7 ; Pahit

1.9K 323 33
                                    

"Kalo itu artinya aku harus pisah sama kamu dan Mamah, nggak. Aku gabisa,"

Nara terdiam, menjilat bibirnya gugup. Hatinya kalut, sepertinya ini bukan berita baik.

"M-maksudnya?"

Bibir Jefri bergetar, "Na..."

"Bentar, Mas. Bentar," Nara melepaskan cengkraman Jefri di pundaknya, "Ayo jelasin, maksudnya apa?"

"Aku bakal pergi, Na. Jauh dari bumi. Jauh dari kamu. Aku bakal dikirim."

Nara menunduk. Matanya bergetar, mencari jawaban yang tepat untuk pernyataan Jefri barusan. Haruskah ia pura-pura senang dan menyemangati, atau meledak, marah, dan keluar dari mobil seperti dalam drama?

Ah, sepertinya pilihan pertama yang paling baik.

"Ya bagus dong, Mas? Selamat yaa!" ucapnya, dengan suara bergetar.

Sialnya, Nara tidak pintar menyembunyikan rasa gelisahnya.

"Na..."

"Ya?" jawabnya cepat. Mata Nara berkaca-kaca, namun bibirnya tersenyum lebar.

"Maaf..."

"Buat apa, Mas? K-Kan udah jadi resikoku punya pacar astronot hehehe,"

"Aku ga yakin kamu maafin aku sekarang,"

"Ih apaan, sih? Drama banget? LDR bentar doang mah kita pasti bisa, Mas. 'Kan udah latian hehe. 5 bulan jarang ketemu," ujar Nara meyakinkan Jefri. Atau lebih tepatnya meyakinkan dirinya sendiri.

Jefri menggeleng pelan, "Nggak secepet itu, Na. 5 bulan gaada apa-apanya,"

"Mas." Nara menatap tajam mata Jefri, "Di luar sana nanti bakal ada cewe cantik, ngga?"

"Ngga,"

"Yaudah, kalo gitu aku bisa tenang hehe,"

"Na, jujur."

"Jujur apa lagi? Bukannya Mas yang harus jelasin semuanya ke aku? Nanti di sana ngapain aja, sama siapa aja, berapa lama,"

"Na. Aku gasuka kamu kayak gini. Aku gasuka kamu nahan emosi kayak gini. Ayo marahin aku. Ayo nangis bareng aku. Jangan ditahan sendiri. Aku ga yakin kamu beneran gapapa,"

Nara terkekeh, "Padahal mah beneran gapapaaaa! Aku percaya sama Mas Jefri,"

"Jangan bohong, Na. Kamu lupa kita udah berapa lama?"

"Iya, aku sedih. banget. Tapi aku bisa apa? Demo ke LAPAN? Demo ke NASA?

"Jujur, dari awal kita pacaran, dari awal aku tau Mas direkrut LAPAN, lanjut direkrut NASA, aku udah siapin mental buat ini.

"Aku udah tau ini bakal kejadian, tapi rasanya sakit banget kalo beneran kejadian. Ya ga, Mas?

"Aku yakin Mas juga satu pikiran sama aku.

"Lagian, nanti kalo Mas pulang juga aku bisa banggain ke orang banyak, 'Eh, pacarku udah pernah ke luar bumi, loh!' gitu hehehe,"

Jefri tersenyum pahit. Benar yang dikatakan Nara.

Gadis itu mengusap air mata di pipi Jefri yang hampir mengering, "Aku tau cringe banget ngomong gini, tapi Mas harus yakin, ada aku di sini. Aku mau dan bisa nunggu.

"Asal jangan lama-lama. Nunggu itu sulit, loh,"

Jefri menunduk, "Maaf, ya."

Nara menggeleng gemas, "You don't have to feel sorry,"

"Mas lagi emosi. Kalo dilanjutin mungkin aku juga bakal emosi. Mending pulang dulu, yuk? Besok kita jalan-jalan sampe puas. Besok Mas libur, 'kan?

Jefri mengangguk, lalu menghela napas panjang.









"Iya. Mending pulang aja,"

***

Nara sampai di rumah, diantar Jefri. Jarang-jarang rumahnya sepi seperti ini. Sepertinya Buna pergi ke rumah Tante Lina dan Bang Teo ada kuliah malam.

Nara duduk di meja makan. Mengambil asal gelas dan mengisinya dengan air putih super dingin, baru saja keluar dari freezer. Sekali tegukan langsung habis. Lidahnya terasa kelu. Entah karena air dingin, atau karena menahan tangis.

Atau mungkin keduanya? Entahlah.

Sesenggukan kecil keluar dari bibirnya. Air mata yang tadi ia tahan, keluar dengan bebas. Ia mencengkram gelas dingin itu kuat, meluapkan emosi yang sempat tertahan. Bulir-bulir air mengalir deras sekali, membentuk garis air yang kentara di pipi merahnya.

"Nggak bisa..." Nara memukul dadanya keras, berulang-ulang.

Gadis itu, Nara yang lembut itu, merasa harus tampil kuat di samping Jefri. Walau malamnya tenggelam dalam tangisannya sendiri.

"Nggak bisa..." ulangnya macam mantra. Dua kata itu keluar silih berganti dengan napas panas dari bibirnya. Matanya kini mungkin sudah sebesar buah anggur.

Tiba-tiba, dua tangan hangat melingkar di bahu Nara. Dagu tumpul yang terasa pas di pundaknya. Ah, Nara mengenali bau minyak wangi ini.

"Aku udah bilang, kalo mau nangis jangan ditahan. Jangan nangis sendirian. Ada aku buat jadi temen nangis. Ada aku, Na. Ada aku. Kamu bisa marah ke aku.

"Perasaanku dari tadi ga enak. Ternyata bener. Nara lagi nangis."

Nara membalikkan badannya, menatap sosok tinggi di hadapannya kini. Sosok dengan pundak yang selalu sedia memberi ruang untuk Nara menangis. Sosok yang selalu ada di samping Nara, walau fisiknya entah ada dimana.

Gadis itu memeluknya erat, lalu menangis kuat-kuat.



































































"Makasih, Mark."

----

late update banget huhu. maaf yaa:(💖

Astronaut | JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang