"Dokter, bisakah anda lakukan sesuatu, pingsannya lama sekali," tanya Adhitama kalut pada Dokter Arini, dokter putri senior yang merupakan dokter langganan keluarga.
Adhitama tidak pernah menolong orang pingsan dan sekalinya menghadapi orang pingsan adalah saat neneknya terkena serangan jantung, menunggui nenek yang sempat koma di ICU meninggalkan trauma sendiri untuknya dan tentunya Acha bukan penderita jantung kan?
Saat ini Acha sudah dipindahkan kekamarnya, meski belum siuman namun nafas dan detak nadi gadis itu masih terlihat, wajahnya juga sudah tidak sepucat tadi.
Adhitama panik saat melihat Acha tergolek lemas di kursi teras samping rumahnya, dengan bantuan Dewi yang memanggil dokter dan saat satpam ingin memindahkan badan Acha , Adhitama menepisnya....dialah yang memindahkan Acha ke kamar utama agar badan gadis itu bisa berbaring dengan lebih nyaman.
"Kondisinya bagus pak Adhitama, tekanan darahnya juga berangsur normal."
"Mengapa dia bisa pingsan dok?"
"Kondisi lambungnya kosong, mungkin itu pemicunya."
Adhitama merutuk dalam hatinya, jus lemon yang diminum saat perut kosong, mungkin Acha belum sempat makan siang saat terbang kemari, kenapa hal itu tidak pernah terpikir olehnya.
"Dan apakah dia akan siuman dokter?"
"Sebenarnya pasien sudah sadar dari tadi, mungkin dia hanya tidak ingin membuka matanya dan berbicara. mungkin juga beliau hanya ingin beristirahat sebentar."
"Jika nanti pasien sudah bangun, berikan dia makanan lembut hangat yang bersahabat dengan asam lambungnya, soup krim tanpa susu bagus dan jangan lupa ini resep obatnya."
Adhitama tidak tahu ia harus tertawa bahagia karena acha tidak apa apa atau merengut kesal karena sudah ditipu Acha dengan aksi pura pura tidurnya selama 20 menit terakhir.
Dewi mengantar dokter Arini keluar sekaligus menebus resep obat untuk Acha , tentunya setelah Adhitama mengucapkan terimakasih dengan menjabat tangannya.
Acha ingin tersenyum saat dokter Arini menerangkan kondisinya pada Adhitama, sekali kali pria itu perlu diberi pelajaran agar tidak terlalu arogan, dan saat melihat kepanikan pria itu, hati Acha merasa sedikit terhibur karena ternyata Adhitama tidak sekejam yang terlihat.
Dulu Acha menerima proposal Adhitama karena masukan dari bu Nyai, istri Mudir pondok pesantrennya juga pertimbangan dari kak Andre.
Menurut bu Nyai, Adhitama sekufu dengannya, meski tentu saja bukan dalam harta. Namun yayasan amal Adhitama adalah donatur tetap terbesar yang dimiliki oleh pondok tempatnya menghabiskan masa SMP dan SMAnya.Hampir pembangunan semua sayap dan bangunan baru selalu ada uang dari Hernowo Foundation, meski Acha baru tahu saat ini kalau Hernowo foundation itu punya Adhitama.
Acha muda punya pertimbangan lain saat menerima lamaran Adhitama, meski dalam taaruf diperbolehkan menanyakan potensi pendapatan calon suami, namun Acha sudah terlanjur suka dengan cara tertawa Adhitama, sosoknya yang menawan dan tentu saja sekarang semua terlihat dangkal karena dulu ia dilamar Adhitama saat usianya baru 19 tahun dan Adhitama sudah 27 tahun saat itu.
Mungkin dirinya memang polos juga naif, dan Adhitama menyukainya karena kepolosan dan kenaifannya itu, sesuatu yang menyegarkan didunia Adhitama yang penuh dengan polesan dan pencitraan.
Saat ini bahkan Acha merasa nyaman tidur dibantal yang masih tertinggal wangi sabun Adhitama, karena sepertinya ia dipindahkan kekamar tidur utama rumah ini.
Acha mulai waspada saat banyak langkah kaki menjauh dan kemudian hening dan saat terdengar langkah kaki mendekat kemudian harum masakan, tanpa dapat dicegah suara perut Acha bergemuruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cincin untuk Acha
RomanceAcha menjual cincin pertunangan dari pernikahannya yang gagal, sejak ditinggalkan oleh calon suaminya pada hari pernikahannya , Acha mengalami berbagai hal yang menyakitkan, dan saat melihat mantan calon suaminya sudah melanjutkan hidup dengan meng...