Part 33

74 3 0
                                    

"Banyak yang harus dikerjain akhir-akhir ini," Jae menggosokkan kedua telapak tangannya yang basah. "Kasus korupsi yang dilakukan Lisa benar-benar bikin aku pusing."

"Astaga!" Gia menelan roti di mulutnya dengan susah payah, "Jadi tuduhan itu benar?"

Jae mengangguk pelan, "Jumlahnya nggak sedikit, belum lagi aku harus segera mencari pengganti karena sebentar lagi kan mau ada acara baksos." Wajah Jae tampak gusar, "Kamu mau nggantiin Lisa?"

Gia yang tiba-tiba tersedak segera menutup mjulutnya. Dia mencoba membuat napasnya senormal mungkin. "Ehm...aku?" telunjuknya mengarah ke wajah.

Tangan Gia menerima tisu dari uluran tangan Jae. Ada sesuatu yang menyengat tubuhnya saat kulitnya menyentuh kulit Jae yang dingin. "Iya," jawab Jae mantap membuat tubuhnya berubah menjadi dingin.

Kesempatan bagus buat Gia, intensitasnya bertemu dengan Jae akan lebih sering. "Aku nggak yakin mampu," tiba-tiba keinginannya kembali surut.

"Kenapa?" tatapan Jae yang teduh menciptakan pendar di kepala Gia. Kecurigaannya tentang Jae terlupakan dalam sekejap.

"Selain persiapan untuk olimpiade, aku harus memerikan privat pada Dean." Mendung menyelimuti wajah Gia.

"Apa?" Jae setengah memekik. "Nggak salah?" Kepalanya menggeleng pelan, "Kenapa harus kamu? Sampai kamu bela-belain nggak istirahat."

"Sayangnya aku tidak dihadapkan pada pilihan." Gia merasa terpojok, "Aku juga tidak bisa tenang kalo belum menyelesaikan soalnya."

Sepotong roti kembali masuk kemulut Gia untuk menutupi rasa bersalahnya. Dia tak menemukan alasan yang lebih tepat untuk menyembunyikan kondisinya. Menjadi salah satu pengurus inti OSIS bukan solusi terbaik untuk masalah yang dihadapinya saat ini.

Jae hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Bukannya perut lapar justru bikin otak nggak bisa bekerja?" sindirnya.

"Nggak juga sih, kebetulan aja baru mentok. Kamu nggak makan Jae?" Gia berusaha mengalihkan pembicaraan. Dia merasa tidak enak karena Jae seringkali mengingatkannya soal makan. Jae tahu betul, banyaknya tugas sering membuat Gia lupa makan. Tidak jarang, Jae sendiri yang mengantarkan makanan, kalau Gia masih terus beralasan agar tidak segera menyentuh makanan.

"Nggak usah mengalihkan pembicaraan!" tatapan Jae serius.

Gia hanya nyengir kuda saat akal-akalannya ketahuan Jae. "Aku tanya serius. Temeni makan ya, nih masih ada satu rotinya." Gia menyodorkan sebungkus roti dengan tatapan merajuk.

Jae hanya menggeleng pelan, "Nggak ah, tadi udah makan di kantin." Tangan Jae meraih buku tulis Gia, membuka lembar demi lembar. Matanya terpaku pada halaman yang terdapat goresan tinta yang masih basah. "Ini tulisan siapa?" Jae menatap jauh ke dalam mata Gia.

"Dean," tangan Gia mengusap ujung bibirnya yang terkena coklat. Cemas mulai menyelimuti hatinya.

"Ini dia bisa ngerjain," tatapan gusar Jae membuatrasa bersalah kembali menyusup ke dalam hati Gia. "Kenapa dia harus les sama kamu?" Jae semakin terang-terangan menyatakan rasa tidak sukanya.

Jae seolah teringat sesuatu, pandangannya mengelilingi ruangan. Ada dua orang siswa lain yang masuk. Jae menolah ke arah mereka sebentar sebelum kembali membaca buku di tangannya. Kedua dahinya menyatu membaca halaman teori, "Materi yang ini tuh nggak mudah loh. Dia bisa selancar ini, bisa nggak sih kamu tolak aja?"

"Udah!" pekik Gia.

Wajah Jae seperti magnet, membuat mata Gia tak ingin melepaskan pemandangan indah di depannya. Begitu tenang, entah kenapa kali ini Jae tidak bisa menyimpan kegusarannya. Jae yang dikenalnya sekarang masih sama dengan Jae yang dulu. Tidak tak akan mau mengenakan baju yang kusut walaupun cuma sedikit.

Gia terkejut saat ketauan sedang menatap wajah cowok didepannya. Ada senyum yang tersimpan di sudut bibirnya. Desiran halus kembali menyusup ke dalam hatinya, membuat tubuhnya ikut bergetar. Gia berusaha menyimpan setiap detil gambar wajah Jae dibenaknya. Tenggorokannya bergerak saat menelan ludah sebelum membuang pandangan ke luar jendela.

Please Jae! Bantuin aku biar bisa lepas dari Dean. Seandainya saja Gia bisa menyuarakan hatinya.

The Zero Point (Completed)Where stories live. Discover now