"Oke." Galuh menginjak rem mobilnya. "Besok?" senyumnya mengembang, menoleh Haani yang baru melepas sabuk pengaman.
"Besok paling saya dianter, Luh."
"Lo kan udah gede, Ni. Masih dianter."
"Ya apa bedanya sama kalo kamu jemput saya?"
"Iya deh." Galuh pasrah, menyerah, kalah. "Salam ya."
"Gak mau masuk dulu?"
"Ntar gue malah gak mau balik, lagian lo kesini gak bilang gue anter kan?"
"Nggak. Ya udah saya masuk."
"Hm, oke. Telpon ya?"
"Iyaa."
"Ni." kalimatnya tertahan sampai Haani menoleh, "Jangan sampe ketawan." seringai Galuh, seraya tangannya mengusap tengkuk leher Haani.
Haani mendadak salah tingkah. Ia tidak mengatakan apa-apa, malah buru-buru membuka pintu mobil dan pergi meninggalkan Galuh tanpa menoleh sedikit pun.
Di mobil, Galuh malah cekikikan. Melihat wajah merah padam Haani tadi, juga tingkah Haani yang mendadak jadi sangat kikuk, buat Galuh senang, ya agak bersalah juga, karena yang meninggalkan bekas di leher Haani adalah dirinya.
Semalam, bukan pertama kalinya Galuh melakukan seks dengan Haani, sudah kesekian kalinya sampai tidak bisa dihitung. Rasanya, hampir setiap Galuh menginap di apartemen Haani, atau saat Haani sengaja diajak ke rumah Galuh. Galuh pun selalu prepare bawa kondom. Seperti tadi ia sebelum beli bunga untuk Haani, Galuh mampir dulu beli kondom, berharap bisa bersama lagi tapi ternyata gagal.
Meski sudah kesekian kalinya, tapi Galuh masih ingat jelas bagaimana first sex-nya dengan Haani. Itu adalah sebuah pengalamam luar biasa, bahkan di luar nalar. Galuh tidak pernah berpikir kalau ia akhirnya akan melepas keperjakaannya pada orang seperti Haani, pada laki-laki yang parasnya lebih kearah cantik daripada tampan, bibirnya juga mungil, sudah gitu, Haani laki-laki kikuk, pendiam dan pemalu.
Galuh bingung kalau ditanya apa yang bisa buat ia suka pada Haani, karena keduanya mengawali pada perasaan yang sama, 'kebingungan'. Mereka tidak tahu perasaan mereka sebenarnya, apa mereka benar-benar menyimpan rasa suka atau hanya rasa penasaran semata. Tapi dengan seiring berjalannya waktu, ternyata kini keduanya malah semakin sulit dipisahkan.
Begitu sampai rumah, Galuh langsung melenggang ke kamar. Rumah memang lagi sepi. Orangtuanya selalu ada bisnis di luar kota, kakak pertamanya sudah menikah, kakak kedunya pun sedang ada family gathering sejak kemarin malam. Jadi di rumah Galuh hanya sendiri.
Masih sekitar jam tujuh, tidak ada rasa lapar, malah rasa ingin bertemu Haani yang merajalela. Galuh mengecek handphonenya, tidak ada chat atau apapun dari Haani. Galuh baru ingat, Haani akan lupa tentang dirinya kalau sudah kumpul keluarga. Keluarga Haani dan Galuh sangat bertolak belakang.
"Sialan.." Umpat Galuh, "Masa mikirin gitu doang gue udah keras gini sih?" lalu mendumal, sambil meraba-raba kejantanannya.
Pikirannya mulai melayang. Galuh sadar ia tidak akan mendapatkan apa yang ia butuhkan sekarang, jadi yang Galuh bisa hanya menolong dirinya sendiri.
Tangannya lihai membuka seleting celana, dengan masih agak ragu, Galuh mulai merogoh masuk lebih dalam. Di tangannya ada bongkahan panjang dan keras, dan makin keras saat Galuh meremas-remasnya.
"Nii..." suaranya mengerang rendah.
Makin tidak tahan. Remasan di kejantanannya makin keras, Galuh mengocoknya dengan cepat, naik dan turun, sesekali tangannya meremas dua bolanya, membuat sensasi lain, dan rasa nikmatnya bertambah saat telunjuknya menekan lubang kecil di ujung kejantannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Escape Way (BL 18+) [COMPLETE]
Roman pour AdolescentsGaluh seorang mahasiswa dan Haani animator di sebuah studio game. Sudah enam bulan mereka pacaran, tapi justru setelah pacaran masalah kehidupan mereka seperti bertambah, tidak sama seperti saat masih menjabat sebagai teman akrab. Ini cerita tentang...