Part 32

80 4 0
                                    

Berbeda dengan cewek lain di sekolah, Gia tidak masuk ke dalam deretan Dean squad. Gia satu-satunya orang yang akan mengibarkan bendera perang setiap kali bertemu dengan Dean. Jangankan menilai ganteng, kata akur sepertinya sudah lenyap dari kamus mereka. Dia selalu menggunakan nama Jae untuk menilai standar cowok ganteng di sekolah.

Ada yang tak bisa diterima akal Gia, hampir semua cewek di sekolahnya rela berdesakan di lapangan setiap kali Dean bermain basket. Tak peduli mereka benar-benar mengerti permainan atau hanya karena melihat idolanya berhasil memasukkan bola. Kesempatan itu selalu digunakan untuk terus meneriakkan nama Dean sambil melompat-lompat.

Sedangkan Dean tetap saja tidak peduli. Bahkan sampai hari ini tak seorang pun yang berhasil menyandang status sebagai pacarnya. Gia sering menyebutnya anti perempuan saat menjadikan Dean sebagai bahan becandaan dengan Disa.

Kalau saja Gia ada diposisi Dean, dia pasti sudah melakukan semua yang terbaik dalam hidupnya. Tak ada yang menghambat hidupnya kecuali Matematika. Dean dengan mudah bisa mendapatkan semua fasilitas yang diinginkan anak seumurannya. Guru privat Matematika terbaik hanyalah salah satu masalah kecil bagi orangtuanya.

Orangtua Dean pernah meminta salah guru Matematika terbaik yang mengajar di Kuman untuk memberikan les privat. Bukannya berhasil membantu memperbaiki nilai, Dean malah berhasil memaksa gurunya berhenti dengan mendorong ke kolam renangnya di rumah. Dua guru les privat sebelum Bu Yustin juga dibikin kapok dengan mengerjainya setiap kali datang ke rumah.

Setiap kali orangtuanya memasukkan Dean ke lembaga les, selalu tak ada hasilnya. Nilai Matematika Dean benar-benar sudah menjadi momok. Orangtuanya tak mungkin membiarkan pewaris tunggal perusahaannya memiliki nilai yang hancur. Mama Dean terus berusaha mencari guru terbaik untuk memperbaiki nilai anaknya.

"Gia, nih aku bawain roti." Jae membuat monolog di kepala Gia memudar.

Senyum kembali mengembang diwajah Gia. Darah yang tadi mendidih kembali lebur saat melihat kedatangan Jae. Dia bisa merasakan detak jantungnya kembali berdentam keras. Terus mendesak dada hingga kemejanya bergetar. Sudah dua hari Jae sudah menghilang dari kehidupannya.

"Wah, pas banget lagi laper." Gia memamerkan deretan gigi putih yang berbaris rapi.

Jae mengambil duduk di bangku yang tadi digunakan Dean. Gia mencium aroma kue saat menerima bungkusan dari uluran tangan Jae. Sementara dadanya masih sibuk menenangkan jantungnya yang terus berdentam. Garis halus yang muncul diantara kedua alis Gia semakin tampak saat penciumannya menangkap harus yang berbeda.

Aroma Fougere menyeruak dari tubuh Jae. Gia belum pernah mencium wewangian yang sama sebelumnya. Jae memang berubah, batinnya. Benaknya terusik, mencari penyebab yang membuat Jae yang kini dirasanya berbeda. Gia mengurungkan niatnya untuk menanyakan langsung pada Jae. Dia tidak siap kalau mendapatkan jawaban yang tidak sesuai dengan keinginan hatinya.

"Tadi ketemu Disa di kantin. Katanya kamu di sini, kenapa sih nggak ikut ke kantin aja?" protes Jae.

"Ehm..lagi kerjain soal dari Bu Yustin, nih. Buat persiapan olimpiade," jawab Gia sambil membuka bungkus roti di tangannya. Tanpa sungkan dia langsung melahap roti di tangannya. "By the way, thanks ya..." Gia nyengir. "Kamu nggak ikut makan?"

Jae hanya menggeleng pelan. Senyumnya sekilas saat melihat Gia mengunyah roti pemberiannya dengan lahap. Sorot matanya tak berpindah sedikit pun dari wajah Gia. Sementara kedua pipi Gia yang menggembung perlahan berubah meranum.

Jae mencondongkan badan, mendengar ucapan Gia. Matanya hampir keluar dari cangkangnya, "Olimpiade masih lama, Gia. Makan di kantin tiga puluh menit nggak akan menghancurkan nilai Matematikamu."

Gia hanya nyengir kuda. Mulutnya masih penuh dengan roti, "Ya memang enggak sih." Mulut Gia berhenti mengunyah, "Kamu kemana aja sih?"

Bibir Jae masih mengatup, sementara tangannya memainkan pena Gia yang tergeletak begitu saja di meja. Mulutnya terbuka setelah hitungan denyut nadi kelima.

The Zero Point (Completed)Where stories live. Discover now