Morning Hug

5.6K 763 60
                                    

"Ma... Mama..."

Sehun menggeliat pelan. Antara bermimpi dan tersadar, ia mencoba meyakini diri sendiri bahwa ia memang mendengar sesuatu.

"Mama..."

Suara Jisoo.

Sehun langsung terjaga dan bangun ke posisi duduk.

"Jisoo?" panggilnya. Ia melihat pada gadis yang tidur di sampingnya.

Suhu ruangan cukup dingin namun Jisoo berkeringat. Matanya masih terpejam namun bibirnya terus bergumam.

"Jisoo," panggil Sehun lagi seraya mengguncang pelan tubuh gadis itu.

"Maa..." Jisoo mulai terisak pelan dalam keadaan tidur.

"Jisoo, bangun." Sehun mencoba membangunkan Jisoo dan akhirnya matanya perlahan terbuka.

Jisoo melihat Sehun yang menatapnya dengan ekspresi setengah panik. Ia mengernyit heran. "Ada apa?"

Sehun menghela nafas, merasa lega. Ia memeriksa dahi Jisoo dan tidak hangat. Jisoo hanya bermimpi, tidak demam.

"Ayok, bangun dulu!" Sehun membantu Jisoo bangkit ke posisi duduk. "Sebentar gue ambil minum." Ia kemudian keluar dari kamar lalu kembali membawa segelas air. Ia memberikannya pada Jisoo dan Jisoo meminumnya.

"Lo mimpi buruk," kata Sehun.

"Masa, sih?" tanya Jisoo.

"Dari tadi lo terus manggil-manggil mama. Lo mimpiin nyokap lo?"

Jisoo menggeleng. Dia saja heran kenapa Sehun membangunkannya. Namun kemudian ia sadar wajahnya basah oleh keringat.

"Kayaknya gue perlu mandi."

Sehun memilih untuk tidak kembali tidur lalu menuju dapur dan menyeduh dua gelas teh. Ia menunggu Jisoo sampai selesai mandi lalu memberikan teh tersebut kepadanya.

"Makasih, ya," ucap Jisoo.

Ini pertama kalinya Sehun menyiapkan sesuatu untuk Jisoo meskipun itu adalah apartemennya. Selama ini Jisoo lah yang selalu membuatkan sesuatu untuk ia makan dan minum.

"Lo bener nggak mimpi buruk?" tanya Sehun lagi.

Jisoo diam sejenak. Apa ia perlu konsultasi tentang masalah ini pada Sehun?

"Lo bisa cerita sama gue. Jangan mikir kalo gue nggak bakalan percaya."

Sejak percakapan mereka saat makan malam tadi, Sehun kembali berpikir. Jisoo bisa saja membual, tapi untuk apa dia melakukan itu? Ia punya keluarga yang kaya raya. Tentu tidak masuk akal jika dia sengaja mencari simpati agar Sehun iba dan bisa dimanfaatkan olehnya.

Jisoo menggeleng. "Nggak ada, gue nggak mau cerita apa-apa. Lo balik tidur aja. Gue nggak bisa tidur lagi kayaknya."

"Gue mau nemenin lo aja."

Sepertinya sudah lama sekali Jisoo tidak mendengar sederet kalimat itu. Dia bahkan lupa kapan terakhir kalinya ada orang yang mengatakan hal seperti itu kepadanya. Ia kemudian menatap Sehun. Awalnya ia ingin menjaga hubungan mereka hanya sebatas teman tidur saja. Itu sebabnya ia tidak mau bercerita terlalu banyak tentang keluarganya karena itu hanya dilakukan oleh sepasang kekasih. Dan saat mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Sehun, Jisoo merasakan sesuatu yang hangat tiba-tiba membungkus hatinya. Sekali ini saja, sepertinya tidak apa-apa kan, jika dia bercerita?

"Gue nggak tau Tante Tiffany udah cerita apa aja ke lo. Tapi soal nyokap gue yang sakit, lo udah tau, kan?" Jisoo memulai ceritanya dengan bertanya.

Sehun mengangguk, tidak banyak berkomentar agar tidak merusak jalan cerita Jisoo.

"Mama gue itu orangnya cantik, baik, peduli. Waktu pertama dikenalin ke keluarga papa, semua orang langsung suka sama mama. Itu sebabnya papa nggak mikir lama buat nikahin mama. Pasangan paling serasi dan harmonis, kata mereka. Semuanya indah dan baik-baik aja sampe Myungsoo lahir. Ini yang diceritain semua orang ke gue tentang mama dan papa.

Menurut cerita mereka, setelah ngelahirin Myungsoo, mama mau ke dapur, nggak tau mau ngapain. Trus nggak tau kenapa, mungkin kepeleset, mama jatuh di tangga. Inilah awal mula dari segala penyakit mama. Karena cuma jatuh kepeleset biasa, jadinya nggak ditangani secara serius. Tapi kondisi mama nggak membaik. Masih bisa sekali-sekali pergi keluar nemenin papa kalo ada acara, tapi lebih sering di rumah karena staminanya menurun drastis setelah dari luar.

Mereka bilang, papa mulai sering pergi sama sekretarisnya setelah mama lebih banyak di rumah. Dan sekretaris itu akhirnya dia nikahi nggak lama setelah gue lahir. Alasannya karena Mama Bada, yang waktu itu masih sekretaris papa, udah deket sama Myungsoo.

Pokoknya, gue taunya Mama Bada itu mamanya gue, Myungsoo, dan Jennie. Pertama kali gue tau kalo Mama Bada bukan mama kandung gue adalah waktu gue nggak sengaja masuk ke kamarnya Mama Yujin pas main petak umpet sama Myungsoo sama Jennie. Lo bayangin, gue sama Myungsoo dilarang keras masuk ke dalam kamarnya Mama Yujin dan kita nggak dikasih tau sejak awal kalo Mama Yujin adalah mama kita.

Gue masih kecil, kayaknya masih SD kelas 1 atau 2. Tapi memang ada sesuatu dalam diri gue yang yakin kalo itu emang mama gue. Abis itu gue dimarahin abis-abisan sama papa. Tapi karena dimarahin itu, gue jadi makin nekat masuk ke kamarnya mama dan nggak ada yang bisa halangan gue. Sedangkan Myungsoo, dia udah nyaman sama Mama Bada. Apalagi pas tau Mama Yujin sakit parah, makin nggak suka dia. Itulah awal mula gue mulai jauh sama Myungsoo. Karena gue lebih suka nemenin mama di rumah sakit atau di kamarnya daripada main atau pergi liburan sama mereka.

Makanya gue benci banget sama rumah sakit. Karena ternyata rumah sakit nggak bisa nyembuhin mama. Tapi setelah dewasa gue sadar, mungkin emang udah jalannya kayak begini.

Pernah waktu gue SMP, gue pulang sekolah lebih awal karena guru-guru pada rapat. Myungsoo sama Jennie pergi main entah kemana. Gue jelas lebih milih pulang buat nemenin mama. Pas gue masuk kamar mama..."

Suara Jisoo mulai bergetar saat mengatakan ini.

"...mama udah nggak ada."

Jisoo menutup wajah dengan kedua tangannya dan ia tidak bisa menahan tangisnya lebih lama. Ia selalu berusaha melupakan kenangan pahit itu namun hal tersebut justru makin merangsek masuk ke dalam pikirannya. Ia menangis tersedu-sedu. Rasanya sakit sekali. Dan ia selalu menangis sendiri saat mengingat tentang itu semua.

Perlahan Jisoo bisa merasakan lengan Sehun merangkul tubuhnya ke dalam pelukannya.

"Gue di sini. Lo boleh nangis sepuas lo."

Dan tangis Jisoo semakin pecah setelah Sehun mengatakan itu. Setelah 13 tahun, baru kali ini ada orang yang memeluknya untuk menenangkannya selain Tiffany. Sedetik pun dalam hidupnya, Jisoo tidak pernah membayangkan Sehun akan menjadi tumpuannya saat menangis seperti ini.

"Sehun..." gumam Jisoo ketika ia membalas pelukan Sehun.

...

Keesokan paginya, seperti biasa Jisoo menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Sehun. Sepertinya semalam ia kelelahan menangis sampai tertidur dan saat bangun, ia sudah berada di ranjang Sehun.

Jisoo sudah biasa memasak sendiri tanpa intervensi. Sehingga saat tiba-tiba kedua lengan Sehun melingkar di perutnya pagi itu, ia terdiam dan tubuhnya seketika membeku.

"Kamu masak apa?"

TBC

Gaeeesssss maap yaaaa chapter kemaren aku ngetiknya udah ngantuk ngantuk jadi nggak sengaja ngetik FIN padahal harusnya TBC 😭😭😭 Syukurnya ada yang ngingetin, jadinya udah aku ganti. Makasih ya❤️❤️❤️

Personal Preference | HunSooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang