🌫 Hari Sakit II

2.2K 352 5
                                    

Pagi harinya Mas Ican pamit pulang, katanya hari ini ada rapat penting di kantor jadi ngga bisa izin seharian.

Tapi rencananya, Mas Ican cuma datang ikut rapat saja, habis selesai langsung balik lagi ke rumah sakit.

Irsya yang ditinggal pergi ya mau ngga mau sendirian di rumah sakit.

Yogi dinas, shift pagi jadi ngga bisa datang menemani.

Kak Abin harus kuliah, ada praktikum.

Hansel shift siang, jadi istirahat dulu paginya.

Sedangkan Lian juga lagi ada keperluan mendesak.

Jadi ya sudah, Irsya mandiri. Merawat diri sendiri.

Ngomong-ngomong, di kamar ini Irsya ngga sendirian sebenarnya.

"Aku ngga suka obatnya, pahit~"

Nah, baru juga diomongin.

"Iya, tapi kamu harus minum obat sayang. Biar cepet sembuh, ngga mau lama-lama di sini 'kan?"

"Tapi pahit sayang. Aku ngga bisa nelen obatnya. Gerusin~"

Hhhh ....

Dari suara tarikan nafas si cowok sih, Irsya bisa membayangkan muka cowoknya pasti sudah kelewat sebal sama si cewek. Tapi ngga tahu ya, ini kan sekadar andai-andainya Irsya.

Cuma, rasanya tuh Irsya mau ngakak aja di atas penderitaan si cowok. Sayang, karena masih lemas dan takut nanti malahan dia yang kena labrak, ya Irsya tahan sekuat tenaga.

Astagfirullah Irsya. Ngga sadar diri, padahal kan dia juga manjanya ngga ketulungan.

Bayangin gini ya:

Latar ceritanya pagi hari, kebiasaan setiap pagi hari di rumah sakit, semua sampiran di ruang rawat itu dibuka dengan berbagai alasan seperti; agar tidak pengap; agar sirkulasi udara lebih lancar, sampai nanti dokter selesai kunjungan, setelah itu terserah kalau mau ditutup lagi.

Nah, sekarang posisikan kalian sebagai Irsya. Lagi sakit, lemas, dan ngga ada yang jagain.

Terus pasien di sebelah ditemani pacarnya ... dan Irsya terpaksa menyaksikan mereka berdua mesra-mesraan dari samping.

Duh, miris amat ya. Si Adek jadi kangen Mas Ican 'kan.

.

.

.

Siang harinya ada kejadian lain yang bikin Irsya was-was. Tepatnya sebelum Mas Ican datang.

Jadi, momennya itu adalah saat Irsya cuma lagi berdua aja sama si pasien cewek. Cowoknya ntah pergi ke mana dan Mas Ican belum datang.

Si cewek ngajak ngomong Irsya, dari pada gabut Irsya pun menanggapi. Toh ngga sopan juga kalau Irsya ngga menyahut.

Mereka ngomongin banyak hal, mulai dari kenalan sampai akhirnya berujung ke Mas Ican.

Si cewek. "Oh iya, cowok yang tadi malam nemenin kamu itu temen kamu?"

Dengan tanpa curiga Irsya menganggukkan kepalanya.

Si cewek lagi. "Kalian deket banget ya. Dia sampai rela nungguin kamu semalaman. Aku lihat dia beberapa kali mengecek infus sama tangan kamu. Khawatir kamu kenapa-kenapa."

Di sini Irsya cuma balas senyum, sedikit malu. Sementara di dalam hatinya sudah fanboy-an sama Mas Ican.

"AAAAAAAHHHH~! Mas Ican baik banget sih ... jadi ngga tega minta balik ke sini, kasihan belum istirahat. Tapi kangen gimana dong, pengen meluk Mas Ican, pengen cium, pengen bilang makasih udah jagain Irsya. Aish, dilema."

Sedangkan si cewek masih lanjut ngomong. "Dia ganteng lho. Udah punya pacar belum?"

Kali ini Irsya sontak siaga satu.

"Maksudnya apaan ya, Mba?!"

Dari luar Irsya menjawab santai, sok polos sok lugu. "Udah ... emangnya kenapa?"

Si cewek. "Ya ngga kenapa-kenapa sih."

"Hmp! Aku tahu ada yang berbau tapi bukan kentut."

Irsya mulai membatin yang iya-iya.

.

.

.

Ketika jam makan siang tiba, Mas Ican pun datang. Bawa makanan kesukaan si Adek, sama beberapa buah-buahan manis karena Irsya perlu makan makanan yang banyak mengandung gula, biar cepat sembuh.

Dan seperti biasanya gimana mereka di rumah, sadar ngga sadar mereka berdua bersikap mesra secara naluri. Alamiah, gitu.

Misalnya:

Irsya makan disuapin Mas Ican, buah dikupasin Mas Ican terus disuapin juga, tangan yang lagi diinfus dijagain terus-terusan biar infusnya ngga macet, sesekali skinship penuh afeksi sambil bersenda gurau seolah dunia milik berdua.

Ngga sadar kalau cewek yang di sebelah kadang melihat dengan tatapan yang agak aneh.

●●●

ɴᴇxᴛ ʟᴇᴠᴇʟ ▪ ᴄʜᴀɴᴍɪɴ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang