"Karena aku hanya seorang manusia, yang tak kau anggap."
Katakanlah bahwa Reina terlampau berlebihan, ia hampir saja untuk menampar keras wajah bagian kanannya.
Untuk kali ini, Fathur benar - benar menunggu dirinya di depan kelas. Kebetulan jam terakhir kelas laki - laki itu kosong.
Reina hanya tersenyum kaku di saat Fathur berjalan ke arahnya sembari tersenyum lebar.
Oh Tuhan, kapan terakhir kali ia melihat senyum Fathur yang semanis itu?
"Kita mau ke mana hari ini hm?"
Reina kembali merasa berada di ujung kewarasannya, baru saja Fathur mengusap pelan rambutnya sembari menatap ke dalam matanya.
"P-pulang."
Bodoh, bukan itu kata yang ingin Reina katakan, namun bibirnya kelu tak bisa berucap.
"Pulang? Nggak bakal ke mall dulu ? Kita beli baju atau hoodie bareng mau?"
Sekali lagi, Reina terkejut bukan main, Fathur menariknya agak kencang sambil sedikit berlari ke arah parkiran, menimbulkan tanda tanya di antara semua orang yang melihat keduanya.
Perlu diketahui, meski usia keduanya menjalin hubungan sudah menginjak tahun kedua, namun status diantara Reina dan Fathur tak pernah terpublikasikan secara gamblang.
Kali ini tak akan ada istilah meneduh di antara suara bising dari rintikan hujan, yang terdengar hanya suara klakson kendaraan yang terhalang oleh kaca.
Lampu sudah beralih warna, beberapa kendaraan sudah melaju pelan menyesuaikan dengan padatnya kota.
Fathur hanya sesekali tertawa sambil nenatap jalanan. Reina cukup tau, lelaki itu bukan tertawa karenanya, sepasang airpod berwarna putih sudah terpasang di telinga Fathur.
"Hahaha, jangan kamu kasih ampun. Laki-laki kayak dia pantes dijambak."
Oh? Perempuan? Dan apa tadi? Kamu?
Sekali lagi Reina tersenyum pahit, Fathur bahkan tak pernah menggunakan panggilan 'Aku dan Kamu'. Terakhir kali , ia mendengar Fathur memanggilnya dengan kamu sekitar 1 tahun yang lalu.
Di pertengahan kelas 11, semuanya terasa begitu berbeda. Pemilihan ketua OSIS membuatnya nyaris seperti seorang workaholic, menyiapkan visi dan misi demi pasang muka di depan khalayak umum.
Kerenggangan keduanya semakin menjadi, ketika Reina terpilih menjadi ketua ke-1. Alasan keduanya untuk menjalani backstreet semakin jelas.
Reina si ketos dengan segala kesibukkannya dan Fathur si acuh yang bahkan tak ingin hubungan keduanya terungkap.
Belakangan bahkan Reina memergoki Fathur yang bolos jam pelajaran, dan memilih pergi ke gudang atas, lalu menghisap nikotin berbentuk silinder itu.
Reina pernah menerima pertanyaan yang tak masuk akal baginya, "Lo nggak malu punya pacar kayak gue?"
Lama melamunkan kejadian setahun yang lalu membuat Reina tak sadar.
"Rei? Maaf kali ini gue anter pulang ya?"
Reina berbalik, menatap Fathur bingung, tak mengerti.
"Tadi lo sendiri yang minta pulang."
Tunggu, bukannya tadi Fathur yang mengajaknya untuk pergi ke mall? Membeli sepasang baju ? Hoodie ?
"Temen gue ngajak keluar, lain kali aja ya kita main barengnya? Gue janji."
Sejujurnya, Reina muak mendengar kata janji yang terus menerus terucap.
Sekali lagi, Reina hanya mengangguk pelan sembari turun, keluar dari mobil Fathur dengan langkah gontai tak bersemangat.
Mobil milik Fathur melaju dengan cepat , dan menghilang di sebuah tikungan, semuanya Reina saksikan dengan seksama.
Bisakah ia berharap akan adanya sedikit kenangan indah diantara keduanya?
Turun dari mobil dengan senyuman riang, menggenggam tangannya, mengantarnya sampai pintu depan mengulas senyuman dan mengucapkan selamat bertemu lagi esok.
Membayangkannya justru membuat hati Reina menjadi semakin sakit, harapannya akan sirna sebentar lagi. Mengapa pula ia dulu bisa jatuh pada sosok Fathur?
.
.
.
[TBC]30 Oktober 2019
Bayangin aja dah, JK ketawa kek gitu buat cewek lain di depan Yeri, bayanginnya aja aku udah kit ati woee :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Hati [Song Story] ✔
RandomMengingat saat hati yang tersakiti tak bisa utuh kembali, maka di saat itu pula sebuah rasa percaya akan hilang dipertanyakan, juga rasa ingin menyerah datang menghampiri dengan begitu teganya. Sudah berulang kali diberi kesempatan, namun disia-sia...