Bagian 9

10.2K 840 17
                                    


"Saya terima nikahnya dan kawinnya Arsalana Jundi Rasulina binti Rahmat dengan maskawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 50 gr dibayar tunai," kata Adhitama lancar dalam satu tarikan nafas saat akad nikah dengan wali nikah kak Andre.

Gumaman dan jawaban sah terdengar nyaring saat kak andre menanyakan kepada saksi dan hadirin yang hadir tentang keabsahan akad malam itu.

Acha sah menjadi Nyonya Adhitama, dengan digandeng oleh kak Ais dan mama Ayu , Acha menuju ke ruang tamu tempat acara berlangsung untuk kemudian dilanjutkan dengan pemasangan cincin antara suami istri.

Untuk pertama kalinya Acha mencium tangan Adhitama dan Adhitama mencium kening Acha secara halal, kalau ciuman curian yang kemarin itu sudah jelas keharamannya.

Itulah indahnya menikah, karena dia menjadikan yang haram menjadi sesuatu yang bernilai pahala setiap kita melakukannya, bahkan berpegangan tangan antara suami istri pun dapat meluruhkan dosa diantara keduanya. Acara kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan malam bersama untuk tamu undangan yang hadir.

Menikah itu sangat mudah dalam islam tidak perlu dipersulit, dengan saksi yang berasal dari satu orang kerabat Andre dan satu orang kerabat Adhitama ditambah petugas KUA sebagai pencatat kelengkapan surat surat yang menyusul kemudian.

Yangti yang baru pemulihan sakit tidak bisa hadir dan hanya menelpon mengucapkan selamat atas pernikahannya dan selamat datang sebagai cucu menantunya, Yangti berharap Acha mau berkunjung kerumah Yangti bersama Adhitama karena sekarang mereka telah menjadi keluarga, wajib menginap kata Yangti sambil tersenyum penuh arti.

Acha bahkan tidak tahu bagaimana kakaknya menyiapkan semuanya dengan cepat termasuk hidangan untuk walimatul ursy yang dihadiri tetangga dan kerabat juga bu Nyai yang terlihat bahagia karena akhirnya taaruf 6 tahun yang lalu itu berakhir bahagia.

Acara berlangsung dengan khidmad dan sederhana ditutup dengan shalat isya berjamaah dan saat tamu terakhir pamitan, Acha merasa berdebar.

Kak Ais sudah menyulap kamarnya menjadi kamar pengantin yang elegan dan wangi dengan taburan mawar juga melati pada spreinya, dan Acha tidak tahu harus tertawa bahagia atau menangis sedih dengan ironi pernikahannya.

Ia ingin punya anak banyak dan Adhitama enggan untuk punya anak, jadi pemisahan tempat tidur ini akan jadi waktu untuk memikirkan apa yang akan mereka lakukan dimasa yang akan datang.

Acha terlonjak kaget saat ada yang menepuk bahunya, dan semakin merona saat melihat yang melakukannya adalah Adhitama.

"Kita sholat sunnah dulu Cha..."
Ah, sunnah yang hampir tidak Acha ingat, mungkin betul pilihan bu Nyai saat memilihkan Adhitama untuk dirinya, mungkin dirinya hanya perlu bersabar agar tahu kenapa suaminya itu takut dan enggan dengan anak kecil.

Jika mengorek dari Adhitama sepertinya tidak mungkin, karena pria itu sangat tertutup, mungkin esok saat bertemu dengan Yangti hal tersebut bisa ditanyakan....karena meskipun Adhitama enggan punya anak namun Yangti pasti menginginkan buyut.

Adhitama pernah kelepasan ngomong bahwa Acha adalah perempuan pertama yang ia lamar dan saat ini lamaran itu sudah menjadi pernikahan, jadi tidak mungkin Adhitama tidak punya rasa untuknya.

Dugaan itu melambungkan percaya diri Acha, karena dari sekian banyak wanita yang ada di orbit, suaminya itu memilihnya.

Acha tidak pernah merasa cantik hingga Adhitama memandangnya dan saat ini sosok menawan itu resmi jadi suaminya, sah di mata Allah, masyarakat dan juga negara.

Acha memakai baju pengantin yang dipakai Mama Ayu saat menikah dengan papanya, kebaya model klasik dengan potongan pas badan itu tersamarkan oleh jilbabnya yang menutup dada.
Kebaya itu lebih mudah dilepas karena berkancing didepan, setelah berganti pakaian dengan kilat karena mencuri waktu saat Adhitama masih di kamar mandi, sekarang waktunya tidur.

Acha tersenyum saat memegang cincin platina yang bersanding dengan cincin 700 juta itu dan mulai menata bantal di sofa panjang yang ada dikamarnya, Matanya sudah setengah tertidur saat mendengar bunyi klik dari kamar mandi.

Adhitama menatap ke arah tempat tidur yang masih rapi bertabur bunga mawar dan melati itu, dia tidak berharap Acha tidur disana karena kalau acha tidur disana besok pagi badannya yang akan pegal pegal karena tidur disofa panjang yang ada diujung ruangan, dan saat menatap sofa itu, kelebat selimut warna ungu yang pertama menariknya untuk berjalan kesana, Acha tidur miring ke kanan dan rambutnya yang sebahu nampak bagai sutra hitam membingkai wajahnya.

Adhitama memandang wajah pengantinnya, baru kali ini ia melihat wajah Acha utuh, tanpa jilbabnya dan istrinya memiliki wajah mungil yang menggemaskan, bulu matanya cukup panjang, dengan hidung mungil dan bibir yang seakan penuh amunisi rentetan kata saat si empunya terjaga.

Adhitama teringat perjanjian untuk tidur terpisah dengan Acha tadi siang, namun tidak ada perjanjian tentang menyentuh dan mencium jadi dengan perlahan Adhitama mencium pelipis istrinya.

"Adhit."

Adhitama terlonjak kaget karena tidak mengira Acha masih tersadar.

"Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam."

"Tidak harus kan?"

"Yaah....tidak harus sih, aku hanya ingin melihatmu utuh tanpa khimar dan jilbabmu ," ucap Adhitama sambil tersenyum canggung, jelas sekali malu karena mencuri ciuman barusan.

Acha mendesah dan merasa bersalah karenanya, Adhitama suaminya, dia punya hak atas dirinya dan Adhitama bahkan hanya mencium pelipisnya dan memandangnya.
Kegiatan ini tidak akan berlanjut kemana mana ,toh Adhitama tidak ingin punya anak khan? dan pemisahan tempat tidur ini membuat keinginan Adhitama untuk ngeyel menikah dengannya namun tidak ingin punya anak menjadi sempurna, bisik hati Acha kecut.

Seakan mencoba keberuntungan dan pengaruh dirinya atas suaminya, Acha membalikkan badan kemudian tersenyum manis.

"Dan kau suka dengan yang kau lihat?"

Adhitama menyumpah nyumpah dalam hati, kenapa dia menyetujui perjanjian tidur terpisah ini, melihat istrinya yang cantik disana dan tidak diperbolehkan menyentuh nya itu seperti memegang permen namun tidak dibolehkan membuka bungkusnya apalagi memakannya.

Acha tahu hal itu dan istrinya itu tengah menguji teorinya tentang kemampuan Adhitama melaksanakan janjinya setelah ia sempat mengingkari janji itu 6 tahun yg lalu.

Meski merutuk dalam hati Adhitama tersenyum.

"Suka sekali, istriku bahkan lebih cantik dan lebih seksi dari gadis yang tidak jadi aku nikahi 6 tahun yang lalu."

Pria itu membalikkan badannya dan berjalan menuju tempat tidurnya, mulai menyingkirkan bunga yang ada di bedcover, menurunkan suhu pendingin ruangan dan mencoba tidur di malam pertamanya sebagai suami.

Dan sekarang Acha yang gantian memandang punggung suaminya dengan perasaan bersalah.
Malam itu untuk pertama kalinya Acha tertidur sangat larut karena matanya tidak mau terpejam dan hanya menatap nyalang ranjang pengantinnya yang ditiduri suaminya sendirian.

Cincin untuk Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang