17. Keparat-Keparat Metropolitan

2K 307 27
                                    

Tak sampai satu minggu, Tim IT mengabarkanku bahwa mereka telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, berhasil membongkar Hardisk dan mempreteli bagian demi bagian informasi yang ada di dalamnya. Tentu saja, berita itu disampaikan melalui Wijaya, bukan langsung kepadaku, karena toh kasus ini secara resmi diberikan pada Wijaya.

Sekali lagi, aku tak dapat menolak penawaran Wijaya yang ingin memperlihatkan informasi-informasi yang ada di dalam Hardisk itu kepadaku. Tancapan gas yang biasanya membawaku ke parkiran mobil kembali mengantarkanku ke tempat yang sama. Bedanya, di pagi ini aku tak langsung mengurung diri di ruanganku. Aku kembali menelusuri lorong laboratorium, dan mendapati ketiga orang yang sama seperti dulu—Wijaya, si gendut, dan si kurus—kembali bercengkerama di ruangan yang sama.

Sejujurnya, aku masih mengantuk. Jam tidur yang lebih sedikit dari biasanya membuatku terpaksa memelototkan mata, berusaha untuk tak tertidur. Insomnia tanpa alasan yang menyerangku secara tiba-tiba memaksaku menonton televisi sebagai bentuk hiburan satu-satunya. Aku sengaja menghindari kopi pahit agar tak terjaga, tetapi tak ada bedanya. Yang jelas, sekarang adalah hari yang berbeda, di mana aku harus beraktivitas seperti biasa dan menyembunyikan rasa kantukku.

Si kurus lah yang menyapaku pertama kali, disusul oleh anggukan Wijaya dan senyuman si gendut sebagai bentuk sambutan. Si kurus segera mengambil tetikusnya, sadar alasanku berada di sini. Ia langsung membuka pembicaraan.

"Kami berhasil mendapatkan data yang ada di dalam hardisk ini. Sebagian besar sudah dihapus, tapi kami berhasil membangun kembali informasi-informasi yang ada di dalamnya berdasarkan riwayat lokal hardisk."

Aku tak mengucapkan sepatah katapun. Mau bagaimanapun juga, aku tidak akan mengerti dengan apa yang ia bicarakan. Selama ini aku hanya menjadi pengguna biasa barang elektronik, tapi pernah berusaha lebih jauh, memikirkan segala kelebihan yang mungkin bisa aku dapatkan darinya. Jadi, sebagai bentuk apresiasi, aku hanya bertanya, "Lalu?"

Si kurus memencet salah satu bagian tetikusnya, membuat layar hitam yang sebelumnya terpampang pada layar komputer besar berubah menjadi berwarna. Si kurus membalikkan kursinya, ia menjelaskan padaku.

"Dari data yang ...."

Aku memotong, "Tunggu, kalian tahu jika kasus ini sebenarnyadiselidiki oleh Wijaya, kan, bukan saya?"

Si kurus dan si gendut saling beradu pandang. Entah percakapan di antara mereka terjadi atau tidak, yang pasti si kurus mengonfirmasi bahwa mereka memang mengetahui hal itu.

Jadi, aku melanjutkan, "Kurasa akan lebih baik jika kalian menjelaskannya pada Wijaya, bukan padaku."

Ucapanku itu membuat si kurus meminta maaf beberapa kali, yang hanya kubalas dengan anggukan pelan. Aku bisa saja bilang "tidak apa-apa" atau semacamnya, tetapi rasa lelahku berhasil mengurung niat. Lagipula, si kurus tampaknya langsung mengerti. Jika sebelumnya ia melakukan kontak mata denganku, kini kontak mata terjadi antara dia dengan Wijaya, yang jelas juga belum mendapatkan informasi yang mereka dapatkan, sama sepertiku. Aku tahu karena pertemuan sebelumnya, hal yang sama pun terjadi.

Kemudian, si kurus melanjutkan ceritanya yang terpotong, atau mungkin lebih tepatnya mengulangi cerita yang sebelumnya terpotong.

"Dari data yang kami dapatkan, kami yakin jika Pak Jajang tergabung ke dalam kelompok PK. Ada beberapa catatan yang mengungkapkan hal itu, termasuk pembagian uang yang mereka dapatkan selama bekerja."

Wijaya bertanya, "Pekerjaan apa?"

"Perampokan."

"Bagaimana dengan pembunuhan?" Aku menyela, membuat si kurus kembali melemparkan pandangannya ke arahku.

Detektif Roy : Keparat-keparat Metropolitan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang