Part 12

139 15 1
                                    

Disa hanya nyengir kuda, "Pede banget sih, diambil orang baru tahu rasa."

"Kok gitu," protes Gia.

Gelak tawa Disa membuat bibir Gia mengerucut. "Habisnya kebanyakan alasan kamu."

Deretan nama gadis yang dekat dengan Jae muncul semua di kepala Gia. "Aku nggak suka cowok yang suka caper apalagi di depan cewek lain," lanjut Gia.

"Cuma cewek yang nggak normal yang mau punya cowok kaya gitu." Sela Disa.

"Nah tuh tahu!" seru Gia.

"Tapi ini kan beda, memang Jae anaknya supel. Kamunya saja yang ribet." Protes Disa sambil menopangkan kedua sikunya di meja. "Atau kamu memang mau yang kaya Dean?"

"Ih, kenapa jadi dia yang dibawa-bawa?" Gia mencebik.

"Kamunya yang aneh, belum juga jadian udah ngatur-ngatur." Seloroh Disa.

"Bukannya ngatur, nggak suka saja dia kaya gitu." Gia menunggu reaksi Disa.

Dalam hati Disa membenarkan ucapan sahabatnya. "Seperti Jae memang cinta mati sama kamu?" Kepala Disa menggeleng, sementara salah satu jarinya menekuk saat kedua tangannya yang terangkat. Tepat berada di depan wajah Gia, "Sembilan kali dia nembak, gila nggak tuh? Nggak mungkin kan kalo dia nggak serius?"

Semangat Disa selalu membuncah setiap kali membicarakan Jae. Rajin banget dia mempromosikan Jae di depan Gia, sepertinya nggak akan berhenti sampai mereka jadian. Disa yang selalu rajin mengingatkan kebaikan-kebaikan Jae saat Gia mulai ragu. Meski dia juga yang pertama kali siap menghabiskan coklat yang hampir setiap hari nyelip di laci Gia. Menurutnya, kebaikan Jae pada cewek lain bukan berarti mereka juga punya hubungan dekat.

Senyum kecil menghiasi wajah Gia, "Nggak tahu nih." Telunjuk tangan kanannya memilin ujung rambut ekor kudanya. "Kamu ngomong gitu bukan karena sering ngabisin coklat dari Jae kan?" sindir Gia.

"Ih, ya nggak lah. Kalo pun ada coklat, anggap saja bonus." Cengiran Disa membuat bibir Gia mengerucut. "Come on Gi. Tunggu apalagi sih?" Desak Disa. "Tapi worthed sih kalo dia dikerubutin cewek. Meski nggak ganteng, dia enak dilihat."

Mata Gia menyipit mendengar ucapan Disa. Sepertinya caranya untuk membuat Gia panas berhasil. "Jangan-jangan kamu suka juga sama dia."

Gelak tawa Disa membuat Gia mengerucutkan mulutnya, "Aku nggak sejahat itu Gi, masak gebetan sahabat sendiri diembat."

Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Gia. Pandangannya kembali beralih ke sisa jus yang diaduknya dengan pipet.

"Eh tahu nggak sih? Si Dean itu diam-diam sering loh merhatiin kamu dari belakang."

Bola mata Gia membulat penuh. "Masa sih?" tanyanya tak percaya.

"Suer! Ngapain juga bohong." Dia memasukkan permen ke dalam mulut setelah membuka bungkusnya. "Coba sekarang kamu nengok ke belakang."

Spontan Gia memutar kepalanya ke belakang, tempat dia menemukan Dean beberapa menit yang lalu. Kedua pipinya menghangat saat mendapati Dean masih juga menatapnya dari jauh. Dia berharap Disa tak membaca perubahan di wajahnya.

"Gimana kalo ternyata dia suka sama kamu?" Mata Disa menyipit saat mendapati Gia menundukkan wajah setelah membalikkan badan.

"Idih..." Kedua ujung bibir Gia yang ditarik ke bawah sambil memutar kedua bola matanya membuat Disa tertawa. "Ogah, bikin nambah masalah sama Kashi saja. Lagian aku sama dia tuh udah kaya tikus sama kucing." Gia teringat serial kartun favoritnya.

"Aku juga heran, kenapa Kashi segitu tergila-gilanya sama cowok kaya Dean?"

"Udah kena pelet kali," jawab Gia asal. Sedangkan Disa hanya menggeleng pelan. "Lebay sih dia, sesuatu yang berlebihan itu tetep nggak bagus tauk."

"Kalo gitu Jae juga lebay dong," Disa kembali tergelak.

"Hush! Kenceng amat sih!" bentak Gia. "Nggak-lah, dia beda. Akunya saja yang masih ragu. Nah kalo, Dean kan udah jelas-jelas nolak Kashi. Eh, masih aja nyosor."

"Yaelah namanya juga usaha," Disa masih saja tertawa.

The Zero Point (Completed)Where stories live. Discover now