Galuh baru sampai rumah sekitar jam 2 siang. Kuliah hari ini benar-benar full dari jam 7 pagi sampai jam 1 siang. Waktu sampai tadi, Haani langsung menyambutnya dengan senang. Galuh balas memeluki Haani, membiarkan Haani menciumi bibirnya. Galuh tidak menolak, ia justru merasa mendapat undangan.
Kehamilan Haani sudah memasuki bulan kelahiran. Hanya tinggal menghitung hari. Galuh tidak sabar, begitu juga yang lainnya.
Orang-orang di studio masih belum tau tentang kondisi Haani, hanya Surya. Sejak sebulan terkhir Haani sudah berhenti membantu mengerjakan projek game studio dari rumah, Galuh melarang keras Haani untuk bekerja. Haani tidak boleh capek sedikit pun.
Teman-teman Galuh juga tidak ada yang tau, soal Haani maupun pernikahan mereka. Semuanya masih di rahasiakan, masih ingin menunggu waktu yang tepat untuk memberitau semuanya.
"Kali ini... masukin ya?"
"No, Honey. Aku gak bisa."
"Dokter kan gak ngelarang, dia bilangnya asal gak sering-sering."
"Kalo aku masukin, aku gak bisa tahan Ni.. takutnya malah kekerasan. Kan gak baik juga? Nanti kalo kenapa-napa gimana?"
"Galuh..." Haani menekuk bibirnya ke bawah. "Katanya kamu mau nurutin apa aja yang aku minta? Aku mau itu.. Luuh."
Galuh menghela napas, mengembangkan senyumnya, mengelus kening Haani dengan sayang. "Ini bulannya loh Ni, kita cuma tinggal ngitung hari aja."
"Aku tau.. tapi gak salah juga seks di hamil tua.. aku baca-baca artikel tentang itu kok, dan semua bilang gak papa, katanya malah bagus."
"Honey, hamil kamu kan beda Ni. Itu untuk perempuan, kamu kan laki-laki. Dari awal juga dokter bilang kehamilan kamu rentan. Iya kan?"
Haani makin cemberut, "Ya udah!"
"Honey."
"Kamu emang udah gak mau kan seks sama aku? Karena aku jelek. Aku begini. Aku gak kayak dulu lagi."
"Gak gitu." Galuh menahan bahu Haani, mengerti benar kalau istri- atau suami? Ya kalau Haani ini masih suka mood swing meski sudah masuk di tri semester ke tiga. Haani malah jadi lebih sensitif soal perasaannya. Galuh memaklumi hal itu, menurut ibu dan mertuanya juga itu hal wajar. Jadi sebisa mungkin Galuh menuruti Haani, asal masih di batas wajar, kalau di luar itu, Galuh haya akan berusaha mati-matian membuat Haani mengerti. "Honey... jangan ngambek dong. Nii."
"Aku gak ngambek."
"Kalo gak ngambek ya gak cemberut gitu." Galuh mengusap-usap pipinya. "Aku cuma takut kamu sama bayinya kenapa-napa Ni. Aku beneran takut. Aku tau itu bagus, aku juga baca artikel kayak gitu, tapi itu kan untuk perempuan. Kamu kan spesial, harus diperlakukan spesial juga dong. Kan?" seyumnya mengembang. "Udah nahan dari tadi ya?"
Haani menoleh, lalu mengangguk. "Aku mau.."
"Sini." Galuh menggandeng Haani ke sofa, menpersilakan Haani duduk sedangkan Galuh melepas tas dan jaketnya. Galuh melangkah lagi mendekat, lalu berlutut di depan Haani.
Haani dengan refleks membuka kakinya, memberi ruang untuk Galuh. Senyumnya mengembang tipis waktu Galuh mengecupi perut buncitnya, lalu mengelus lembut perut Haani.
Sambil terus mencumbu perut Haani, Galuh memelorotkan celana dalam Haani perlahan-lahan, yang seketika langsung memperlihatkan kejantanan Haani yang sudah mengeras. Galuh mengelusnya hati-hati.
"Mmh.."
Galuh menoleh melihat Haani mulai menikmatinya. Wajah Haani tidak terlalu kelihatan karena terhalang perut buncit Haani. Galuh mulai mengulum kejantanan Haani, dan suara desahan-desahan Haani mulai terdengar merdu di telinga Galuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Escape Way (BL 18+) [COMPLETE]
Fiksi RemajaGaluh seorang mahasiswa dan Haani animator di sebuah studio game. Sudah enam bulan mereka pacaran, tapi justru setelah pacaran masalah kehidupan mereka seperti bertambah, tidak sama seperti saat masih menjabat sebagai teman akrab. Ini cerita tentang...