Dan di sinilah Jisoo. Menemani ayahnya berkeliling pabrik dan seluruh anak perusahaan. Ia tahu ayahnya kaya, tapi dia tidak menyangka ayahnya adalah puncak dari seluruh tingkatan kerajaan bisnis yang ditekuninya. Pantas saja Myungsoo dan Jennie berfoya-foya seperti tidak ada hari esok. Karena sampai hari esok kapanpun uang Dongwan tidak akan pernah habis. Kecuali jika takdir berkata lain.
"Kamu suka?"
"Hah?" Jisoo seakan kembali pada kesadarannya yang sejak tadi terbengong-bengong melihat proses produksi kain tekstil berkualitas tinggi.
Dongwan mengulang pertanyaannya, "Kamu suka di sini? Atau lebih suka di kantor?"
Jisoo tidak mengerti maksud dari pertanyaan ayahnya. Kerutan di keningnya menandakan ketidakpahaman itu dengan sangat jelas.
"Kita balik ke kantor aja dulu, trus ngobrol sambil minum teh," ajak Dongwan.
Jisoo hanya menurut dan mulai mengekori Dongwan seraya masih melihat-lihat setiap kegiatan di dalam pabrik. Semua orang yang berpapasan dengan mereka pasti menunduk memberi hormat. Jisoo jadi merasa tidak enak, karena banyak dari mereka usianya jauh di atasnya. Dia dihargai karena dirinya adalah anak pimpinan sekaligus pemilik perusahaan.
Sesaat Jisoo tersadar maksud dari pertanyaan ayahnya sebelumnya. Namun entah mengapa, dia merasa bukan bagian dari ini semua. Dia merasa tidak cocok, atau mungkin tidak pantas?
"Silakan, Non!" ucap seorang karyawan perusahaan yang mengantarkan teh dan cemilan untuk dirinya dan Dongwan.
"Terima kasih, Mbak!" balas Jisoo sopan dan ramah, membuat karyawan wanita tersebut tersenyum hangat padanya.
"Udah liat semuanya, kan? Jadi kira-kira kamu mau jalani yang mana?" tanya Dongwan.
Jisoo tidak tahu alasan dia melepehkan tehnya. Apakah karena panas atau karena ucapan ayahnya?
"Aku nggak pernah minta anak perusahaan manapun, Pa," jawab Jisoo jujur. Sebelum berangkat ke Amerika pun Jisoo sudah menegaskan hal tersebut.
Dongwan tampak menghela nafas pelan. "Setidaknya kasih Papa kesempatan untuk nebus kesalahan Papa ke mama kamu dengan membahagiakan kamu."
Jisoo meletakkan cangkir tehnya kembali, mendadak kehilangan selera. "Bagi aku, uang nggak bisa bikin bahagia, Pa."
"Tapi kita juga nggak bisa balikin mama kamu, kalo menurut kamu itu yang bisa bikin kamu bahagia."
Jisoo sudah cukup lelah menangis di depan Sehun kemarin, dia tidak ingin menangis lagi hari ini. Cukup Sehun dan Tiffany saja yang tahu betapa lemah dirinya sebenarnya, tidak di depan orang lain lagi, meskipun itu ayahnya sendiri.
"Ada cara lain..."
"Jennie bakalan Papa nikahkan dalam waktu dekat," sela Dongwan yang bahkan mungkin tidak mendengar Jisoo bicara.
Entah kenapa perut Jisoo bereaksi mendengar hal tersebut. Ada gejolak dalam dadanya yang membuat perasaannya menjadi tidak enak dalam sekejap. Ia tidak ingin mengira-ngira, tapi kenyataan sering kali memang terasa begitu pahit.
"Dia udah dekat cukup lama sama Sehun. Jadi Papa rasa udah saatnya mereka nikah. Tinggal kamu, tolong kasih tau Papa apa yang bisa bikin kamu bahagia. Ijinkan Papa jadi Papa yang baik buat kamu walau cuma sekali."
Cukup.
Jisoo tidak bisa mendengar lebih jauh lagi.
Ia memegangi perutnya ketika berdiri dan meninggalkan Dongwan begitu saja.
"Jisoo, mau kemana?" tanya Dongwan heran.
Jisoo tidak menyahut. Ia terus berjalan keluar dari ruangan dan mencari lift dengan tergesa-gesa. Ayahnya mencoba mencegahnya pergi, tapi Jisoo sudah masuk ke dalam lift.
KAMU SEDANG MEMBACA
Personal Preference | HunSoo
RomanceHari pernikahan Myungsoo tampak lebih meriah dari yang seharusnya karena kehadiran Jisoo, adik perempuan Myungsoo selain Jennie. Hubungan yang canggung di antara mereka membuat teman-teman Myungsoo heran. Cerita ini dimulai oleh Sehun, yang sudah se...