Part 47

66 5 0
                                    

Pandangan Dean menyapu semua tempat yang dilewatinya, kemudian berhenti saat menemukan dua sosok yang sangat dikenalnya. Untuk pertama kalinya Dean membenci dirinya sendiri. Terlintas kembali bayangan wajah Gia saat bertengkar dengannya. Dean merasa dirinya mirip pemeran antagonis yang sering dilihatnya di film.

Langkahnya terhenti saat berusaha memperpendek jarak. Dari tempatnya berdiri, Dean bisa mendengar cukup jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Hatinya semakin teriris saat menemukan Jae sedang mengacak rambut gadis disampingnya. Dean belum menemukan alasan yang tepat saat hatinya berubah menjadi kesal.

Rapalan rumus yang sudah tersimpan di kepalanya lenyap begitu saja. Tak ada satu pun angka yang tersisa di sana. Bara yang berkobar didadanya membuat kertas-kertas kuning yang digenggamnya semakin tak berwujud. Hampir saja Dean kehilangan kendali hingga tidak bisa membuatnya berpikir jernih.

Perasaan macam apa ini?

Dean merasa ada yang salah dalam dirinya. Mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, membuat Dean meyakinkan diri bahwa semua ini karena Jae adalah pacar sepupunya. Dia merasa sudah ditipu oleh perasaannya sendiri. Masih banyak gadis lain di sekolah ini yang lebih layak menjadi pacarnya.

Dada Dean semakin membara saat iris matanya menemukan Gia tertawa lepas dengan Jae. Gia belum pernah sebahagia itu saat berbicara dengannya. Setiap waktu hanya dilewatkan dengan beradu mulut. Tidak jarang Dean melihat Gia yang sengaja menghindarinya.

"Dean, ngapain kamu di sini?" lamunan Dean buyar saat mendengarkan suara yang sangat dikenalnya.

"Mama? Kenapa ke sini?" Dean balik bertanya setelah melihat wanita yang telah melahirkannya berdiri dengan wajah lelah di belakang.

"Kamu ini ditanya nggak jawab malah balik tanya." Dean hanya memperlihatkan deretan gigi putihnya. Ada gingsul yang hanya bisa dilihat saat Dean tersenyum.

"Mama dipanggil Kepala Sekolah lagi," Mama Dean menoleh ke sebelah kiri. Tampak Kepala Sekolah sedang berdiri di sana tanpa senyum sedikit pun.

Dean menemukan kesedihan bergelayut diwajah Mamanya. Penyesalan kembali menghantam dada. Kenyataan yang dihadapi membuat dirinya semakin sadar. Semua yang sudah dilakukannya selama ini sudah melukai banyak orang.

"Maafkan saya Berta, saya sudah mencoba semaksimal mungkin. Semester ini kesempatan terakhir untuk Dean. Hampir semua guru mengeluhkan tentang Dean. Saya sudah tidak bisa mem-back up lagi." Dean limbung saat mendengar penjelasan Pak Haris.

Dean sudah kehabisan waktu. Selama ini dia selalu mengandalkan teman Mamanya. Kepalan tangan Dean mengendur membuat kertas-kertas kuning melayang tertiup angin. Amplop putih di tangannya hampir saja ikut terlepas dari tangannya.

"Tolonglah Ris, aku benar-benar membutuhkan bantuanmu." Mama Dean kembali memohon untuk anak kesayangannya.

"Sekali lagi aku minta maaf, Berta, tolong dipahami juga posisiku." Haris menghela napas dalam. "Sekarang hanya ada dua pilihan, Dean dipertahankan atau karirku yang akan jatuh karena guru-guru mengancam akan memboikot." Kepala Sekolah menatap Berta penuh penyesalan. "Bukan hanya nilai Dean yang terus anjlok. Poin pelanggaran yang sudah dilakukan Dean juga hampir mencapai batas maksimal."

Berta hanya bisa menunduk, entah apa yang sedang berputar di kepalanya. Pipinya yang putih berubah menjadi semakin pucat. Tangannya menyibak rambut yang menutupi pandangan saat angin berhembus. Sementara matanya menemukan kertas kuning yang beterbangan dari tangan Dean.

"Apa ini, Nak?" tanya Berta lembut.

"Oh itu, rumus Ma, tadi dibuatin sama teman."

Berta tersenyum saat membaca kalimat penuh semangat yang menuliskan nama anaknya di sana. Binar indah muncul dari kedua matanya yang sayu. Ada harapan yang menggantung untuk anaknya. Garis bibirnya berubah menjadi senyum yang memamerkan deretan gigi putihnya.

"Dean, siapa yang bikin ini?"

"Gia, Ma." Dean tak ingin membuat wanita yang disayanginya menunggu jawaban terlalu lama. "Dia ditugasin Bu Yustin untuk menjadi guru privat Dean yang baru."

"Kenapa kamu nggak cerita sama Mama?" Sinar yang terpancar di mata Berta menimbulkan pertanyaan di benak Dean dan Pak Haris.

The Zero Point (Completed)Where stories live. Discover now