Bab 3 Rasa aneh

6.2K 170 7
                                    

Puter mulmed nya di akhir ya :) ♡♡♡♡

****

Malam semakin larut, ini sudah pukul 11.00 tapi entah mengapa Griya tak kunjung dapat memejamkan mata, akhirnya Griya memutuskan untuk membaca novel dan beranjak ke balkon kamarnya, karena Griya sangat suka membaca buku terutama novel.

Udara dibalkon kamarnya begitu dingin namun Griya seakan menikmati udara dingin yang menyeruak sampai kulitnya terasa dingin.

Beberapa saat kemudian, dia seperti mendengar petikan gitar dari arah halaman depan.

Karena penasaran, Griya pun melihat melalui pagar pembatas pada balkon, lalu mata sipitnya menangkap seorang laki-laki yang sedang memetik gitar sambil duduk diayunan.

Entah apa yang menuntunnya, sekarang ia sudah berada dihalaman depan rumahnya, berdiri meneteng novel ditangan kanannya membelakangi laki-laki yang akhir-akhir ini selalu membuatnya jengkel.

Griya pun sayup-sayup dapat mendengar suara Dion. Laki-laki yang sedang memetik gitar tersebut adalah Dion, entah tidak bisa tidur atau apa, dia sekarang sedang duduk diayunan sambil menyanyikan lagu Berawal dari tatap.

"Duduklah!" ujar Dion tiba-tiba, menggetkan Griya. Namun sesegera mungkin Griya menormalkan mimiknya dan berjalan duduk diayunan berhadapan dengan Dion.

Tiba-tiba kecanggungan menyelimuti keduanya, lampu taman yang temaram menambah keromantisan yang timbul tanpa ada yang memintannya.
Udara dingin berhembus pelan membuat rambut Griya sedikit menutupi wajahnya.
Langit terlihat begitu cerah dengan ribuan bintang yang seakan tahu ada dua insan yang sedang merasakan gemuruh aneh dihati mereka.

"Kok Pak Dion bisa tau ada saya dibelakang pak Dion?" ucap Griya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa canggung.

Apa dia punya mata dibelakang kepalanya? Sampai tau kalau ada aku dibelakangnya, batin Griya menerka-nerka.

"Saya cuma punya dua mata." jawab Dion dengan wajah ang sangat datar seakan tau apa yang Griya ucapkan dalam hati.

"Kenapa bapak bel-" belum selesai Griya bertanya Dion lebih dulu menyahut.

"Kita sedang diluar sekolah. Tidak bisakah kamu tidak memanggil saya dengan sebtan Bapak?" ucap Dion tanpa mengalihkan pandangannya dari gitar yang ia petik sendari tadi.

Pertanyaan dari Dion lebih terdengar seperti pernyataan di telinga Griya. "Lalu aku harus memanggilmu apa? Apa aku harus memanggilmu dengan abang, hah?" tanya Griya sedikit berguarau namun Dion sepertinya tidak merasa geli dengan candaannya yang terasa garing.

"Tak apa jika memang ingin memanggilku dengan sebutan abang, toh aku memang seumuran dengan abangmu," pernyataan Dion barusan membuat Griya sedikit kaget dan hanya ditanggapi dengan anggukan kecil.

"Apa kamu mau bernyanyi Griya,?" tanya Dion memecah keheningan diantara mereka berdua selama beberapa saat sebelumnya.
"Boleh" ucap Griya singkat sebagai jawaban.

Denting nada yang berasal dari senar-senar gitar yang dipetik oleh Dion itupun mengalun indah, dan suara merdu Griya mulai terdengar.
Lirih, namun tetap mampu didengar oleh Dion.

Berawal dari tatap
Indah senyummu memikat
Memikat hatiku yang hampa lara

Griya mulai larut dalam suasana yang dibangun oleh guru kimianya itu.

Senyum membawa tawa
Tawa membawa cerita
Cerita kisah indah tentang kita

Terkadang ku ragu
Kadang tak percaya
Tapi ku yakin kau milikku

You Are My HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang