🌫 Hari Sakit

2.5K 364 27
                                    

Irsya itu punya sistem imunitas tubuh yang lemah. Ngga tahan dingin. Gampang sakit. Belum lagi dia juga punya penyakit hipoglikemia, karena kelainan keseimbangan hormon.

Irsya itu lemah, kenyataan. Tapi giliran di atas kasur aja tahan berapa ronde.

Dan sekarang di sinilah Irsya, di salah satu kamar rawat di rumah sakit setempat. Dilarikan langsung dari gedung fakultas, digotong oleh Lian dan kawan-kawan karena pingsan akibat kejang ringan.

"Suatu kebodohan."

Itu Hansel yang berkomentar sambil geleng-geleng kepala melihat kondisi Irsya yang terkapar lemah di atas ranjang.

Kebetulan Hansel sedang jadwal jaga di ruang rawat yang ditempati Irsya.

"Ngatain orang sakit faedahnya apa sih, Sel?"

Dan ini Lian yang menyahut, karena Irsya lagi tidur. Di situ cuma ada Lian yang setia nungguin. Mas Icannya belum datang. Masih on the way.

Ngomong-ngomong Irsya kebagian masuk di kamar kelas satu, yang dihuni dua orang pasien dalam satu kamar. Hansel yang milihin kamarnya sebelum Irsya dipindah dari IGD.

Kalau ada Kakek Ravindra di sini, mungkin mintanya sudah yang kamar VIP, kan Kakek sayang cucu.

Tapi karena Hansel yang bertanggung jawab tadi, ya mau ngga mau terserah apa kata Hansel.

"Hipoglikemia doang kok masuk VIP, boros anjir. Emangnya Irsya anak anggota DPR apa. Ibu-ibu yang abis ngelahirin aja cuma dirawat 3 hari di kelas tiga."

-gitu, alasannya Hansel.

.

.

.

Malam harinya Irsya sudah bangun. Mas Ican duduk di kursi di samping tempat tidurnya si Adek, setia menunggu sedari tadi sore.

"Laper?"

Mas Ican mengusap halus surai kecoklatan adek kesayangan. Wajah Irsya masih pucat, lesu juga. Kesadarannya masih setengah-setengah.

"Minum ..." lirih Irsya dengan suara parau khas orang bangun tidur.

Mas Ican bantuin Irsya bangun setengah duduk, senderan di ranjang. Terus bantuin Irsya minum airnya.

"Mau makan apa, hm? Adek belum makan malam lho. Makan siang juga ngga kan tadi?"

Irsya ngga langsung jawab, dia malah merem. Kepalanya masih pusing, badannya lemes, ngga nafsu makan. Malas ngunyah juga, dia cuma kepengen tidur.

"Adek harus makan lho, sayang. Yang manis-manis."

Seketika raut muka Irsya berubah merengut, dia tuh paling ngga suka makanan manis. Ngga kayak Yogi yang hobinya nyemilin krim kocok langsung ditelen.

Irsya bukan tipe orang yang punya sweet tooth.

"Puding mau ya? Atau roti? Atau bubur? Atau ...."

Ican masih tawar menawar bung.

Memang begini kalau Irsya sedang sakit. Manjanya double, Mas Ican harus ekstra sabar.

Dan Mas Ican ngga keberatan. Kan dia cinta Irsya atas dasar kasih sayang. Asek.

"Puding." jawab Irsya pelan.

Setelahnya, Mas Ican pamit buat keluar sebentar beli puding. Sementara Irsya menunggu sambil kembali merem.

Mau tidur lagi ngga bisa, baru bangun soalnya. Jadi ya sudah, diem aja doi di sono.

"Udah tau penyakitan sok-sok'an segala mau begadang. Pergi ngampus lagi. Payah ih Apin, malu-maluin."

Entah sejak kapan Hansel sudah berdiri anteng di samping ranjang Irsya, sambil gendong tas punggungnya di sebelah bahu. Jas dokternya sudah dilepas, tanda waktu shift-nya sudah habis.

"Bacot, Upin."

Hebat ya Irsya, lagi sakit pun masih bisa marah, walau ngomongnya sudah seperti orang yang habis konser 24 jam.

Dan Hansel di sana merasa bahagia tak terbendung. Jarang-jarang dia bisa ngata-ngatain Irsya sesuka hati begini.

●●●

Hansel : Upin

Yogi : Ipin

Irsya : Apin

Kak Abin : ??? (hehe, sudah pernah disebut di A to Z minsung)

ɴᴇxᴛ ʟᴇᴠᴇʟ ▪ ᴄʜᴀɴᴍɪɴ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang