10

611 34 2
                                    

Menurut Jungkook, dirinya merupakan contoh orang sabar di dunia. Tapi entah kenapa, sejak bertemu Taehyung, stok sabarnya menurun drastis. Contohnya siang itu.

Suasana hati Jungkook masih baik-baik saja ketika berjalan menuju markas ekskul jurnalistik untuk melanjutkan mading yang belum selesai. Bahkan Jungkook sempat tertawa-tawa bersama Eunwoo yang mengantarnya ke markas. Namun saat matanya melihat Taehyung di pojok ruangan, emosinya berubah seketika.

Jungkook sulit mengalihkan tatapannya dari Taehyung yang sedang bersenda gurau dengan Irene, yang entah kenapa bisa berada disana. Taehyung sendiri, bukannya cepat melanjutkan pekerjaannya, malah hanya memilin-milin kertas dan membuangnya saat kertas itu lecek.

Jungkook mulai emosi.

Semua anak yang ada disana rata-rata serius menyelesaikan mading. Satu-dua orang tampak saling bicara dan tertawa, tapi tangan mereka tetap bekerja dengan lincah. Hanya Taehyung yang santai.

Tak tahan, Jungkook mendekati Taehyung dan Irene. Ia berdehem pelan saat berada di dekat mereka. Deheman pertama tidak berhasil menarik perhatian Taehyung maupun Irene.

Jungkook berdehem lagi. Kali ini dengan volume lebih keras. Efeknya sesuai harapan Jungkook. Kedua orang itu berhenti tertawa dan menatap Jungkook seolah ia perusak kesenangan orang lain.

"Kenapa, ya?" tanya Irene tidak senang. Senyumnya menghilang tanpa bekas saat menatap Jungkook.

"Kalau mau pacaran, jangan disini! Yang lain sedang konsentrasi bekerja. Dan kau, Tae, kalau memang ada urusan selesaikan dulu di tempat lain. Setelah beres baru kau lanjutkan kembali pekerjaanmu. Disini juga kau tidak melakukan apapun, hanya membuang-buang bahan mading saja," kata Jungkook sambil melihat pilinan-pilinan kertas yang dihasilkan Taehyung.

"Kau kenapa sih, Jungkook? Sepertinya kau tidak suka sekali melihat kami berdua. Yang lain saja tidak protes." Kata Irene kesal.

Mata Jungkook menyipit memandang Irene. Heran, apa coba yang dilihat Taehyung dari yeoja satu ini? Sinisnya bukan main. Kelihatan sekali dia tidak suka diganggu. Memang sih Jungkook dan Irene tidak saling kenal, paling hanya tahu nama. Seharusnya Irene lebih ramah padanya. Lagipula Jungkook menegur Taehyung dengan sopan dan nada pelan.

"Kami lagi ngebut mengerjakan mading untuk lomba, jadi butuh konsentrasi. Kalau dalam situasi biasa sih tidak masalah."

Sebelum Irene sempat menjawab, Taehyung menepuk lengan Irene sehingga merebut perhatian yeoja itu seketika.

"Sudahlah, Irene. Kau pulang duluan saja. Nanti ku telfon." Kata Taehyung menengahi.

Jungkook yang melihat Irene merengut manja, buru-buru berpaling. Malas sekali harus melihat Irene yang seperti itu.

"Makanya, Tae, dari dulu kan sudah ku bilang, untuk apa ikut ekskul tidak jelas speerti ini. Merepotkan diri sendiri," tukas Irene sambil berdiri dan mengambil tas. "Yasudah, nanti jangan lupa menelponku ya, Tae. Ku tunggu."


Jungkook pura-pura tuli.

Irene melangkah angkuh dan sedikit menyenggol bahu Jungkook saat melewatinya.

Jungkook kembali menahan amarah. Tidak Taehyung, tidak Irene, dua-duanya sama-sama menyebalkan.

"Kau ini kenapa, kook? Begitu saja pakai emosi." Tukas Taehyung santai.


Jungkook menatap Taehyung setajam yang ia bisa. "Kau tahu kan kita akan mengumpulkan mading minggu ini, masih berani bertanya kenapa?"

"Tapi tidak perlu sampai seperti itu. Irene juga tidak mengganggu."

"Tidak menganggu bagaimana? Daritadi kau mengerjakan apa coba. Cuma buang-buang bahan mading saja."

"Kau sendiri bukannya baru datang? Habis pacaran dengan Eunwoo, kan?"

"Sembarangan! Siapa yang pacaran? Aku habis konsultasi dengan Kim ssaem, tahu. Tadi tidak sengaja ketemu Eunwoo, jadi dia sekalian mengantarku kesini."

"Hah Gila. Kesini saja pakai diantar segala. Dan kalau kupikir-pikir, kau itu egois. Tempo hari Eunwoo boleh gabung di sini, tapi begitu Irene gabung, kau langsung main usir."

"Jangan disamakan! Waktu itu Eunwoo membantu. Irene sebaliknya."

"Hoi!! Kalau kalian mau bertengkar, di liar saja sana! Sudah tahu waktunya mepet, masih saja adu argumentasi." Tegur Yugteom tiba-tiba.

Baik Taehyung maupun Jungkook menatap Yugyeom bersamaan. Tak lama keduanya saling tatap dengan pandangan ingin membunuh. Hanya sesaat, lalu keduanya berpaling dan mulai melanjutkan pekerjaan mereka dalam diam.

.

.

.

"Sumpah, Bam! Taehyung benar-benar menyebalkan. Bagaimana bisa ada orang sepertinya di dunia?" omel Jungkook begitu bertemu Bambam pagi itu.

Bambam yang baru meletakkan tas dan duduk disamping Jungkook langsung menggeleng tak percaya.

"Pagi-pagi sudah bicara tentang Taehyung. Dasar kalian. Damai sedikit lah kook."

"Duh, Bam-ie kau tidak tahu sih. Aku kesal sekali dengan Taehyung gara-gara kemarin, kau tahu..."

Bambam tersenyum lebar. "Wah, Taehyung panjang umur. Baru di omongin, orangnya datang."

Refleks Jungkook menoleh ke arah pintu. Benar kata Bambam. Taehyung baru saja tiba di kelas. Di sampingnya menempel ketat si yeoja sinis yang menurut Jungkook tidak ada bagus-bagusnya itu.

"Yeoja itu lagi! Menyebalkan!" gumam Jungkook kesal.

"Kau kenapa sama Irene? Kau punya masalah dengannya?"

"Dia salah satu sumber kekesalanku kemarin. Dua sejoli sama-sama menyebalkan. Musnah saja sana!"

"Ada apa sih sebenarnya? Kok sampai kesal sama Irene juga?"

Jungkook tidak perlu ditanya dua kali untuk menceritakan kejadian kemarin. Begitu ia selesai bercerita. Jungkook malah menatap heran dirinya.

"Aku bingung, kook, kenapa kau harus marah? Kau tidak perlu lah menegur Taehyung dan Irene seperti itu. Lagipula kau sendiri yang bilang kalau Taehyung tidak terlalu berguna di mading. Jadi seharusnya tidak ada bedanya kalau dia membantu saat itu atau tidak." Ulas Bambam bijak.

Jungkook terdiam. Iya juga ya, kenapa kemarin ia bisa terpancing untuk memarahi Taehyung?

"Kalau tidak mengenalmu, aku akan mengira kau cemburu melihat kedekatan Taehyung dan Irene, kook"

Jungkook langsung memberi Bambam tatapan sadis. "Ih, amit-amit!"

Bambam tertawa kecil. "Mungkin kau peefeksionis untuk ekskul jurnalistik, sampai-sampai tidak bisa membiarkan satu orang pun menganggur. Eh, rencananya, siapa yang akan mengantikanmu jadi ketua ekskul jurnalistik periode depan?"

"Choi Beomgyu, anak kelas 11. Dia emang paling menonjol. Tulisannya bagus. Dengar-dengar dia sering ikut dan menang lomba menulis."

"Beomgyu, Beomgyu yang mana?"

"Yak! Masa kau tidak tahu, sih? Yang itu lho, yang temenan sama soobin, terus sama yeonjun salah satu rapper hebat di sekolah kita, juga sama si hueningkai dan Taehyun yang suaranya bagus itu.. masa kau tak tahu?"

"Oh, Beomgyu yang itu? Kalau itu sih, aku tahu. Tapi mereka memang hebat. Kenapa bisa, ya? Orang-orang hebat jadi sahabatan gitu. Terkenal lagi."

"Ah, kita juga begitu kan? Siapa tahu, orang lain juga lagi memuji kita sekarang."

Bambam mencibir sambil menggeleng pelan. "Tidak mau kalah ya, kook. Ah, sudahlah, menggosipnya lanjut nanti saja, aku pinjam tugas fisikamu dong, kook. Aku belum mengerjakan tiga nomor terakhir."

.

.

.

Jungkook tidak ingat lagi bagaimana ia melewati hari super sibuk bersama ekskul jurnalistik. Rasanya baru bebas dari mading untuk lomba, ia harus sudah berurusan dengan outbound.

Untunglah, outbound memang ia nantikan. Makanya ia sangat bersemangat saat hari outbound tiba.

Hawa dingin puncak langsung terasa saat Jungkook dan rombongan keluar dari bus. Begitu menginjak rerumputan, Jungkook memejamkan mata sejenak untuk menikmati aroma pegunungan sambil menghirup napas dalam-dalam. Saat udara bersih memenuhi rongga dadanya, ia tersenyum puas. Nikmatnya jika bisa merasakan udara sesegar itu setiap hari.

"Kau sedang apa, kook? Lagi syuting iklan? Kenapa berpose seperti itu?"

Hate You! Love You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang