah duduk manis di samping Jungkook.
“Memangnya kenapa kalau kita mengerjakannya di rumahmu? Sama saja, kan? Kan aku juga yang repot karena harus kesini, kenapa jadi kau yang sewot?”
Jungkook menggeram sebal sambil menatap Taehyung lekat-lekat. Iya, Taehyung benar dia yang repot. Tapi Jungkook malas harus berduaan di rumah dengannya. Tidak berduaan juga sih. Ada Jihoon dan bibi, tapi tetap saja Jungkook malas. Sekarang jejak Taehyung ada di daerah rumahnya.
“Sudahlah, tak usah cerewet! Lebih baik kita mulai saja kerjain tugasnya. Kau sudah mengerjakan bagianmu kan? Sini biar ku lihat,” kata Jungkook sambil membuka laptop.
“Enak saja, sini aku dulu yang melihat hasil kerjaanmu. Jangan-jangan kau belum mengerjakannya”
“Sembarangan! Aku sudah menyelesaikannya sejak dua hari yang lalu. Kalau kau mau lihat punyaku nanti. Siapa suruh tidak bawa laptop sendiri.”
Taehyung mendengus keras. “Kalau kita kerja di dua laptop. Untuk apa susah-susah berkumpul disini? Lebih baik kerja di rumah masing-masing, setelah itu kasih ke satu orang. Beres. Yang seperti itu namanya bukan kerja kelompok. Masa hal seperti itu saja kau tidak paham?”
Jungkook merengut, Taehyung memang jago membuatnya hipertensi.
“Makanya jangan cerewet! Berhubung ini laptop ku, jadi aku yang ber hak memakainya duluan. Rese banget sih!”
“Kebanyakan bergaul denganmu. Makanya aku yang awalnya tidak rese menjadi sangat rese seperti ini. Tapi terserahmu saja. Yang jelas, aku mau melihat pekerjaanmu dulu. Kan kau yang mengerjakan bagian awalnya, jadi punyamu yang duluan diperiksa, yang lain harus tahu dulu. Gimana, sih!”
Jungkook makin badmood. Dengan amat terpaksa ia menyodorkan laptop pada Taehyung yang menyeringai senang.
“Sumpah! Aku sangat menyesal harus sekelompok denganmu!” Kata Jungkook penuh dendam.
“Bilang saja ke Han ssaem! Kau pikir aku suka, sekelompok dengan kelinci gendut sepertimu?”
Belum sempat membalas Taehyung, perhatian Jungkook teralih pada Jihoon yang tiba-tiba keluar dari kamar untuk menghampiri Jungkook.
“Ka-kak Ji-hoon la-par..” kata Jihoon sambil terkantuk-kantuk.
“Jihoon lapar? Jihoon ke dapur ya. Minta bibi buatkan makanan,” balas Jungkook sebelum berteriak memanggil bibi.
Jihoon menggangguk pelan, lalu melangkah meninggalkan Taehyung dan Jungkook.
Jungkook mengawasi Jihoon hingga adiknya menghilang ke dapur. Lalu ia mengambil buku cetak karya ilmiah. Dengan bosan ia membaca buku itu hingga Taehyung selesai membaca hasil kerjanya dan menyerahkan kembali laptop ke hadapannya.
“Oke. Tidak jelek. Lumayanlah, bisa dipake,” kata Taehyung.
Jungkook membelalak. Tidak jelek katanya? Lumayan? Yang benar saja! Hasil kerjaan Taehyung bahkan belum tentu bisa sebagus ini.
“Jangan banyak omong, ya! Mana pekerjaanmu?” tanya Jungkook sewot.
Taehyung kembali memamerkan cengiran sambil memberikan flashdisk ke Jungkook. Dan namja manis itu hanya butuh beberapa menit untuk membaca keseluruhan kerja Taehyung.
“Kau berani bilang kerjaanku tidak jelek? Lumayan? Bahkan itu terlalu bagus untuk dibandingkan dengan pekerjaanmu. Kurang detail, tahu!” kata Jungkook puas.
“Yak! Jangan menyalahkanku seratus persen. Bagaimana pekerjaanku akan detail, buku cetaknya saja ada padamu. Aku mau meminjamnya, tapi kau tetap tidak memberikannya dari beberapa hari yang lalu, ini berarti salah kau juga.”
“Inisiatif kek, pinjam di perpustakaan.”
“Kartu perpustakaanku hilang. Lagipula, untuk apa sih membahas hal tidak penting seperti ini? Sekarang lebih baik kita lengkapi saja. Daripada cari-cari kesalahan masing-masing seperti ini.”
Jungkook menjulurkan lidah. Namun, masih mengetik dengan serius. Sesaat keduanya sama-sama diam, sibuk dengan tugas masing-masing.
“Omong-omong, Jihoon itu adikmu kan? Bukan sepupumu?” tanya Taehyung tiba-tiba.
Jungkook pura-pura tidak mendengar pertanyaan Taehyung. Tapi tangannya yang sebelumnya sibuk mengetik sempat terhenti sejenak sebelum akhirnya kembali menari di keyboard.
“Muka kalian mirip. Foto keluarga di ruang tengah juga menunjukkan kalian bersaudara. Kenapa kau tidak mau mengakui adikmu sendiri?”
Jemari Jungkook kini benar-benar berhenti mengetik. Ia melirik Taehyung sejenak, lalu pandangannya segera beralih ke Jihoon yang duduk manis di meja makan menunggu makanannya siap. Adik semata wayangnya itu tampak asyik menggoreskan krayon ke kertas gambar A3. Jungkook memandangi Jihoon cukup lama. Dalam hati ia mengulang kembali pertanyaan Taehyung. Kenapa dia tidak mau mengakui adiknya sendiri?
Pikiran Jungkook kembali ke beberapa tahun silam, saat dirinya SMP. Ia masih ingat betul dengan teman-temannya di SMP, Eunha dan Minji. Sejak MOS, mereka bertiga akrab. Kemana-mana selalu bertiga. Mereka kompak. Sampai suatu hari Eunha dan Minji berkunjung ke rumah Jungkook dan bertemu dengan Jihoon yang tunarungu. Sejak itu, entah kenapa, Eunha dan Minji mulai menjaga jarak dengan Jungkook. Padahal, apa salahnya punya adik tunarungu? Dan yang membuat Jungkook sakit hati, tidak selang sebulan setelah mereka tahu tentang Jihoon, hampir semua teman sekelas Jungkook pun tahu.
Eunha dan Minji bukan hanya menjauhi Jungkook. Mereka juga membocorkan rahasia yang selama ini disimpan Jungkook baik-baik. Bukannya tidak sayang pada Jihoon, tapi Jungkook lebih suka tidak membicarakan adiknya dengan siapa pun. Risih rasanya saat orang lain tahu dan merasa kasihan pada Jihoon. Sejak kejadian Eunha dan Minji, Jungkook semakin rapat menyembunyikan identitas Jihoon. Bahkan pada Bambam pun ia menutupinya. Jika bukan karena Bambam tiba-tiba datang ke rumahnya dan melihat Jihoon secara tidak sengaja, Jungkook belum tentu akan bercerita tentang Jihoon.
Saat Bambam tahu tentang Jihoon, Jungkook takut Bambam akan meninggalkannya seperti Eunha dan Minji. Ternyata ketakutannya tidak beralasan. Bambam tetap bersikap biasa padanya, justru Bambam kesal karena Jungkook tidak pernah menceritakan tentang Jihoon padanya.
“Kau malu dengan keadaan adikmu?”
Jungkook masih terdiam, sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan Taehyung.
“Adikmu tunarungu bukan maunya. Dia sendiri pasti menderita dengan keadaannya. Dan kau sebagai kakaknya bukannya membantu meringankan penderitaannya, malah menambahnya berkali-kali lipat. Walau dia tunarungu, kau pikir dia tidak tau kau selalu mengaku ke teman-temanmu bahwa dia hanya sepupumu. Asal kau tahu, perasaan orang yang punya kekurangan secara fisik lebih peka dari kita. Dan kau haris ingat, adikmu mungkin tidak bisa mendengar, tapi dia dapat melihat gerakan bibir kita.”
“Kau tidak tahu apa-apa tentangku dan Jihoon. Kau tidak memiliki adik tunarungu, jadi kau tidak bisa merasakan apa yang ku rasa.”
“Tidak perlu masuk penjara untuk merasakan betapa tidak enaknya di penjara. Kau mengerti maksudnya? Walaupun tidak punya adik tunarungu, bukan berarti aku tidak bisa memahami perasaan seorang kakak yang punya adik tunarungu.”
Jungkook membisu.
“Kalau jadi kau, aku tak akan malu punya adik seperti Jihoon.”
“Teman-temanku tak kan mau lagi berteman denganku begitu tahu kalau adikku tunarungu.”
Taehyung mendengus keras. “Bambam tahu adikmu tunarungu?”
Jungkook menatap Taehyung dengan pandangan heran. Namun mengangguk perlahan.
“Tapi Bambam tetap berteman denganmu, kan?”
Lagi-lagi Jungkook mengangguk.
“Kau harus tahu, teman sejati tidak akan meninggalkan kita saat keadaan kita sedang tidak baik. Kalau memang teman-temanmu meninggalkanmu karena keadaan Jihoon, kenapa kau bingung? Justru harusnya kau bersyukur bisa terhindar dari orang-orang picik seperti itu. Terbukti kau bisa mencari teman yang lebih baik, kan?”
Untuk kesekian kalinya Jungkook hanya bisa diam. Penuturan Taehyung masuk akal. Dalam hati Jungkook malu. Untuk hal seperti itu saja pikirannya buntu. Tidak pernah terlintas di pikirannya hal yang baru saja dipaparkan Taehyung. Ia hanya ingat satu hal: jangan sampai orang tahu Jihoon adiknya!
Saat Jungkook tersadar dari lamunannya, ia melihat Taehyung sedang berkomunikasi dengan Jihoon. Jungkook jadi terharu.
“Gambarmu bagus,” puji Taehyung sambil menunjuk gambar Jihoon.
Jihoon tampak mengamati bibir Taehyung, lalu tersenyum bangga setelah memahami perkataannya.
“Terima kasih, kakak...,” balas Jihoon terbata.
Jungkook bangkit dari sofa, lalu mendekati Jihoon. Dengan sayang ia mengacak rambut Jihoon. Adiknya mendongak, menatapnya sambil tersenyum.
“Kakak ini bilang gambar Jihoon bagus,” kata Jihoon berbinar. Tentu ucapannya terputus-putus.
“Iya, gambarmu memang bagus, sayang” balas Jungkook lembut.
Jihoon mengangguk senang, lalu kembali berkonsentrasi pada gambarnya. Saat adiknya sudah tidak memperhatikan dirinya, Jungkook melirik Taehyung. Taehyung balas meliriknya.
“Makasih, Tae. Aku tidak menyangka akan mengatakan ini padamu, tapi sungguh makasih banyak Tae. Kau sudah menyadarkanku kalau selama ini aku bodoh,” kata Jungkook pelan.
Taehyung tersenyum tipis. Tapi tiba-tiba senyumnya berubah jahil. “Kau baru tahu? Dasar bodoh!” kata Taehyung sok bangga.
Jungkook melirik Taehyung, jengkel.
Taehyung kembali ke depan laptop. Mau tak mau Jungkook mengikuti Taehyung dan kembali duduk disampingnya. Ia melirik Taehyung. Sepertinya Taehyung tidak seburuk dugaannya seperti semula. Diam-diam Jungkook tersenyum tipis.
.
.
.
TeBeCe
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You! Love You!
FanficSepanjang masa SMA, belum pernah Jungkook membenci seseorang seperti dia membenci Taehyung. Sejak awal pertemuan mereka, Taehyung tak henti-hentinya menganggu hidupnya. karena itu, Jungkook jadi bingung setengah mati saat tiba-tiba Taehyung mengungk...