Matahari sudah hampir tergelincir dilangit sore saat mereka mendarat di helipad agak jauh dari rumah Yangti.
Rumah itu terlihat kecil dari pandangan Acha.Acha tersipu malu saat Adhitama memeluk pinggangnya untuk membantunya turun, tapi sepertinya pilot heli itu bahkan tidak melihat kearah mereka, karena sedetik kemudian deru kendaraan itu kembali mengudara meninggalkan mereka berdua yang berjalan menuju rumah dikejauhan.
Yangti sudah menyambut diteras saat mereka berdua menginjak tangga pertama rumah itu.
Rumah ini sangat bersahaja dan elegan, sangat berbeda dengan rumah Adhitama, berbentuk rumah panggung dengan desain teras yang berfungsi sebagai ruang tamu."Assalamualaikum Yangti," ucap Acha sambil mencium punggung tangan keriput Yangti dengan takzim.
"Walaikumusalam," jawab Yangti sambil tersenyum dan mengelus kepala Acha.
Yangti masih terlihat bugar meski keriputnya tidak bisa menutupi usianya yang pasti sudah diatas 80 tahun, masih gesit dan suara nya juga masih jelas saat memerintahkan mbak Lin untuk membantu dan mengantarkan cucu dan istrinya itu kekamarnya.
Pesan Yangti hanya satu setelahnya harus ngumpul di Aula samping rumah yang berfungsi sebagai mushola karena sebentar lagi maghrib.
Kamar tidurnya mungil hanya lebih besar sedikit dari kamarnya , dan hanya ada tempat tidur ukuran Queen.
Jika Adhitama tidur disana dimana dia akan tidur malam ini. Ah, dipikirkan nanti saja karena berkompromi dengan Adhitama tidak mungkin saat ini apalagi mulai terdengar suara Adzan maghrib dari kejauhan dan melewatkan sholat maghrib dan isya bersama Yangti pertama kali adalah hal menyenangkan yang sangat sulit untuk dilewatkanMasalah baru terjadi saat jam tidur dimulai, karena tidak mengepak ulang pakaiannya Acha tidak menemukan piyama untuk tidur, ...matanya tertumbuk pada bungkusan kado kak Ais yang sangat tipis, namun saat membukanya, kado itu terasa membakar tangannya.
Kak Ais memberinya kado "baju tidur" .
Mengapa baju tidur dalam tanda kutip karena baju itu bahkan tidak menutupi apapun, warnanyapun tidak biasa, Navy dan ungu.
Acha buru buru memasukkan hadiah eksotis dari kakak iparnya itu dan menjejalkannya di dasar koper, jadi tidak ada piyama dan daster. Acha memutar bola matanya menyadari kecerobohannya tidak mengecek isi travelbag yang ia bawa. Tidak mungkin tidur dengan gamis, karena gamisnya hampir semua berbahan creepe dan katjep, pasti akan kusut dan aneh dipakai untuk tidur.
Atau dia bisa meminjam kaos suaminya, bukan kaos polo cukup kaos oblong yang sepertinya nyaman sekali untuk tidur.Acha sudah bermaksud untuk tidur dengan diam diam dan berdoa semoga Adhitama tidak menyadari jika dia memakai salah satu kaos oblongnya.
Saat matanya terpaku pada betapa minimalnya perabot dalam kamar itu, Acha memutar matanya hanya ada satu tempat tidur, meja rias dan kursi panjang yang tidak nyaman untuk tidur."Hai," terdengar suara maskulin dibelakangnya yang membuat Acha terlonjak kaget.
"Hai," jawab Acha malu, wajahnya merah dadu, ini adalah pertama kali dia berada diruangan tidur yang sama dalam keadaan terjaga dengan suaminya, karena malam pertama sebelumnya dia tertidur sebelum suaminya masuk kamar dan bangun tidur lebih lambat dari suaminya.
"Aku pinjam kaosmu, aku lupa bawa daster."
Adhitama tersenyum sambil memandang kearah Acha.
"Terlihat lebih bagus dibadanmu."Acha mengarahkan pandangan pada kursi yang ada dibawah jendela.
"Kelihatannya kursi itu sangat nyaman bukan?" kata Acha sambil tersenyum
"Ya, sangat nyaman," Adhitama menyetujui dengan serius.
"Kurasa kursi itu sama nyamannya dengan ranjang. Orang pasti akan bisa tidur nyenyak diatasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cincin untuk Acha
RomansaAcha menjual cincin pertunangan dari pernikahannya yang gagal, sejak ditinggalkan oleh calon suaminya pada hari pernikahannya , Acha mengalami berbagai hal yang menyakitkan, dan saat melihat mantan calon suaminya sudah melanjutkan hidup dengan meng...