Momiji

912 121 8
                                    

Aku menyeret Sakura menjauh dari perkumpulan para kunoichi. Mereka baru saja memasuki gerbang Konoha dari misi ke luar desa. "Apakah Hinata mempelajari tekhnik transformasi jenis baru?" Aku bertanya serius pada gadis berambut merah muda itu.

Haruno Sakura menyepitkan matanya, alisnya berkerut dalam. Lama, dia memandangiku kebingungan. "Apa maksudmu, Naruto?"

"Begini, aku sudah bertanya pada Iruka-sensei tentang hal ini. Bahkan pria berpengalaman sepertinya tidak bisa memberikan jawaban."

Aku berhenti sejenak, nampaknya Sakura menunjukkan ketertarikan. "Gejalanya seperti ini, muncul perasaan gelisah yang berlebihan, tidak bisa berkonsentrasi, dada sesak, rasanya jantungku bisa meledak kapan saja," lanjutku.

"Pada saat kapan kau mengalami hal seperti itu?" tanya Sakura.

"Setiap kali aku melihat Hinata," jawabku pelan. Aku sengaja berbisik di telinga Sakura agar orang lain tidak mendengarnya.

"Apa hubungan semua itu dengan jutsu transformasi?" tanyanya lagi.

"Menurut Iruka-sensei hal seperti itulah yang terjadi saat seseorang diperlihatkan oiroke no jutsu. Kupikir Hinata sudah menguasai tingkat tertinggi. Dia bisa mempengaruhiku, bahkan dengan pakaian lengkap di tubuhnya."

"Sakura, apa yang harus kulakukan? Aku ingin menyerang Hinata. Bukan berarti aku ingin menyakitinya, aku, aku----"

"Ketidakpekaanmu sudah tidak tertolong."

Setelah penjelasan panjang lebarku, Sakura justru terlihat prihatin. Dia mengeleng-gelengkan kepalanya kemudian pergi begitu saja.

...

Dedaunan mulai berubah warna. Di atas pahatan wajah Yondaime Hokage aku mengamati awal datangnya musim gugur dengan muram. Perasaan yang tidak ku ketahui namanya menggerogotiku hatiku.

Cantik. Sangat cantik. Kata itu keluar begitu saja dari mulutku ketika mengingat wajah Hinata. Rasanya menyakitkan sekaligus membahagiakan. Aku ingin terus melihatnya, ingin terus bersamanya seperti kedua rekan se-timnya.

Apakah aku berubah menjadi orang jahat?

Masih terbayang perasaan marah tanpa alasan ketika aku melihat Inuzuka Kiba. Aku takut pada diriku sendiri. Sempat terpikirkan olehku untuk mematahkan tangan pemuda itu, saat lengannya memeluk pinggang Hinata. Mengapa? Kiba bukanlah penjahat.

"Kau di sini rupanya. Seharusnya aku sudah bisa menebak. Di sini adalah tempat favorit Naruto-kun."

Suara Hinata mempengaruhiku begitu besar. Tubuhku tidak bisa bereksi normal. Aku tidak tahu gerakan seperti apa yang harus kulakukan. Tersenyum? Menyapa dengan santai? Melambaikan tangan? Jadi, aku hanya menoleh kaku dengan tangan menempel ketat di sisi tubuhku. "Hi ... Hinata!" Suaraku terdengar lebih nyaring dari seharusnya.

"Selamat ulang tahun!"

"EH!?

Hyuga Hinata tersenyum saat mengatakannya. Bibirnya yang kecil dan penuh terlihat manis. Tunggu! Mengapa aku membayangkan bibir orang seperti rasa sebuah permen.

Rasa sesak itu datang lagi, napasku mulai memburu tidak teratur. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat. Aku tidak menyadari, bibirku sudah setengah terbuka. Aku ingin tidak ada jarak diantara kami. Aku ingin mencicipinya.

'Ayah, tolong aku!' teriakku dalam hati.

Tutup mulutmu, Bocah! Serangga akan masuk kalau kau menganga seperti itu. Di dalam kepalaku, Kurama yang terlelap, sengaja bangun untuk mengejek.

The End

Drabble NaruHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang