Part 13

135 14 0
                                    

"Tapi nggak gitu juga kali, emangnya cowok di dunia ini cuma dia doang?" Gia mencebik. "Lagian Kashi, meski muka ngepas tapi dandanan oke. Kalo mau cari yang lain mah pasti bisa."

"Iya tapi kenapa dia masih jahatin kamu sih?"

"Tahu deh, udah selek kali otaknya. Aku juga heran," jari Gia memainkan pipet di depannya.

"Jangan kenceng-kenceng, nanti dia denger loh." Disa mengedikkan dagunya ke arah pintu. Tampak empat orang cewek yang baru memasuki kantin. Satu orang yang paling mencolok, karena selalu mengibas-ngibaskan kipas kecil ke wajahnya.

"Ah biar saja, sudah biasa disemprot sama dia."

"Selain soal nilai, sebenarnya masalah kamu sama dia apa sih? Segitu bencinya dia sama kamu."

Gia hanya mengangkat kedua bahunya untuk menanggapi Disa. "By the way, sebenarnya sudah sebelas kali Jae nembak aku, cuma aku nggak cerita ke kamu." Senyum kembali terukir di wajah Gia.

Pikiran Gia kembali terbang pada beberapa minggu yang lalu. Saat Jae menyanyi di depan rumah Gia sambil membawa spanduk I Love You dan bunga. Tak hanya malu di depan orangtuanya, tetangga Gia juga ikut nonton selama Jae menyanyikan lagu cinta. Bukannya jadian, Jae malah harus mengantar Gia ke rumah sakit yang tak bisa berhenti bersin setelah menerima bunga dari Jae.

Tak menyerah begitu saja, Jae mengirim video ungkapan cintanya ke chatt whatsapp Gia. Dia mengancam akan menyebarkan video itu ke media sosial kalo Gia tetap tidak mau memberikan respon. Ibu jari dan telunjuk Gia memijat kening mengingat ancaman Jae dua hari yang lalu. Tidak hanya malu, Jae juga bisa kehilangan jabatannya sebagai ketua OSIS kalo sampai itu terjadi.

Gia terus saja menolak, meski sebenarnya hanya ingin mencoba keseriusan Jae. Setiap kali ada kesempatan untuk bertemu, bukannya menghindar tapi malah tersipu malu, sambil sibuk menenangkan hatinya. Dalam hati dia membenarkan kata Disa, Jae memang nggak termasuk ke dalam deretan cowok ganteng. Wajahnya cukup enak untuk dilihat membuat namanya selalu ada setiap ada yang menyebut deretan cowok keren di sekolah

Jauh banget kalo dibandingin sama Dean. Meski penampilannya asal-asalan, tapi hanya cewek berselera rendah yang bilang dia jelek. Entah sudah berapa kali dia dipanggil guru BK karena rambut gondrong, bajunya pun jauh dari standar rapi. Bukannya ilfeel, cewek-cewek di sekolah malah tambah caper sama dia.

"Gi! Gia!" bentak Disa membuyarkan lamunan Gia. "Kok malah bengong sih." Telapak Disa melambai di depan wajah Gia.

"Eh, ngomong apa tadi?" Gia tersentak.

"Ngelamunin apa sih? Jae apa Dean?" bisik Disa seolah takut rombongan di seberang mejanya mendengar apa yang dia tanyakan ke Gia.

Gia memutar matanya, "Kenapa jadi ngomongin Dean sih?" Gia mencondongkan tubuhnya ke arah Disa. "Ngomongin Jae aja lebih seru," ucapnya sambil terkekeh.

"Iya, yaelah yang cinta mati." mata Disa hampir keluar. "Sekali lagi dia nembak kamu genap satu lusin, bisa dapat hadiah payung cantik." Ledek Disa sambil kembali mengunyah permennya.

"Cewek mana sih yang nggak suka sama Jae, Dis? Meski sebenarnya dia nggak ganteng-ganteng amat." Syaraf kepala Gia bekerja lebih keras untuk mencari alasan agar Disa tidak terus mendesaknya. "Cuma cewek mana pula yang nggak bisa deket sama dia? Ya kalo memang dia serius, nah kalo enggak, ujung-ujungnya patah hati juga."

Cuma cewek nggak normal yang nggak gede rasa kalo setiap saat dapat chatt dari Ketua OSIS. Meski sibuk dengan banyak kegiatan, Jae selalu menyempatkan diri untuk menanyakan kabar Gia. Tanpa disadari, Gia sering merasa kehilangan setiap kali Jae tak kunjung menanyakan kabarnya. Nggak cuma rajin ngeliatin chatt dari Jae tapi juga sering berniat mengirim chatt duluan walaupun akhirnya dihapus, begitu terus sampai tiba lebaran kucing.

The Zero Point (Completed)Where stories live. Discover now