Begitu Bang Theo turun dengan wajah belepotan dan mangkuk kecil di tangan, semua orang menatap Bang Theo dengan antusias. Memang, ini adalah rencana mereka. Mengecek keadaan Nara dengan Bang Theo sebagai tumbal.
"Gimana, Nak?"tanya Buna khawatir. Pria itu mengkela napas panjang, menggeleng, "Lagi sensi banget, Bun. Theo kena semprot,"
Pundak Buna melemas, begitu pula dengan yang lain.
Kak Wendy melepas kacamatanya, "Gimana ya caranya..."
"Apa dibiarin aja? Nara pasti butuh waktu kan, guys," ucap Deysa. Riana mengangguk, "Iya, aku setuju sih sama Kak Deysa, kemarin aja sampe tumbang gitu, pasti shock banget, kan,"
"Masalahnya," Mark angkat bicara, "Nara tuh rada lola. Kalo ga kita bantuin, bisa-bisa sebulan dia hibernasi di kamar,"
Yeri menjentikkan jari, mengingat sesuatu, "Oiya! Lu pada inget ga sih, awal-awal Kak Jefri pergi kan dia jadi telat skripsinya."
"Itu aja dia jadi mau gerak gara-gara ada video rekaman dari Bang Jefri," Mark menambahkan, "Kalo gaada itu, gatau deh gimana nasibnya,"
Lucas mengangguk, "Nah. Kalah ama gua,"
"Kaget banget dulu gua tau Lucas lulus duluan daripada Nara," Goda Echan yang dibalas sumpah serapah.
"Hush, ada Bunanya Nara, bego," Deysa memukul lengan Lucas.
"Eh, iya, Maap, Tante. Hehe,"
Buna hanya terkekeh melihat tingkah teman-teman Nara.
"Gimana kalo kita semua ke atas, Kak? Nyemangatin dia gitu, surprise," usul Riana.
"Hm..." Juna menegakkan tubuhnya, "Tapi kalo kaya gitu kesannya kita beneran mikir Bang Jep meninggal ga si?"
"Iya juga, malah jadi kek bela sungkawa gitu, ya?" balas Kak Wendy.
"Nah iya. Mendingan kita kek biasa aja gitu kek gaada apa-apa. Lagian itu beritanya belom di-confirm kan siapa yang meninggal," ujar Deysa panjang lebar.
Yeri mengangguk, "Iya si, apalagi tadi abis berantem sama Bang Theo,"
"Lagian lu ngomong apaan si Bang ko sampe ngamuk gitu," protes Mark.
"Iya, anjir, sampe treak gitu," ceplos Echan.
Bang Theo menghela napas, "Gatau dah gua gapaham sama dia,"
"Btw, apus masker lu, Bang," goda Lucas.
"Oiya," ia berlari kecil menuju wastafel dan membasuh wajahnya.
Buna menghela napas, "Mendingan kalian pulang dulu aja deh, udah malem ini," perintah Buna sambil menunjuk jam dinding sudah menunjukkan pukul 10.
"Siap, Tante!" ujar Deysa. Mereka segera bersiap, beberapa menghabiskan teh hangat yang tadi disuguhkan Buna.
Juna menghampiri, menyalimi Buna, "Makasih banyak, Te, maaf ngerepotin sampe jam segini,"
"Yaampun, gapapa kali. Buna seneng temen-temen Nara pada peduli sama dia," Buna mengelus pundak Juna lembut. Teman-teman Nara yang lain ikut pamit dan menyalimi Buna satu-persatu.
"Jun, nebeng dong!" teriak Yeri sambil memakai sepatu. Juna memakai helm merah yang senada dengan motor vespanya, "Cepettt,"
"Riana gimana?" tanya Kak Wendy. Riana tersenyum, "Aku udah pesen ojek kok, Kak,"
"Mark gimana sih, anterin dong!" ujar Echan kompor. Mark merengut, "Rumah gua jalan juga nyampe, anjim,"
Deysa menyahut dari belakang, "Kita tunggu sampe ojeknya dateng aja,"
Riana menggeleng, "Santai aja, Kak, udah deket kok. Duluan aja gapapaa,"
"Nah kan bentar lagi sampe, sekalian aja kita tungguin," sahut Juna, meskipun ia sudah siap dengan vespanya dan Yeri yang sudah duduk manis di belakangnya.
"Itu udah sampe!" Riana menunjuk ojek online yang menghampiri. Ia melambaikan tangan, "Makasih banyak kakak-kakak, Riana duluan, ya!"
"Aduh, cakep banget anak orang," celetuk Lucas dan dibalas dengan pukulan dari Deysa.
"Padahal ada pawangnya, masi aja berani," gumam Mark terheran.
Begitu Riana pergi, Lucas menghidupan mesin motor dan Deysa naik.
"Loh, Kak Wendy? Sama Echan?" tanya Yeri melihat Kak Wendy naik motor Echan. Keduanya menatap Yeri bingung.
"Lo gatau mereka sepupuan?" sahut Lucas, hampir tidak terdengar karena helm fullface-nya.
Mata Yeri membulat, "Serius?! Sejak kapan?"
"Barusan," jawab Echan sarkas.
"Dahlah, ni anak makin malem makin mabok, mending cepet-cepet gua anterin pulang," Juna menimpali, mengangguk sopan kepada Buna dan Bang Theo. "Duluan Tante, Bang,"
Mengikuti Juna, yang lain segera tancap gas dari rumah Nara, mengingat langit sudah segelap ini.
Mark hendak masuk untuk membantu Buna merapikan ruang tamu, namun dihadang.
"Udah, kamu pulang aja, besok kerja, kan?" tanya Buna yang dibalas anggukan.
"Yaudah, Mark pulang, ya, Bun,"
Setelah pamit dan menyalimi Buna, ia berjalan pulang.
Pemuda itu melirik jendela kamar Nara yang tertutup gorden ungu muda sebelum membuka pagar rumahnya.
Mark menghela napas panjang.
hari ini santai dulu yyyy sekalian aku mau mikir kelanjutannya WKWKWKWKWKWKWKWK astaghfirullah
anw, aku pernah bilang kan yaa di chapter 'intro pt.2' kalo Nara tuh anaknya emang asik gitu, humble, nyenengin lah pokoknya. makanya banyak bgt yang sayang dan pengen temenan sama dia
goals banget ga si
AKU PENGEN KAYA GITU tp ak nyebelin
can't relate
anw,
enjoy❤
lov y'all💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Astronaut | JUNG JAEHYUN
Fanfictionmenunggu itu sulit. tetapi kamu harus tahu. kalau menunggu untuk mendapat kamu, saya rela menunggu 1000 tahun bahkan di angkasa yang dingin dan sepi. apa kamu mau menunggu saya untuk beberapa tahun?