Bab 17 Telah hancur (2)

4.3K 123 17
                                    

"Sebesar apa usahaku untuk tetap percaya, tetap tak mengubah takdir yang akan dilalui"

~griya clariya~

🌟🌟🌟

Jam sudah menunjukan pukul delapan tigapuluh, hujan deras sudah reda menyisakan rintil-rintik kecil dengan angin yang berhembus cukup menyejukkan.

Griya memasuki rumahnya setelah mengucap salam, garis wajahnya terlihat lelah namun terlihat lebih baik dari sebelumnya. “Masyaallah Griya, kamu darimana? Saya khawatir nyariin kamu dari tadi. Kenapa telephon saya gak diangkat? Pesan saya juga gak kamu baca sama sekali,” Dion sedikit berlari menuruni tangga setelah menjawab salam, wajahnya terlihat jelas menunjukkan kekhawatiran.

Sekarang dia sedang menatap istrinya yang terlihat kusut, “Kamu darimana?” tanya Dion dengan lembut setelah keduanya duduk disofa ruang keluarga. “Dari rumah Febby, maaf ponsel Griya habis baterai.” Jawab Griya singkat dan dingin tanpa menatap kearah lelaki disampingnya.

Terdengar helaan pelan dari Dion, “Sebenarnya tadi saya mau nyampein kamu pas dihalte deket kampus, tapi saya rasa saya keduluan,” ungkap Dion sambil tersenyum miris. “Maaf pak, Griya mau istirahat.” Tidak ingin melanjutkan obrolan, Griya memilih pamit kekamar untuk istirahat meninggalkan Dion yang termenung dengan pemikirannya sendiri di ruang keluarga.

“Tadi saya lihat kamu dijemput laki-laki, padahal masih ada saya di kampus. Saat nyamperin kamu dilorong kamu malah menghindar.” Ucapan Dion membuat langkah Griya yang sedang menaiki anak tangga terhenti.

Ucapan suaminya itu membuat keningnya berkerut dalam, saat hatinya sedang kacau seperti  ini tapi kengapa suaminya malah seperti menuduhnya. Mengapa jadi dia yang disudutkan? Jujur, dia benar-benar sedang lelah sekarang. Tepatnya hati serta pikirannya yang sedang lelah sangat membutuhkan ketenangan jiwa.

Entah mengapa, mendengar penuturan suaminya barusan hatinya kembali teriris. Mungkin memang dia tak menyadari kehadiran Dion saat ia memutuskan untuk pulang bersama Elang.

Namun ucapan Dion seakan menuduhnya memiliki kedekatan dengan Elang, padahal Dion lah disini yang menyebabkan harinya begitu buruk hari ini. Griya hanya menghela nafasnya, lalu memutuskan untuk melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Sampai dikamar Griya memutuskan untuk berganti pakaian serta berwudhu. Melangkahkan kakinya menuju ruangan yang dikhususkan untuk beribadah, meraih mushaf  dan membacanya.

Ini adalah salah satu cara untuk menenangkan hatinya yang sedang tertutup mendung. Setelah merasa hatinya sedikit tenang, ia kembali ke kamar namun tak menemukan suaminya disana. Ada rasa khawatir menyergap hatinya, jam sudah hampir menunjukkan tengah malam namun Dion belum ada dikamar, tapi Griya menepis rasa itu. Ia yakin pasti Dion sedang berada diruang kerjanya.
***

Hari ini Griya sedang tidak ada kelas, sedangkan Dion entah mengapa dia sudah ada dirumah padahal jam masih menunjukan pukul sebelas siang.

Hal ini membuat Griya tidak nyaman, sejak semalam mereka hanya diam. Tak ada yang membuka suara atau memulai percakapan.

Griya sedang bersantai dibalkon kamarnya dengan sebuah novel romance dalam genggamannya merasa terganggu dengan dering ponsel dari dalam kamar. Ponsel yang terletak diatas nakas itu bukan miliknya, sang empu sedang berada didalam kamar mandi.

Griya sedikit mengerutkan kening ketika sebuah nomor tidak dikenal tertera dilayar. “Hallo sayang,” suara lembut seorang gadis terdengar dari seberang sana, mendengar ucapan gadis ini membuat hati Griya terasa diremas-remas, sepertinya akan hancur dalam hitungan beberapa detik kemudian.

You Are My HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang