Sehun membuka matanya perlahan. Cahaya matahari samar-samar masuk mengenai wajahnya. Seulas senyum terukir di bibirnya. Dia tidak pernah merasa sebahagia ini.
Fase terbaik dalam kehidupannya sedang ia jalani.
Fase kehidupan yang sebenarnya sangat jarang terpikir oleh Sehun yang dulu merasa lebih nyaman tinggal sendirian di apartemennya. Menikah, bukanlah suatu kata yang sering terucap dari mulutnya. Ia kembali tersenyum. Menertawakan diri sendiri yang pernah mengira bahwa itu adalah hal yang merepotkan. Hidup sendiri saja sudah memusingkan, kenapa harus ditambah lagi dengan dua, tiga, atau empat orang.
Namun sekarang sudah berbeda. Sekarang Sehun merasa menikah adalah hal yang paling penting dalam hidupnya. Mungkin bukan istilah pernikahan itu sendiri, tapi dengan siapa ia menikah.
Jisoo, wanita yang baru ia kenal kurang dari tiga bulan itu, berhasil mengubah mindset Sehun sebegitu mudahnya. Kalau bukan cinta, entah apalah itu namanya.
Seperti biasa jika Sehun tidak bekerja atau tidak mendapat shift pagi, ia akan bertahan di ranjang sedikit lebih lama. Itu sebabnya saat ia bangun, Jisoo sudah tidak ada di sampingnya. Sehun turun dari ranjang dan mengenakan kaos putih polos yang Jisoo campakkan ke lantai semalam. Ia biarkan rambutnya berantakan. Mencuci muka pun tidak ia lakukan.
Pemandangan Jisoo sedang memasak adalah yang pertama Sehun tangkap begitu keluar dari kamar. Bau masakannya harum seperti biasa. Sepertinya menjadi ibu rumah tangga menajamkan keahlian memasaknya. Jisoo tidak ingin bekerja, ia hanya ingin di rumah saja. Sehun menghargai keputusan tersebut tanpa mendebatnya.
Sebenarnya ada banyak hal yang menjadi pertimbangan Sehun sebelum menikah dan hal itu sering menakutinya. Apakah Jisoo akan menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah? Apakah ia akan betah tinggal di apartemen yang tidak bisa disebut mewah? Apakah ia akan mempertahankan sifat rebel-nya di depan Sehun? Semua ini hampir saja membuat ia membatalkan pernikahan mereka. Sesuatu yang pasti akan Sehun sesali karena ternyata setelah menikah semua yang ia khawatirkan sama sekali tidak terjadi.
Seharusnya Sehun sadar, sejak merencanakan pernikahan pun Jisoo tidak pernah merepotkannya. Ia hanya ingin resepsi sederhana. Hanya kumpul bersama teman dan keluarga terdekat di halaman belakang rumah. Ia juga tidak ingin membeli gaun baru, lebih memilih memakai gaun yang dipakai oleh ibunya saat menikah dulu. Sederhana saja, asal tidak membebani orang tua. Sehun sangat bersyukur bertemu dengan wanita seperti Jisoo.
"Udah bangun, Sayang?" tanya Jisoo saat melihat Sehun sedang mengambil sesuatu dari dalam kulkas.
"Udah," jawab Sehun singkat seraya mengecup leher istrinya. Ia kemudian meminum air dingin yang ia ambil barusan.
Sehun butuh mendinginkan pikiran dan tubuhnya karena ia selalu ingin membawa Jisoo kembali ke ranjang dan menghabiskan waktu seharian di sana. Ia pernah melakukannya sekali dan setelah itu Jisoo tidak berhenti mengomel karena semua pekerjaan di rumah terbengkalai. Sehun berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
"Hari ini mau kemana?" tanyanya setelah bisa mengendalikan diri.
"Mau belanja. Bahan makanan udah pada abis," jawab Jisoo yang masih dengan cekatan menyiapkan sarapan.
"Hmm, sendirian bisa? Soalnya aku masuk jam 11."
"Aku pergi sama Jennie. Aman lah!"
Sehun tersenyum. Ia sangat senang melihat Jisoo yang sudah benar-benar seperti kakak adik dengan Jennie. Mereka sering pergi bersama jika Sehun sedang tidak bisa mengantar Jisoo karena bekerja. Sehun bahkan sempat mengucapkan terima kasih kepada Jennie yang sudah dengan lapang dada merelakannya untuk saudarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Personal Preference | HunSoo
عاطفيةHari pernikahan Myungsoo tampak lebih meriah dari yang seharusnya karena kehadiran Jisoo, adik perempuan Myungsoo selain Jennie. Hubungan yang canggung di antara mereka membuat teman-teman Myungsoo heran. Cerita ini dimulai oleh Sehun, yang sudah se...