♪ ♬ 17 ♬ ♪

4K 412 27
                                    

"Luh, tiba-tiba saya pengen makan steak deh."

"Hmm."

"Luuh." Haani menggoyang-goyangkan tubuh Galuh dengan paksa, berharap Galuh yang berbaring memunggunginya ini mau balik badan dan melihatnya. "Galuuuh."

"Ni, ini tengah malem. Mana ada restoran yang masih buka? Dan kita sekarang di sini, jauh dari kota."

"Ya abis saya pengen."

"Lo ngidam apa gimana sih? Tengah malem begini kok bayangin makanan."

"Gak bayangin, tiba-tiba kepikiran."

"Ya, terserah deh. Tapi tetep gak bisa makan steak sekarang. Mending lo sekarang tidur, terus mimpi makan steak, besok kita baru beneran makan steak. Oke?"

"Kepengennya sekarang."

"Ini jam sebelas, Honeeey. Yang jual steak tuh gak kayak orang jualan bakso."

"Ya udah deh." Haani menarik selimut, merebahkan tubuhnya membelakangi Galuh.

Oh jelas itu buat Galuh jadi berpikir macam-macam, Haani yang mengambek lah apa lah. Jelas Galuh tidak mau itu terjadi. Napasnya ditarik dalam-dalam, "Oke, oke, gue nyerah. Gue cari dulu di internet baru kita kesana, tapi kalo emang gak ada, makan steaknya besok. Janji, besok kita makan steak."

Haani baru menoleh, menatap Galuh dengan mata berkaca-kaca. "Bener?"

"Iyaa, astagaaa. Ni lo gak bisa giniin gue, gue lemah liat lo begitu. Sengaja ya?"

"Nggak, ini beneran. Abis kamu kayak gak peduli, padahal saya beneran pengen."

"Aaarrgh! Nggak Ni, gue peduli, gue masih peduli sama lo. Gue cari sekarang ya? Udah dong jangan buat wajah begitu. Yaa?"

Haani mengangguk-angguk, lalu menyandarkan kepalanya di pundak Galuh dengan manja, memperhatikan Galuh mencari restoran yang menyediakan steak di jam segini, yang hampir tengah malam.

Galuh serius mencari-cari, rata-rata restoran yang masih buka akan tutup dalam beberapa menit lagi. Kalau pun ia pesan tidak akan sempat. Ia bingung kenapa Haani bisa sampai segitunya ingin makan steak. Tengah malam. Kalau Haani perempuan, sudah Galuh yakini Haani sedang hamil.

"Serius Ni, gak ada yang buka." Galuh menoleh, menunjukan layar handphonenya pada Haani, namun yang Galuh dapatkan, malah Haani yang sudah terlelap. "Ni?" dengan lembut Galuh mengelus pipi Haani, memastikan kalau ia sudah tidur.

Napasnya dihela dalam, mengelus kepala Haani sesaat sebelum membenarkan posisi tidur mereka. Galuh menarik selimut, menyelimuti tubuh Haani. Lalu ia kecup kening Haani sebelum Galuh juga merebahkan dirinya di samping Haani.

Matanya tertuju pada mata Haani yang terpejam, sudah lebih bersyukur kalau sekarang kekasihnya ini selalu dalam keadaan baik-baik saja. Sejak pertama kali Galuh membawa Haani ke rumah yang diberikan ayahnya, tiap akhir pekan, Galuh selalu membawa Haani kesana. Mengingat, jarang juga senior Haani yang tetap stay di apartemen saat akhir pekan, rata-rata mereka menghabiskan juga waktu mereka bersama kekasih.

Galuh jelas sudah dapat lampu hijau dari orangtuanya soal hubungannya dengan Haani, tapi tidak di antara Haani dan Galuh yang yakin apa yang akan dikatakan orangtua Haani nanti soal hubungan mereka. Galuh takut mereka tidak menyetujui dan melarang Haani bertemu dengannya lagi. Kalau Galuh, ia sudah biasa melawan orangtua, seandainya waktu itu mereka masih menentang hubungannya dengan Haani pun Galuh tidak akan mempedulikannya. Tapi gimana soal Haani? Haani penurut, terlebih pada orangtuanya. Kalau mereka melarang Haani menemui Galuh lagi, Galuh yakin Haani akan menurutinya tanpa melawan sedikit pun.

Our Escape Way (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang