Part 7

228 22 3
                                    

Wajah Andre penuh kecewa kembali melintas di benak Gia. Dia ingin mengurungkan niatnya untuk mengumpulkan tugas. Dia hampir meremas gulungan kertas di tangannya. Kelopak matanya mulai basah menahan gemuruh di dada. Kalimat yang sudah siap meluncur dari mulutnya tiba-tiba berhenti di tenggorokan setelah melihat tatapan iba Yustin.

Seketika itu dia tersadar, dia tak ingin melihat Dean tertawa diatas penderitaannya. Dia tak ingin Dean menang. Dadanya masih naik turun mengatur napas yang mulai tidak stabil. Gia biasanya tidak mengindahkan ucapan Dean, tapi kali ini berhasil membuatnya meradang.

Yustin berusaha mengambil alih situasi. "Dean minta maaf dulu!" perintahnya sambil mengedikkan dagu.

Namun Dean masih terpaku, mempertahankan egonya. Bahkan seumur hidup, dia tak akan mau jika harus meminta maaf pada musuh bebuyutannya. Mulut Dean masih terkunci. Dia merasakan besi dengan berat ribuan ton menindih tangannya, agar tetap bertaut satu sama lain. Diam-diam dia menyukai wajah Gia yang penuh dengan emosi.

Dia bisa melihat urat wajah Gia yang memerah meski tertutup kulit coklatnya. Bulu matanya yang lentik membingkai lingkaran hitam di dalamnya. Hidung mancung menjulang diantara kedua matanya. Dean merekam dengan apik semua ekspresi Gia setiap kali mereka beradu mulut.

Tak ada yang istimewa dalam diri Gia. Pakaian yang dikenakannya pun jauh dari kata modis. Wajah polosnya bersih tanpa riasan. Siapa pun tak akan menemukan nama Gia dalam deretan gadis cantik di sekolahnya. Tapi semua penghuni sekolah pasti setuju, senyuman Gia selalu berhasil membuat siapa saja rela menghentikan waktu.

"Ayo Dean!" Suara Yustin menyadarkan Dean dari lamunannya.

"Nggak mau, Bu. Memang lukisannya jelek kenapa harus minta maaf? Saya kan ngomong apa adanya." Dean masih berusaha membela diri.

"Dean!" Syaraf mata Yustin memerah menahan manik mata agar tidak melompat dari cangkangnya.

"Iya deh, maaf Gi." Dean mengulurkan tangan ke arah Gia.

Dean sedikit lega melihat kepalan tangan Gia yang mengendur, membalas uluran tangannya. Setidaknya dia tidak perlu melanjutkan pertengkarannya dengan Gia untuk sementara waktu. Untuk pertama kalinya, Dean merasa terhina dengan nilai Matematikanya. Lebih baik Gia segera menyelesaikan urusannya dan segera meninggalkan ruangan ini.

Dalam hati Dean merutuki dirinya sendiri. Sebenarnya dia ingin berhenti menyulut kemarahan Gia, tapi selalu gagal. Dia selalu menyukai wajah judes Gia setiap kali mereka bertengkar. Mata bulat hitamnya terlihat lucu sekali. Hidungnya juga ikut berubah menjadi merah setiap kali kedua pipinya merona.

"Oh ya, Gia. Ibu minta tolong hasil ulangan matematika kamu bagikan. Tadi Ibu lupa membawanya ke kelas." Gia mengambil tumpukan kertas yang disodorkan Yustin. "Ibu bangga punya murid seperti kamu, nilai kamu sempurna." Yustin menarik kedua ujung bibirnya, berusaha mencairkan suasana.

Bulan pun terbit di bibir Gia, punggung tangan kiri mengusap air yang terlanjur menetes di kedua pipinya. Setidaknya ada yang membuatnya selamat di depan Dean. "Baik, Bu. Saya titip tugas buat Pak Andre ya, Bu." Gia meletakkan gulungan kanvas yang hampir kucel di meja.

Yustin hanya mengangguk sambil tersenyum, "Gia, saya akan memberikan beberapa materi tambahan buat kamu untuk persiapan olimpiade Matematika tingkat nasional."

Mulut Gia membulat, buru-buru dia membersihkan sisa basah di matanya. Tubuhnya hampir melompat karena tidak mampu menahan kegembiraan. Gia mengangguk cepat, "Sa...saya yang dipilih Bu?" Gia berusaha meyakinkan diri, tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Iya," jawab Yustin singkat. "Kamu nggak mau?"

"M..mau banget Bu." jawabnya buru-buru. "Berapa orang yang dikirim Bu?" tanya Gia kemudian.

"Satu orang saja, karena cuma kamu yang memenuhi kualifikasi. Nanti Kashi hanya sebagai cadangan saja, karena ada beberapa materi yang belum dia kuasai." Hati Gia berubah menciut dengan penjelasan Yustin. Persiapan menghadapi olimpiade bisa jadi lebih mudah ketimbang menghadapi Kashi.

The Zero Point (Completed)Where stories live. Discover now